10

1.6K 262 19
                                    

"Hari ini bisa pulang lebih cepat?"

Aku menaikkan alis, masih mengoleskan mentega pada roti panggang yang menjadi sarapan kami.

"Tidak janji, emang kenapa?"

Sasuke menekan bibirnya dan terlihat tersenyum kecut. Semenjak malam itu sudah dua hari kami perang dingin dan aku masih belum bisa tidak menjadi kesal bila mengingat ekspresi Alex-fuckin- Zandra dan mengingat Sasuke kerja tiap harinya akan bertemu jejadian itu membuatku tidak semakin baik.

"Mau kuajak ke suatu tempat. Aku tahu kau marah, tapi aku sudah memesan tiket untuk kita berdua."

Aku mengernyit, berpikir. Hari-hari ini mendekati liburan akhir tahun dan Amavi lumayan ramai pesanan. Tidak bisa kupastikan kapan kami akan selesai.

"Jam berapa?"

"Sekitar jam enam? Kita makan dulu di luar."

"Iya... nanti kuhubungi, aku bertanya ke Tilda dulu."

Sasuke mengangguk dan kembali membaca koran pagi miliknya. Diam-diam aku melihat wajahnya yang berseri-seri dan menggerutu dalam hati, aksi ngambek tidak jelas ini membuatku benar-benar tidak bisa menikmati Paris dengan baik dan sangat merindukannya.

-0-

"Halo halo anak rantau," Temari mengenakan apron berwarna biru langit milik Amavi dan senyum tiga jarinya menyambutku di meja kasir. "Kenapa terkejut? Aku tidak mencuri posisi kerjamu, hanya membantu di sini."

"Er... hai," Aku tersenyum padanya kemudian berjalan ke arah loker, meletakkan barang bawaanku dan mengenakan apron yang sama yang ia kenakan. "Di mana Tilda?"

"Merangkai bunga. Ada sekitar tiga buket yang harus selesai sebelum pukul delapan pagi ini. Dia titip pesan, kalau kau datang bisa tolong urus bunga Peony di belakang dan data pesanan untuk seminggu kedepan."

"Aaa.. ada lagi?"

Temari menggeleng, dia masih memeriksa kuku jarinya yang berwarna matte. "Dia hanya bilang itu, untuk sementara aku yang jaga meja kasir."

Aku bergegas mengambil semprotan tanaman dan sarung tangan karet. Mengerjakan pekerjaan pagi ini diawali empat puluh lima menit pertama bersama kuntum Peony tidak buruk. Aku baru sadar aku memiliki bakat terpendam merawat tanaman dan sangat berterima kasih pada Tilda sudah membantuku menemukannya.

Seusai pekerjaan belakang, Aku berjalan menuju meja kasir dan menemukan Temari menatap malas pelanggan yang datang. Aku terkekeh melihat gadis itu yang ogah mengurus pesanan manusia-manusia kasmaran.

"Jadi kau beli bunga yang mana?"

"Entahlah.. kekasihku menyukai mawar, apa menurutmu kuberi itu saja?"

Temari mengernyit, "baiklah.. mawar apa?"

"Tidak jadi, aku lebih suka Poppy."

"Baiklah tuan, poppy atau mawar?"

"Menurutmu yang mana lebih bagus?"

Temari terlihat jengkel, "kekasihmu suka mawar kan? Kalau begitu berikan dia mawar."

"Tapi Poppy juga cocok untuknya. Kau sebagai penjual bunga, biasanya kalian punya saran untuk ini."

Aku terkekeh melihat wajah keras gadis pirang itu. "Kau mau dengar saranku? Beri saja dia cokelat dan tiket ke louvre, bercumbu di bawah salju pertama akan membuatnya lupa tentang bunga."

Paris RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang