Bunyi notifikasi pesan masuk itu membuat sosok yang tengah duduk sembari menenggak minuman dingin mengalihkan fukosnya. Krist menatap nama yang tertera pada layar ponselnya sembari menggelengkan kepalanya. Siapa lagi pria tidak tahu malu yang selalu saja ingin mengganggunya?
Singto selalu menanyakan beberapa hal tidak penting pada Krist, hanya untuk meminta waktunya saja. Tidak ada hal lainnya. Krist tahu itu, akhirnya ia mengabaikannya akan tetapi Singto masih saja mencari perkara padanya.
Helaan napas berat keluar dari kedua sudut bibir Krist, ketika rentetan notif itu kali ini membanjiri ponselnya lagi.
Kenapa kau hanya membacanya?
Aku mengirimkan banyak pesan tetapi kenapa kau sama sekali tidak membalasnya?
Tidak bisakah kau membalasnya?
Aku menunggu pesanmu, jangan terus membacanya. Cepat balas!
Aku akan menjemputmu nanti.
Baiklah, aku tidak ingin mengganggumu lagi. Ini waktunya makan siang, jangan lupa makan.
Kau sedang apa? Aku merasa bosan.
Krist memutar bola matanya malas, akhirnya ia memilih untuk memblokir nomor Singto pada detik berikutnya, sebab pria itu mencoba untuk menghubunginya. Krist kesal. Apa Singto pikir ia tengah bermain?
"Aku pikir langit masih cerah, tapi kenapa wajahmu meredup?"
"Temanmu yang gila itu terus menggangguku tanpa henti."
"Oh, kekasihmu itu."
"Max!"
Max hanya terkikik melihat wajah muram Krist, ia mendudukkan dirinya di samping Krist, sembari memberikan minuman dingin untuk temannya.
"Jangan berkata, kami tidak ada hubungan apapun. Kami hanya teman seks tidak lebih. Kau lupa apa yang aku dan Gun lihat waktu itu? Kalian sangat serasi."
Pria itu menggoda Krist yang langsung mendapatkan pukulan sadis dari sosok di sampingnya. Max bangkit dan menunjuk ke arah Krist bersikap seolah tengah merajuk.
"Akan aku katakan pada Singto jika kau mengkambinghitamkan aku hanya untuk mengajaknya berkencan. Kira-kira apa yang akan pria itu katakan?"
"Awas jika kau mengatakannya."
"Lagipula Krist kau bukan anak kecil, ketika suka katakan padanya kau suka, jika benci katakan padanya kau benci. Bukan mengatakan apa yang sebaliknya kau rasakan. Tidak ada orang yang membenci bersikap sepertimu."
"Diam kau!"
"Katakan padanya, sebelum ada orang lain yang mengambilnya."
"Jika orang lain bisa, silahkan saja."
Max menggelengkan kepalanya, "Dari ucapanmu kau percaya diri sekali jika Singto hanya akan menatapmu?"
"T-tidak."
"Terkadang cinta itu kejam, kau baru bisa merasa kehilangan jika dia tidak ada."
"Aku tahu."
"Kau pernah merasakan hal itu? Pada siapa?"
"Kenapa kau ingin tahu? Sudahlah, aku lelah."
"Kau lusa ada pertandingan?"
"Heumm," Krist mengangguk, sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku, "kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Tidak, aku sering melihatmu di sini setiap pagi."
"Aku mengambil pekerjaan tambahan."
"Oh, pantas saja," Max tiba-tiba menunjukkan ponselnya pada Krist, "dia mengkhawatirkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]
Fanfic[Completed] Krist-petarung jalanan yang menguasai ilmu bela diri kickboxing dan dijuluki Phoenix, karena bisa mengalahkan para lawannya dengan keahliannya hebat yang dirinya miliki, meskipun taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak pernah...