Take love, multiply it by infinity and take it to the depths of forever, and you still have only a glimpse of how I feel for you.
Detakan jam dinding memenuhi ruangan itu, ketika kedua orang pria yang kini tengah berbaring di atas tempat tidur masih terjaga meskipun matahari sudah hampir memunculkan secercah sinarnya. Singto sedari tadi bergerak ke sana kemari dengan tidak tenang, ia menghembuskan napas beratnya berkali-kali sebelum memutuskan untuk membalikan tubuhnya yang sedari tadi memunggungi punggung Krist dan siapa yang menyangka kalau ternyata gerakannya dan sosok yang berada di sampingnya itu sama.
Canggung, tak satupun dari mereka yang membuka suara ataupun berani menatap satu sama lain, ketika jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja tanpa sengaja.
Krist memilih untuk kembalikan tubuhnya memunggungi Singto lagi. Namun, ternyata tangan seseorang itu mencekal lengannya, membuatnya masih berada pada titik yang sama seperti sebelumnya.
"Terlalu larut jika kau mengajakku ribut." Ingatkan Krist pada Singto, ini masih terhitung dini hari kalau mereka membuat kegaduhan.
Tanpa mengatakan apapun, tubuh Singto condong ke samping, tangannya menyentuh dada Krist, sebelum bergerak naik ke atas, menyentuh kedua bahu sosok di sampingnya, seraya semakin mendekati Krist, merangkak naik ke atas tubuh pria tersebut, pandangan keduanya beradu. Singto bisa melihatnya kedua manik hazel Krist di selimuti sesuatu yang dirinya juga rasakan.
Perasaan aneh ini menekannya, tetapi tak justru membuatnya menjauh. Namun, lebih menginginkan. Ketegangan benar-benar menyelimuti keduanya, Singto menyentuh perlahan pipi Krist, lalu menyelipkan tangannya ke sela surai Krist sebelum menarik sosok itu untuk sebuah ciuman ringan. Ya. Perlahan kali ini, tidak tergesa-gesa dan begitu menuntut. Cahaya bulan yang memasuki celah pintu kacanya ketika tirai panjang yang biasanya menutupi benda mati itu agak tersibak, membuat Singto bisa menatap samar-samar pahatan wajah pria yang kini berada di bawahnya itu dengan seksama pada kegelapan.
Tidak tahu apakah memang suasana yang mendukung hal ini atau hal lainnya. Krist tak banyak merespon dan menikmatinya. Decakan basah sedikit mengganggu pendengaran keduanya, saat kedua tepi bibir itu saling bersentuhan, bertukar Saliva satu sama lain. Saling mengimbangi gerakan satu sama lain, membuat suasana semakin menjadi intim.
Lutut Singto dengan hati-hati dan sangat pelan menggesek bagian sensitif Krist, sementara tangannya entah sejak kapan sudah menelusup masuk pada kaus tipis yang pria itu kenakan.
Singto membaringkan tubuhnya menyamping dan menyibak kaus yang Krist kenakan, lidahnya langsung menaut pada nipple Krist. Memberikan rangsangan di sana, sementara tangannya menelusup masuk ke dalam bokser yang Krist kenakan. Singto hanya tersenyum ketika merasakan pria itu sudah mengeras dibawah sana.
Bisa Singto rasakan sentuhan lembut menyentuh permukaan kepalanya, jemari seseorang mengusap surainya yang agak berantakan. Sialnya sedikit hal manis yang Krist lakukan, membuat Singto lebih terangsang dari tadi. Ia suka ketika Krist menyentuhnya, ia suka Krist mengusapnya dan juga menciumnya. Pikiran Singto benar-benar kacau sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]
Fanfiction[Completed] Krist-petarung jalanan yang menguasai ilmu bela diri kickboxing dan dijuluki Phoenix, karena bisa mengalahkan para lawannya dengan keahliannya hebat yang dirinya miliki, meskipun taruhannya adalah nyawanya sendiri, tetapi ia tidak pernah...