[Completed]
Krist-petarung jalanan yang menguasai ilmu bela diri kickboxing dan dijuluki Phoenix, karena bisa mengalahkan para lawannya dengan keahliannya hebat yang dirinya miliki, meskipun taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak pernah...
When love has nodded and said: 'Yes' why is the fate still stuck and smiling dreary?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sesosok pria itu terdiam di depan pintu sebuah tempat, ia ingin meraih kenop pintu di hadapannya akan tetapi dirinya ragu, banyak rasa cemas yang memenuhi pikirannya. Pria tadi mengembuskan napas beratnya berkali-kali, dirinya merasa bimbang haruskah ia masuk ke dalam atau lebih baik berlalu begitu saja tanpa mengucapkan apapun?
Meskipun sempat tahu tetapi Singto akhirnya memilih untuk masuk, walau jujur saja ia tak tahu apa yang akan terjadi di dalam sana nanti. Namun, Singto tak bisa pergi begitu saja tanpa melakukan apapun. Ia bukan pria seperti itu dan takkan pernah menjadi seperti itu.
Singto tahu banyak rentetan pesan yang ia dapatkan dari Krist saat ponselnya kembali lagi padanya tadi pagi, itu lah mengapa Singto tahu Krist pasti ada di tempat ini. Krist menunggunya untuk kembali. Harusnya Singto senang, tetapi entah mengapa rasanya dadanya di penuhi dengan banyak rasa sesak yang tak bisa dirinya gambarkan dengan mudahnya.
Hal yang pertama kali menyentuh indranya begitu membuka tempat itu membuat Singto sangat tercengang, bagaimana tidak kini tempat tinggalnya mirip seperti kapal pecah padahal biasanya Krist sangat menyukai kebersihan. Banyak botol-botol minuman tergeletak pada meja dan lantai bukan hanya itu ada pecahan kaca berceceran juga. Sepertinya Krist melemparkan minuman utuh ke dinding, karena meninggalkan bekas air di sana serta ujung botol itu masih tersegel rapi. Bahkan banyak bungkusan rokok pula yang menghiasi berantakannya ruang tamunya. Singto mendegus kesal, sudah berapa kali dirinya katakan jika merokok itu tak baik untuk paru-parunya, tetapi sepertinya Krist masih saja melakukan hal-hal yang mengancam kesehatannya seperti ini.
Singto memutuskan untuk mencari keberadaan Krist dan menemukan pria itu tergeletak di lantai kamarnya begitu saja, jantung berdetak kencang melihatnya, rasa khawatir perlahan menyeruak dalam benaknya, meskipun sewaktu ia melihat apa yang terjadi dari dekat, Singto bisa bersyukur ternyata Krist hanya tertidur, tidak terjadi sesuatu buruk seperti yang Singto sempat pikirkan tadi. Walaupun ia menggelengkan kepalanya begitu sadar Krist memakai pakaiannya lagi, Singto tidak tahu apa alasanya entah Krist begitu merindukannya atau ada alasan lain di baliknya, setiap kali pria itu minum dan berakhir mabuk, maka Krist akan berakhir dengan memakai pakaian Singto. Bukan sekali atau dua kali ia melihat hal seperti ini.
Tangan Singto menepuk pipi Krist dengan pelan, mencoba untuk membangun pria itu, Singto tak tahu sudah berapa lama Krist berbaring di atas lantai, tubuhnya bahkan sudah sangat dingin dan ia tak mengenakan selimut atau yang lainnya. Krist hanya mengenakan kemeja tipis milik Singto, hanya itu.
"Krist...."
Mendengar ada suara orang lain memanggilnya Krist mencoba untuk mengerjap-ngerjapkan matanya, ia sosok pria yang cukup familier dalam penglihatannya. Ia memandang Singto sejenak sebelum tanganya refleks memeluk tubuh pria itu dan membawanya mendekat dengan sangat hati-hati, hanya saja setelah Krist sadar apa yang tengah ia lakukan pria itu mendorong Singto untuk menjauh dengan pelan, karena Krist tahu Singto masih dalam keadaan yang belum sepenuhnya sehat. Namun, Singto tak mau Krist melepaskannya, ia memeluk Krist dengan erat menggunakan satu lengannya.