3 Hari semenjak pengakuan Arin pada Arsyad soal kehamilannya, Arin sama sekali tak melihat batang hidung Arsyad yang mana semakin membuat Arin gelisah, perasaan takut semakin menghantam keras dirinya. Ia takut jika Arsyad meninggalkannya sendirian, ia takut jika nanti Arsyad lepas tanggung jawab.
Bahkan hampir setiap malam semenjak mengetahui kehadiran sosok baru itu Arin menangis memikirkan segala takdir yang menimpanya. Terbesit pikiran gila jika nanti Arsyad benar meninggalkannya mungkin Arin akan menggugurkan bayi di perutnya, tapi kewarasan menolak keras. Ia perempuan terpelajar tak semestinya membunuh bayi yang tak berdosa hanya karena kesalahan yang telah diperbuatannya.
Walaupun nanti jika Arsyad lepas tanggung jawab pun ia harus bisa bangkit demi anaknya.
"Rin lo kenapa ko lemes amat," tanya Yani—sahabat Arin—yang duduk sebangku dengannya kini.
"Enggak gue pusing aja mikir matematika enggak kelar-kelar," jawab Arin sekenanya.
"Yaampun ngapain sih dipikir dalem yang ada sakit lo. Mikirin kok matematika yang bikin otak rusak cepet, mending mikir gue lebih berfaedah."
Arin terkekeh. "Yang ada mikirin lo itu yang enggak berfaedah."
"Yayaya terserah lo deh, eh btw setelah lulus lo mau kuliah dimana?"
Pertanyaan yang Yani lontarkan seketika membungkam tawa Arin, perempuan itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat, pertanyaan yang semakin membuat jiwa Arin rendah mengingat entah apa bisa jika nanti ia berkuliah.
"Kenapa?" Melihat Arin yang tak kunjung menjawab Yani bertanya.
Arin menggeleng. "Enggak cuma masih bingung aja mau kemana."
"Sama sih, tapi nanti kita harus satu kampus ya kalau bisa."
"Iyah."
Kalau gue kuliah bati Arin bersuara melanjutkan.
"Yan gue ke kamar mandi bentar ya," pamit Arin.
Ia bangkit setelah mendapat anggukan dari Yani, sempat menawarkan untuk mengantar namun Arin menolak. Tujuan utama Arin bukan untuk ke kamar mandi melainkan mencari sosok Arsyad. Bisa berabe nanti jika Yuni ikut.
Langkah kaki Arin tergiring menuju kelas Arsyad, XII IPS 3. Suara berisik langsung menyahut terdengar begitu Arin berjarak radius 2 meter dari kelas Arsyad. Namanya kelas IPS rata-rata pasti dihuni para kamu laki-laki apalagi modelan lelaki seperti Arsyad.
Sedikit menebalkan muka, Arin memberanikan diri mendekat dan bertanya kepada perempuan yang tengah membuang sampah di luar kelas.
"Mau tanya, Arsyad ada?"
Perempuan berbando pink itu melirik Arin sebentar sebelum akhirnya mengangkat bahu tak tau. "Coba aja masuk. Lupa gue itu anak berangkat apa enggak."
Arin mengangguk saja tak berminat melanjutkan sesi tanya jawab, melihat dari gaya bahasa perempuan itu saja Arin malas. Perempuan jutek itu masuk meninggalkan Arin yang tetap berdiri di luar sebelum akhirnya ia memberanikan diri melongok masuk mengintip.
Di tengah keramaian kelas mata Arin pun tak melihat sosok Arsyad di antaranya, Arin menghembuskan nafas lelah batinnya makin tersiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Romance [END] (TERBIT)
Romance[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal kerja paruh waktu di salah satu restoran cepat saji bukanlah hal yang mudah. Arsyad itu nakal, namu...