Suara gebrakan pintu keras memukul lembaran kayu yang dihantam buku jari Arsyad, tangan itu kini berubah membiru. Segala kekesalan ia lampiaskan pada lapisan keras berbentuk pintu yang bahkan tak bersalah. Tembok yang tak seberapa kuat itu ikut pula bergetar merasakan betapa kuatnya seorang Arsyad memukul daun pintu, Arsyad marah.
Lelaki itu terus melampiaskan kemarahannya dengan memukul segala benda keras yang tidak berpotensi merusak. Namun, Arsyad tidak sadar jika benda yang kini berulang kali ia pukul bisa saja langsung roboh jika terus menerus di goncang. Lelah mulai mengelayuti Arsyad, air matanya mengucur deras sendari tadi ia keluar dari rumah besar kediaman Arin.
Delapan belas tahun ia hidup di dunia, semenjak kedua orang tuanya meninggal Arsyad pernah berjanji saat ibunya di makamkan maka saat itulah kali terakhir ia akan menangis, tapi takdir berkata lain. Ia menangis lagi, dengan satu alasan yang berbeda. Ia bukan menangisi akan segala perkataan Surya yang menghinanya, tapi ia menangisi segala perbuatan juga rasa dosa yang kian hari semakin terasa besarnya. Sudah cukup selama kedua orang tuanya saat masih hidup di dunia harus menanggung manusia nakal sepertinya dan kini disaat keduanya harusnya sudah tenang di alam sana ia justru menambah dosa pada keduanya.
Sekali lagi tangan Arsyad tergebrak memukul, kini bukan lagi pintu melainkan tembok yang mengantarkan getaran samar di sana. Diikuti bunyi ketukan kasar tak sabaran dari arah luar.
"Kak ... Kakak kenapa?" Suara Dela terdengar khawatir, perempuan nomor 2 itu baru saja pulang sekolah bersama Dika dan langsung dikagetkan dengan suara gebrakan keras yang berasal dari kamar kakaknya.
Nafas Arsyad yang masih memburu perlahan memudar dan memelan seiring dengan Dela yang sudah nekat masuk menerobos kamarnya, juga Dika yang muncul di balik tubuh Dela menatapnya bingung.
Begitu mata terang milik Dela masuk dan menangkap isi dan penjuru kamar kakaknya yang tidaklah luas ia terperanjat kaget. Seperti kapal pecah, seprei terlempar entah kemana, bantal guling yang juga sudah berceceran.
Atensi Dela terganti, ia menunduk melihat Arsyad yang terduduk di lantai dengan... Luka di tangannya. Kontan Dela ikut melemparkan tubuhnya ke lantai, ia menatap kakaknya penuh kekhawatiran. Jemarinya mengambil pelan kedua tangan Arsyad dan memeriksanya.
"Yaampun kak, kakak habis ngapain sih? Kenapa kakak kayak gini? Ada masalah apa kak?" Dela berujar, ia menatap Arsyad yang bahkan tak kunjung balik melihatnya.
Sejenak tangannya melepas genggaman guna memutar tas ransel miliknya, Dela mengeluarkan sesuatu dari sana. P3K, yang selalu Dela bawa walau tidak lengkap, tapi antisipasi berhubung ia juga anak PMR.
"Kakak kenapa?" Itu suara Dika yang keluar. Bocah laki-laki berseragam merah putih itu ikutan menilik apa yang sedang kedua kakaknya lakukan.
Begitu Dika bertanya barulah segala keterdiaman Arsyad hilang, ia menjawab. "Enggak papa kok, kakak cuma luka dikit." Arsyad beralibi.
"Adek kekamar dulu yah ganti baju nanti mbak nyusul," perintah Dela yang langsung diangguki Dika.
Sepeninggal bocah itu kedua makhluk satu darah itu diam, Dela sibuk mengobati dan Arsyad yang sibuk berdebat dengan pikiran.
"Ada masalah kak?" celetuk Dela tiba-tiba.
Arsyad berdehem, kerongkongannya mendadak kering.
"Dela ...," panggil Arsyad pelan.
Dela mengangkat wajahnya. "Iyah kenapa?"
"Ada yang mau kakak bicarakan."
Dahi Dela berkerut bingung, tumben. "Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Romance [END] (TERBIT)
Romance[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal kerja paruh waktu di salah satu restoran cepat saji bukanlah hal yang mudah. Arsyad itu nakal, namu...