17 - [WR] : Reza & Guntur

20K 1.8K 201
                                    

Seminggu Arin tinggal di rumah Arsyad, seminggu pula ia menjadi seorang istri. Rentang waktu yang cukup lama untuk ukuran Arin berada di lingkup asing tanpa ada kedua orang tuanya, bahkan mereka benar-benar mengisolasi darinya terlebih Papa. Mengingat itu relung terdalam Arin sakit, sebegitu besar kah kesalahan yang di perbuatannya hingga kata maaf pun mungkin tidak akan diterima papanya dengan lapang dada hingga memilih mengusir anak semata wayangnya dari rumah.

Tidak rindu kan ia? Bahkan baru 2 hari Arin tinggal terpisah rasanya ia ingin pulang kalau saja ia tidak ingat jika sudah jadi istri orang juga Papanya yang mengusirnya secara tidak langsung.
Beribu kalimat tanya bercongkol di hati Arin, mencoba berfikir positif pun rasanya sulit ada saja hal yang membuatnya khawatir.

"Jangan mikir aneh-aneh." Sebuah usapan di kening mengagetkan Arin. Arsyad datang dan langsung merebahkan diri di atas ranjang memunggungi Arin.

Lelaki itu baru saja pulang dan selesai mandi. "Ih Ar, jangan tidur disini." Arin menepuk bahu Arsyad.

"Capek Rin," gumam Arsyad.

Arin menghembuskan napas. "Tapi gue juga mau rebahan Ar, pegel," rengek Arin.

Tubuh Arsyad bergeser maju memberikan ruang, melihat itu Arin mengerucutkan bibir. Terpaksa ia ikut merebahkan diri di samping Arsyad menatap kosong atap rumah. Suara hujan terdengar dari luar selang beberpa menit saat Arin masih menatap kosong atap rumah yang mulai dijatuhi ribuan air tanpa melakukan apapun.

"Ar," panggil Arin pelan, sedikit teredam suara hujan yang kian deras disertai kilat yang mulai menyambar. Dalam hati Arin bersyukur Arsyad bisa pulang sebelum hujan.

"Hm." Hanya gumaman yang terdengar.  Bibir Arin menipis menahan sebal, ia bangun dan berjalan menuju lemari mengambil sebuah selimut tipis dan kembali tidur di samping Arsyad.

Saat mata Arin memejam mencoba untuk terlelap sebuah pergerakan terasa di sampingnya membuat kedua matanya kembali terbuka melihat Arsyad yang berjalan keluar kamar.

"Mau kemana?" tanya Arin.

"Ambil kunci motor, lupa belum gue cabut dari motor." Lalu punggung itu hilang di balik pintu.

Sebenarnya Arsyad terlanjur malas untuk bangun. Namun, lantaran teringat jika kunci motornya masih tertancap di motor membuat lelaki itu mau tidak mau bangun keluar padahal ia sudah sangat lelah.

Arin membalik tubuhnya menghadap tembok dan harusnya kini Arin sudah memejamkan mata untuk tidur, tapi semua itu buyar ketika lampu yang menjadi satu-satunya penerangan di kamar tiba-tiba mati membuat semua pandangan mengelap. Arin panik, ia tidak terbiasa seperti ini.

"Arsyad!" Perempuan itu bangun dari kasur, tangannya dan juga sisa-sisa ingatan tentang setiap detail tempat yang sudah ia singgahi saling menerjang berusaha meraba apapun.

"Arsyad!" Arin berteriak ketakutan, di rumahnya jarang mati lampu kalaupun mati lampu ia tidak pernah sendiri. Ibunya  akan langsung datang menghampirinya menemaninya.

Mengandalkan feeling tangan Arin berusaha mencari dimana letak ponselnya miliknya. "Arsyad," rengek Arin.

Ia menyerah mencari keberadaan ponselnya yang tidak kunjung ia temukan. Tiba-tiba sebuah suara pintu terbuka diikuti dengan cahaya yang masuk menampilkan wajah Arsyad yang terpancar sinar lilin membuat Arin bernapas lega.

Meletakan lilin di atas meja dekat ranjang Arsyad mengerutkan dahi melihat wajah Arin yang dipenuhi tetesan peluh. "Kenapa?" Arsyad bertanya seraya meninggalkan Arin mengambil bantal di atas kasur dan menghempaskan di bawah, tempatnya biasa tidur.

Arin masih belum beranjak, bahkan saat  Arsyad mulai menutup seluruh tubuhnya dengan selimut hendak tidur.

"Ar," panggil Arin lebih ke merengek.

Wedding Romance [END] (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang