[ 9 ] Drunk In Love

2.5K 251 46
                                    

The sweetest voice to listen to is the first sound we hear, when we open our eyes in the morning, the voice of our loved ones.

The sweetest voice to listen to is the first sound we hear, when we open our eyes in the morning, the voice of our loved ones

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi berisik dari sudut jalanan itu menambah keramaian kota ketika malam tiba. Segalanya terlihat terang dan gelap di saat bersamaan, bercampur padu menjadi keindahan tempat ini pada malam hari. Lampu-lampu oranye di pinggiran jalan menjadi pelengkapnya.

Ada dua orang pria berjalan bersama di bawah iringan pohon rindang yang berjajar sepanjang jalanan. Tepat dipinggiran keramaian kota. Melangkah bersama menuju tempat mereka tinggal tentu saja. Lagipula lokasinya tak jauh dari sini. Ingatkan Singto jika Krist masih dendam dengan motor kesayangannya, jadi tak mungkin mereka pergi mengunakan itu tadi.

Singto juga bingung, kenapa Krist lebih suka berjalan kaki. Padahal ada cara yang lebih simpel untuk pergi, tetapi pria itu punya caranya sendiri. Sesuatu yang tak mudah di patahkan orang lain, jika tidak suka maka menyingkir karena Krist tak akan pernah mau mendengarkan keluhan orang lain.

Tipe pria keras kepala yang selalu memaksakan kehendaknya sendiri. Tidak ada hal bagus dari Krist. Kali ini Singto mengakuinya, akan tetapi hati bodohnya ini justru berlabuh pada sesuatu yang tak seharusnya.

"Apa masih jauh?"

"Kau amnesia sampai tidak ingat tempat tinggalmu sendiri?"

Bibir Singto langsung bungkam. Krist itu terkadang baik walaupun hanya beberapa detik saja, sisanya ia pria paling menyebalkan yang Singto pernah temui. Mereka sudah menghabiskan banyak waktu bersama, tetapi sikap Krist masih layaknya bongkahan kayu.

"Krist...."

"Heummm."

"Terimakasih untuk hari ini."

Pria itu tak menyahutinya, hanya terdiam ketika Singto mengatakan hal itu, tetapi bisa ia lihat kalau Krist mengangguk samar pada Singto, mereka berjalan beriringan dalam diam, menikmati keindahan malam. Meskipun ruang luas di angkasa terlihat sedikit kelabu, tak sebiru kelam biasanya. Angin di sekitar mereka juga sedikit berembus kencang. Menggoyangkan pepohonan dan menjatuhkan banyak dedaunan yang gugur.

"Sepertinya tidak lama lagi akan turun hujan."

"Lalu?"

"Bagaimana jika kita...."

Belum sempat Singto menyelesaikan ucapannya, ia merasakan setitik air menyentuh permukaan pergelangannya. Ia membalikan punggung tangannya seperti ingin menadahi air hujan. Benar saja setelah itu ribuan air menyerbu ke arah mereka. Ia langsung menarik tangan Krist untuk mengikutinya pergi, berlari bersama menghindari rintik yang datang tanpa permisi tadi.

Mengajak sosok di sampingnya untuk berteduh. Tak membiarkan rintikan itu membasahi tubuh keduanya.

"Aku selalu terkena sial ketika pergi denganmu."

Singto langsung mencicit setelah mendengarkan ucapan Krist padanya. Kenapa pria itu hobi memojokkannya dan juga menyalahkan Singto. Krist yang pendiam lebih baik daripada ketika ia berbicara karena tak akan ada satu katapun yang baik bisa dicerna dari ucapannya.

The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang