HAPPY READING
Arin menatap benda kecil itu nanar, kedua matanya memanas seiring dengan jatuhnya tubuh merosot kebawah. Perempuan itu terduduk lemas bersandar pada dinding kamar mandi. Ia tak percaya akan apa yang kini menimpanya, apa yang sejak lama ia khawatirkan kini benar-benar terjadi.
Arin menangis keras, entah bagaimana lagi nanti nasibnya. Apa yang harus ia lakukan untuk masa depannya kelak jika ia saja di usia belia sudah berbadan dua.
Testpack itu positif menunjukkan 2 garis merah samar dan Arin tak bodoh untuk bisa menebak pertanda apa itu. Perasaan gelisah, penyesalan serta ketakutan kian menghantui Arin. Segala pikiran bagaimana nanti ia bilang pada kedua orang tuanya dan bagaimana pula respon keduanya, ia tak sanggup jika harus melihat kedua wajah penuh kecewa mereka.
Arin menangis tergugu sendirian di dalam lembabnya kamar mandi. Arin teringat dulu saat pemakaman neneknya ia pernah berjanji jika saat itu adalah kali terakhir ia akan menangis, tapi kini semua perkataan yang pernah diucapanny harus sirna begitu takdir dengan kejamnya memukul telak ia dengan kehadiran sosok baru yang sejak awal tidak pernah ia inginkan.
Rasanya sungguh sakit, beribu pertanyaan datang silih berganti saling menyalahkan takdir juga Tuhan yang mengapa begitu kejam memberikannya sebuah cobaan. Ia rapuh, ia tak sanggup jika harus di hadapkan dengan hal yang begitu besar seperti ini. Apa yang harus ia lakukan di umurnya yang masih belia namun sudah mengandung.
Entah mulai merasakannya kapan namun yang jelas hampir setiap pagi Arin mual serta kesehatan yang menurun, awalannya tak terbesit pikiran aneh. Hingga otak cerdasnya mulai menduga segala perkara yang beberapa waktu ini menimpanya, tidak biasa.
Arin lantas dengan nekat berusaha menebalkan wajah membeli testpack. Berat di awal saat perempuan itu ingin mencoba, antara takut jika nantinya semua praduga itu menjadi kenyataan dan akhirnya benar. Segala hal yanga Arin pikirkan tepat sasaran. Dan semakin menghunus Arin dalam lingkaran penyesalan.
Arin menunduk menatap pada perutnya yang masih rata, di sana ada kehidupan baru dan Arin beci mengakui itu. Perempuan itu menangis tergugu kedua tangannya meremas perut seolah melampiaskan segala kemarahan. Namun terhenti ketika bayangan potongan kalimat yang Arsyad ucapkan tempo lalu menyelinap.
Kalau misal lo hamil kita nikah sekarang, tapi kalau enggak gue juga bakalan nikahin lo
Tanpa sadar mungkin lelaki itu memberikan sebuah janji kepada Arin, hingga membuat perempuan itu kini berhenti menangis dan bangkit keluar setelah sebelumnya membuang testpack dan meraih ponsel miliknya. Ia harus melakukan ini.
****
"Ar lo lihat gak itu cewek pojokkan sana, meja nomor 8," bisik Fandi di sela pekerjanya mengelap gelas.
Mereka kini berada di pantry, dekat memang. Sengaja anatara letak dapur, pantry dan juga tempat duduk pembeli di biarkan terbuka. Jadi siapa saja bisa melihat para pelayan yang wara-wiri di dalam termasuk Fandi dan Arsyad.
Fandi mengamati seorang perempuan yang sejak tadi melihat ke arahnya, oh lebih tepatnya pada Arsyad yang tidak menyadari dan lebih memilih sibuk meracik kopi.
"Kenapa emang?" balas Arsyad tanpa mengalihkan pandangan.
"Lo gak sadar itu cewek daritadi ngelihatin lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Romance [END] (TERBIT)
Romansa[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal kerja paruh waktu di salah satu restoran cepat saji bukanlah hal yang mudah. Arsyad itu nakal, namu...