You only live once, but if you do it right, once is enough
Jari-jari tangan seseorang tersebut mengetuk pinggiran meja secara perlahan, Krist menopang dagunya dan terlihat sedikit bingung, ia memutuskan untuk kembali ke tempat Singto, mencoba menunggu pria itu, tetapi nyatanya setelah 2 minggu masih tidak ada kabar juga dari pria tersebut, Krist tak bisa menghubunginya sama sekali, bukan hanya Singto yang menghilang Max pun sama. Rumah temannya itu kosong setiap Krist mencoba ke sana untuk mencarinya, bahkan Max pun tak terlihat di tempat mereka latihan, seperti menghilang tanpa jejak. Bahkan banyak orang yang bertanya pada Krist tentang mereka, hanya saja ia tak mengetahui ke mana kedua pria tersebut pergi. Ini benar-benar membuatnya frustasi.
Yang Krist heran, mengapa Max ikut menghilang juga? Kenapa pria tidak kembali, kalau misalkan Singto benar di bawa keluarganya harusnya hanya pria itu yang pergi, jika seperti ini Krist harus apa? Ia berulang kali menghubungi kedua dan mengirimkan pesan tetapi tidak ada satupun yang meresponnya.
Meskipun mereka berdua sama-sama pria dan bisa menjaga diri, tetapi Krist tetap khawatir. Apa lagi keadaan Singto sedang tidak dalam keadaan baik, ia bisa mengingat sosok lemah itu berdiri di hadapannya dengan tatapan yang menyedihkan untuk Krist lihat dan sekarang pria itu raip entah kemana.
Ia membaringkan tubuhnya di atas sofa, sembari menatap langit-langit ruangan itu, suasana malam ini tampak lebih temaram dari biasanya, Krist mencoba untuk memejamkan matanya, hanya saja tidak bisa. Bagaimana ia bisa tidur dengan tenang ketika kedua orang yang cukup berarti dalam hidupnya menghilang dalam saat bersamaan seperti ini?
"Kalian berdua membuatku gila!" Krist bermonolog sembari menutupi wajahnya menggunakan lengannya, sebelum beberapa menit kemudian bangkit, ia berjalan ke arah dapur membuka beberapa laci yang tertutup, ia rasa pernah melihat Singto menyimpan minuman keras di sana, meskipun terlihat tenang dan kekanak-kanakan pria itu sering menyimpan hal yang kadang Krist sendiri tak mengerti tidak masuk akalnya Singto.
Benar saja, ia menemukan beberapa botol wiski di dalam sana, ada bir dan juga yang lainnya. Seingat Krist sewaktu ia tempo hari pergi tidak ada, jadi ia menebak Singto membelinya ketika Krist tidak ada, karena Krist akan selalu memakinya jika melihat Singto membawa minuman apa lagi mengajaknya untuk minum bersama. Krist tak tahu mengapa tubuhnya tak bisa mentoleransi alkohol walau sedikit saja dan ketika ia mabuk maka akan ada banyak hal aneh terjadi.
Ia mengambil dua botol minuman itu dan membawanya ke ruang tamu, mendudukkan dirinya sendiri di lantai tepat pada depan sofa, sembari meletakkan wiski tadi di atas meja. Krist menatapnya dalam diam lalu menuangkan minuman tadi ke dalam gelas kecil, hingga cairan bening kecoklatan itu memenuhi wadah kaca tersebut. Kedua sudut bibir Krist tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman sebelum menenggaknya dalam sekali tegukan. Kening Krist mengernyit merasakan cairan itu masuk ke dalam mulutnya, lalu menuangkan lagi wiski pada gelasnya, ia melakukan itu dengan berulang.
Ia merasa frustrasi, memikirkan hal ini lama kelamaan Krist akan menjadi gila. Ia merogoh sakunya mengambil sebungkus rokok dari dalam sana, ia mengingat ketika Singto membuang rokoknya waktu itu, dengan alasan ini akan merusak paru-parunya nanti. Krist menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan pria itu dari dalam benaknya akan tetapi tidak bisa. Entah mengapa dari banyaknya orang di dunia ini, pria itu bisa membuatnya kehilangan akal sehat?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]
Fanfic[Completed] Krist-petarung jalanan yang menguasai ilmu bela diri kickboxing dan dijuluki Phoenix, karena bisa mengalahkan para lawannya dengan keahliannya hebat yang dirinya miliki, meskipun taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak pernah...