1

6.2K 467 18
                                    

Akan kuceritakan awal kisah asam manis ini bermula. Akan kuceritakan tentang cinta dan air mata yang menghantarkanmu pada suatu keabadian. Akan kuceritaman mula kisah ini.

-0-

Saat itu macet melanda pusat kota. Bencana kebakaran yang melahap habis beberapa ruko di pusat perbelanjaan memberi efek domino pada kondisi lalu lintas. Sudah satu jam mobil berderet tidak bergerak, suara klakson bersahut-sahutan di sepanjang jalan.

Aku menatap kerlap-kerlip yang terpantulkan bias. Rintik perlahan turun, airnya menempel di kaca.

Stereo memutar lagu yang tenar sekitar tahun 90-an. Penghangat mobil menyala karena udara sudah terlalu dingin. Tidak ada dari kami yang berbicara, Sasuke duduk di kursi pengemudi dengan mata menatap lurus kedepan. Wajahnya tegang dan tampak berpikir keras. Apa dia memiliki masalah?

"Kau lapar?" Aku membuka pembicaraan, lelaki itu melihatku. Akhirnya melepas pandangan dari jalan yang suntuk.

"Kau masih menyimpan bakpaonya?" Suaranya berat, terdengar lelah dan bosan.

Aku mengangguk, berputar ke kursi belakang dan meraba-raba. Plastik putih itu kutarik, dan dari dalam aku mengeluarkan makanan gempal isi daging.

Sasuke membuka mulutnya ketika Aku memberi sesuap bakpao. Dia mengunyah dalam diam, Aku mengamati juga dalam diam.

"Sebentar lagi hujan ya?" Aku membuka mulut. Tidak bisa diam berlama-lama. "Akhir-akhir ini cuaca tidak menentu. Lalu lintas juga sama. Merepotkan."

"Hn,"

"Mood Kurenai-sensei juga tidak bisa ditebak. Dia sedang hamil, dan tampaknya semua orang harus menyesuaikan diri dengan itu.."

Sasuke diam, menatap.

"Aku juga bingung, politik Jepang memanas dengan pengumuman turunnya perdana menteri Hayama. Beritanya selalu berada di halaman depan surat kabar.."

"Sakura.."

"Hey.. kau tau restoran yang baru buka di Shibuya? Ino dan Tenten bilang enak dan cocok jadi tempat nongkrong. Lumayan mahal tapi sepadan, mereka menyarankan kita mencoba kapan-kapan. Hanya jika kau dan Aku sudah tidak terlalu sibuk pastinya...."

"Hei,"

Aku berhenti berbicara. Tanganku yang memegang bakpao digenggam lembut oleh pemuda yang sekarang menatapnya dengan sorot yang berhasil membuatku jatuh cinta. "Ada apa?"

"Aku hanya sedang berpikir.."

"Tentang?"

Sasuke diam, dia menatap lurus ke arahku, mata kelamnya terpaku. "Kau ingat apa yang kukatakan dengan membawamu, suatu saat nanti, ke surga yang hanya kita berdua tau di mana?"

"Ya. Kau bilang nanti, ke tempat yang hanya ada kita," Aku ingat janjinya saat itu, di cafe kecil dengan segelas macchiato panas yang ia pesan. Saat itu masalah menerpa hubungan kami seperti puting beliung. Aku masih mengingatnya jelas.  Aku memiringkan wajah, menatap Sasuke menelisik. "Ada apa?"

"Kau ingin pergi denganku sekarang?" Sasuke berucap, dengan yakin dan teguh. Aku mengerjap kebingungan, ada gelombang panik yang menyerang ketika ia tanyakan itu padaku. "Ayo lari dari semuanya. Jika kukatakan mimpiku tidak akan bisa terwujud jika kita tetap terperangkap di sini dan Aku membutuhkanmu untuk pergi denganku, apa kau tetap ikut Sakura?"

"Sasuke..." lidahku kelu dan tidak sanggup melanjut kata. Namun tatapan lelahnya tampak berbinar ketika mengutarakan tanya. Ada harapan di suaranya, sesuatu yang membuat penolakan urung dan menjadi surut, perang batinku dimulai.

Aku mahasiswa berusia dua puluh dua tahun yang sebentar lagi harusnya menamatkan kuliah kedokteranku dan mengambil gelar spesialis neurologi dengan gemilang. Dan dia saat itu adalah lulusan terbaik, dua tahun di atasku yang sedang meniti karier. Masa depan kami jauh di depan dan layak dipertimbangkan. Seharusnya Aku menolak mengingat apa yang kuperjuangkan.

Seharusnya kulakukan demikian.

Namun sisi diriku mengusik dan mengambil alih. Aku mengangguk, menjadi jawaban atas tanya yang ia lontarkan. Menjadi awal atas putaran perjalanan yang serasa berdiri di atas roller coaster.






Note : Fict ringan. Maunya sweet and sour gitoeeh. Jangan lupa tinggalkan jejak ya.

Paris RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang