[ 18 ]: Every Cloud Has A Silver Lining

1.7K 208 22
                                    

Sometimes your nearness takes my breath away and all the things I want to say can find no voice. Then, in silence, I can only hope my eyes will speak my heart

Lorong panjang rumah sakit terlihat sangat sepi, Krist mencoba untuk menghubungi Max akan tetapi pria tersebut tak menjawab panggilan teleponnya sedari tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorong panjang rumah sakit terlihat sangat sepi, Krist mencoba untuk menghubungi Max akan tetapi pria tersebut tak menjawab panggilan teleponnya sedari tadi. Rasa cemas menghinggapi dirinya saat ini, apa yang terjadi? Kalimat itu terus terulang tanpa permisi dan tahu malu pada benaknya, ia ingin tahu bagaimana keadaan Singto? Krist merasa gila jika memikirkan hal ini terlalu lama tanpa kepastian, hingga akhirnya ia melihat beberapa orang yang tengah duduk di depan ruang rawat inap seseorang. Krist menghampiri mereka begitu melihat Max ada di sana, dengan raut wajah yang terlihat sangat tidak baik Krist memberanikan diri untuk ke sana.

"Krist, kau datang? Ku kira kau tidak akan datang."

"Apa yang terjadi, di mana Singto?"

Semua orang terlihat bungkam, tak ada yang menjawabnya, hingga Max mengisyaratkan pada semua orang untuk pergi dan mengajak Krist berbicara hanya berdua.

"Apa dia baik-baik saja? Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Dia ada di dalam."

"Bagaimana keadaannya? Tidak terjadi sesuatu, 'kan?"

"Dia mengalami gegar otak ringan dan tangan kirinya patah, selebihnya tidak ada masalah dokter sudah menanganinya, dia sedang beristirahat."

"Bagaimana bisa?"

Max mengembuskan napas beratnya, "Kenapa kau bertanya padaku? Tanyakan padanya kenapa bisa dia seperti itu?" Pria itu memijit pelipisnya sendiri, "tolong selesaikan masalah kalian dan jangan berlarut-larut seperti kemarin. Aku tidak tahu apa yang membuatnya tidak fokus tadi, tapi Singto belum pernah seperti ini sebelumnya."

"Kau mau mengatakan jika ini salahku?"

"Aku tidak pernah mengucapkan hal itu, jika kau merasa demikian maka aku tidak tahu. Ini urusanmu dan Singto bukan aku. Temani dia ya? Aku harus kembali, besok aku akan ke sini."

"Kau mau meninggalkan aku sendiri di sini?"

"Dia lebih membutuhkanmu dari pada aku."

Krist terdiam ia menatap pintu bercat putih itu dengan ragu, meskipun akhirnya ia memasuki ruangan itu, terlihat sangat senyap di dalam sana, ia melihat sesosok pria yang tengah terbaring di atas ranjang rumah sakitnya. Krist memejamkan matanya melihat keadaan pria itu, ia tampak berbeda dari sosok yang dirinya lihat kemarin siang, apalagi dengan balutan perban pada kepala serta gips pada pergelangan tanganya, ia terlihat lemah. Tidak seperti seorang pria yang selalu membuat Krist merasa kesal.

"Kau selalu saja membuatku kesal." Krist bergumam dengan pelan, sembari mendudukkan dirinya pada satu kursi di samping kanan Singto.

Rasanya ada sesuatu yang menekan jantungnya sekarang, hingga semakin lama makin ia merasakan sesak, Krist tidak tahu mengapa dirinya seperti ini, tetapi ketika saat melihat Singto rasa seperti sesuatu tidak nyaman itu mengganggunya.

The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang