Stay by my side, I will do anything for you.
Sepi. Itu hal yang pertama kali Singto rasakan begitu memasuki apartemennya, keadaan di dalam sana juga terlihat gelap, tak ada cahaya yang mewakili jika di dalam tempat ini ada tanda-tanda kehidupan, ia melangkahkan kakinya dengan gontai ke arah kamar, hal serupa pun ia temukan di sana. Embusan napas berat meluncur keluar dari sudut bibir tipisnya, pria itu membuka pintu kamar dengan perlahan dan meraba-raba saklar lampu, hingga secara ajaib ruangan itu pun di selimuti oleh cahaya benderang, menampilkan sesosok pria yang kini tengah tidur dengan cara memunggunginya. Singto dengan hati-hati melepaskan jaket yang membungkus tubuhnya dan menyembunyikan secara perlahan, Krist akan mengomel kalau pria itu tahu Singto memakai pakaiannya tanpa permisi lagi dengan perlahan Singto merangkak ke atas tempat tidur, melingkarkan kedua tangannya untuk memeluk sosok itu dari belakang. Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang menarik tentang ini, tetapi bagi Singto memeluk Krist itu memiliki kebahagiaan tersendiri untuknya.
Dengan hati-hati Singto membalikkan tubuh pria itu, lalu mengarahkannya untuk masuk ke dalam dekapannya, terlalu sulit melakukan hal seperti ini jika Krist dalam keadaan sadar. Ia juga ingin bersikap seperti pelindungnya. Singto ingin melindungi sosok ini, tak peduli bagaimana pun caranya, ia ingin menjaga Krist tetap di sisinya.
Hanya saja dorongan pelan ia rasakan sesudahnya, ternyata pria itu tidak sepenuhnya tertidur, Krist melirik sinis ke arah Singto dan membuat gerakan mengusir, seolah ingin Singto menjauhinya, tetapi mana pernah Singto mendengarkan apa yang Krist inginkan?
Ketika Krist mengusirnya, maka Singto akan semakin mendekati pria itu. Saat Krist memakinya Singto tidak akan pernah mendengarkan segalanya. Baginya meskipun Krist sering bersikap buruk padanya, itu tidak masalah untuk Singto. Bukankah mencintai seseorang itu butuh sebuah pengorbanan? Jadi ia mencoba untuk mengerti bagaimana Krist dan pola pikirnya. Tanpa mempermasalahkan hal-hal kecil yang akan membuat mereka tidak nyaman.
"Bagaimana harimu tanpa aku?"
"Sangat baik."
"Sungguh? Hari ini aku merasa bosan, aku merindukanmu."
Krist menyingkirkan tangan Singto yang bersarang pada tubuhnya tanpa permisi, "Berhenti menyentuhku sembarangan."
Mendengar hal itu Singto langsung merangkak ke atas tubuh Krist dan memeluknya dengan erat, tanpa ada niatan apapun untuk melepaskannya. Tentu saja hal itu membuat Krist risi, ia meminta Singto untuk menyingkir tetapi pria itu bersikukuh tidak mau bergeser dari tempatnya, maka dengan baik hati Krist melakukan sesuatu, ia hanya tersenyum simpul pada Singto, tetapi setelahnya suara pekikan kesakitan pria berkulit tan tadi memenuhi ruangan.
Sementara itu kini Singto meringkuk sembari memegangi selangkangannya, Krist yang melihatnya mengambil kesempatan untuk menendang punggung pria tadi bagaikan sebuah bola, hingga tubuhnya jatuh menggelinding ke permukaan lantai yang keras, membuat rintihan Singto semakin terdengar mengusik pendengaran, Krist yang kesal mengambil bantal lalu menjejalkan hal itu pada wajah Singto agar pria itu tak mengganggunya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]
Fanfiction[Completed] Krist-petarung jalanan yang menguasai ilmu bela diri kickboxing dan dijuluki Phoenix, karena bisa mengalahkan para lawannya dengan keahliannya hebat yang dirinya miliki, meskipun taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak pernah...