"Saku.."
Aku membuka pintu apartemen dengan kasar. Sasuke menyusul tepat di belakangku, masih berusaha memperoleh atensiku.
"Sayang, kau benar-benar harus mendengarku terlebih dahulu."
"Aku tidak dalam mood yang baik, coba saja lain waktu," desisku tanpa menatapnya.
Sasuke menghela nafas, Aku mendengar dia menutup pintu kemudian menguncinya. Aku membuka gaunku di dalam kamar, Sasuke ikut masuk dan masih memasang wajah memelas.
"Dia kelahiran Spanyol. Kau tau, terkadang mereka bisa terlalu over, dan memang begitu cara mereka bertemu seseorang. Zandra seperti Misya, tidak lebih dari rekan divisiku."
"Zandra?" Aku memasang wajah mual dan menggeleng, "kalian saling menukar nickname sekarang? Aku mendengar dia memanggilmu big-jack, apa itu sesuatu. Dan tambahan, Aku sama sekali tidak peduli dia peranakan mana Sasuke, itu sama sekali tidak penting bagiku."
"Semua orang di kantor memanggilnya Zandra," Sasuke mengernyit. Jika kami dalam kondisi mood biasa aku mungkin akan menganggapnya menggemaskan, tapi tidak sekarang. "Kau menyebalkan ketika sedang cemburu."
Aku menaikkan alis, "Begitu?" ujarku sarkas. Dengan hanya mengenakan dalaman aku berbalik dan menghadapnya. Sasuke terdiam, menatapku kaku dan tatapannya menyusuri tubuhku lalu berhenti di kakiku dengan balutan stiletto hitam. "Baiklah, nona menyebalkan harus mandi sekarang. Mungkin kita bisa bicara lain kali."
"Astaga. Kau tidak bisa menyiksaku seperti ini!" Sasuke mendengus keras.
Di ambang pintu kamar mandi aku menyeringai, "try me." Kemudian menutupnya dengan keras.
Sasuke mungkin akan menderita blue balls malam ini dan ironinya aku sama sekali tidak peduli.
-0-
"Sakura, apa kau sedang sibuk?"
Aku menegakkan dudukku yang semula menunduk guna membaca pesan-pesan dari Sasuke yang tidak kubalas. Perdebatan kemarin masih meninggalkan sisa dan sebenarnya ini cukup lucu. Ini pertama kalinya kami bertengkar sejak berada di rumah yang sama, dan situasi benar-benar canggung.
"Tidak. Kau butuh bantuanku Tilda?"
Wanita itu mengangguk. Dia mengenakan kacamata baca dan sedang memegang papan klip berisi kertas-kertas. "Ada tempat rehabilitasi tidak jauh dari sini, Rumah Theresa. Mereka memesan bunga hari ini dan sangat meminta tolong kita untuk mengantarnya. Aku sangat mengharapkan bantuanmu, tidak apa?"
"cool. Tentu saja aku tidak apa. Berikan saja alamatnya."
Tilda menyebutkan nama sebuah jalan dan aku menyimpannya dari google. Rumah Theresa memesan empat buket bunga mawar, yang cukup langka diperoleh akhir-akhir ini, dan satu buket buckwheat putih.
Tilda meminjamkan scooter biru mudanya yang epik dan aku meminjamnya dengan semangat. Perlu sekitar lima belas menit perjalanan ditempuh dengan kendaran hingga aku sampai di bangunan bernuansa krem dengan halaman luas dan berpagar dilengkapi palang Rumah Theresa di depannya.
Security membukakan gerbang dan scooter biru ini melaju.
Aku memarkirkan sepeda motor di depan undakan tangga, kemudian membawa buket rangkaian bunga mengetuk pintu cokelat mahoni yang menjulang tinggi.
"Amavi!" Ujarku di depan pintu.
Tidak butuh waktu lama sampai pintu itu membuka dan seorang gadis berambut hitam panjang mengintip dari dalam. "Siapa?" ujarnya.
"Errm, hai? Aku membuka bunga dari Amavi, atas nama madame Louis?"
"Oh, tentu saja!"
Gadis itu membuka pintu lebar-lebar dan Aku bisa melihatnya tersenyum, "Ikuti Aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paris Runaway
FanficKarena bersama dia, mungkin terasing bukanlah hal yang buruk.