13

1.1K 229 53
                                    

"Apa kau baik-baik saja?"

Temari menyenggol bahuku dengan lengannya ketika ia menemukan aku melamun di meja kasir. Wanita pirang itu memperhatikan, menunggu jawaban. Aku tertawa kecil dan menggeleng.

"Tentu. Kenapa bertanya?"

"Euh.. kau melamun dari tadi, bella. Bagaimana aku tidak bertanya? Apa kau kurang makan sehingga bengong seperti itu?" 

"Maaf-maaf, banyak yang kupikirkan akhir-akhir ini," Aku mengibaskan tangan, isyarat bahwa dia bisa melanjutkan kegiatannya. 

Temari menatapku penuh selidik, "oke. Jika ada apa-apa, kau bisa panggil aku di ruang atas. Aku sedang mengerjakan desain sampul untuk edisi musim dingin." 

Aku menatap Temari yang berjalan ke arah tangga dengan menenteng tas laptop dan cangkir kopi miliknya. Aku beralih menyalakan komputer, mencari sesuatu untuk dilakukan. Belum ada pengunjung yang datang dan semua pekerjaan sudah kukerjakan. Mungkin aku bisa membantu Tilda mengurus pembukuan, wanita itu pasti akan sangat senang. 

Denting lonceng terdengar ketika pintu terayun dan terbuka. Aku mengangkat kepalaku dari layar dan menemukan Darrel berdiri di ambang pintu. Dia mengenakan coat musim gugurnya dan menatapku. 

"Ah.. bonsoir," aku mengulas senyum kecil, "kau memesan bunga?"

Darrel, anehnya, tidak menjawab. Dia berjalan ke arahku dengan senyuman dan berhenti tepat di meja kasir. "Hanya ingin menyapamu, lama tidak berjumpa."

Aku menaikkan sebelah alis, menatapnya bingung. Memang akhir-akhir ini aku tidak melihatnya, tetapi bukan berarti aku memperhatikan eksistensinya. "Eum.. baik, seperti yang kau lihat," jawabku ragu.

"Baguslah.. Aku senang dia mengurusmu dengan baik," Darren mendengus. 

Apa-apaan itu?

"Maksudmu apa?" Aku menyipit ke arahnya. 

"Si Sasuke yang bersamamu memperlakukanmu dengan baik kan? Dengan itu tidak akan timbul lebih banyak masalah."

"Sasuke? Kenapa dengan dia?" ujarku defensif. 

Darren tertawa lirih kemudian mengusap wajahnya, "maaf, maaf, harusnya aku tidak mendatangi seperti ini. Aku hanya terlalu bersemangat," Darren kemudian menatapku dan lagi-lagi tersenyum. 

Aku menatapnya masih penuh pertanyaan. Apa Darren mengenal Sasuke? Apa yang dia maksud sebenarnya?

"Dengar Sakura, aku tahu kau pasti sedang bertanya-tanya, tidak apa-apa. Aku hanya ingin melihatmu," dia menyeringai, "memastikan calonku baik-baik saja."

Aku tersentak mendengar ucapannya. Darren meraih sebelah tanganku yang berada di atas meja, kemudian mengecupnya pelan. "Sampai bertemu lagi," bisiknya dengan mata mengerling misterius. 

Darren meninggalkanku yang membeku. Aku meremang dan berdiri di sana, masih termenung seperti orang bodoh dengan gelenyar aneh yang tidak nyaman menggerogotiku dari dalam. Bahkan ketika pintu sudah tertutup dengan sendirinya dan yang terlihat di kaca hanyalah trotoar yang kosong, aku masih terpaku di tempat. 

Bunyi ponsel yang bergetar menyadarkanku dari pemikiranku sendiri. Aku meraih benda persegi itu, mengembuskan nafas pelan ketika melihat pesan masuk dari Sasuke. 


Sasuke 

Bagaimana kalau makan malam di luar?


Aku mengetik 'tentu' sebagai balasan dan meletakkannya kembali ke atas meja. Perasaan tidak nyaman yang ditinggalkan Darren masih ada. Aku mengusap wajahku dengan gusar, berusaha mengenyahkan pikiran tidak enak dari benakku. 

Paris RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang