<maybe makanan sehari-hari>

71 2 1
                                    

Sabit sempat tak percaya apa yang di ucapkan Bintang, mengapa Bintang tega sekali menurunkannya di tengah jalan dengan kondisi cuaca mendung pertanda hujan akan turun.

"I-ya aku bisa".

"Yaudah, cepet". Usir Bintang ketus.

Sabit pun langsung turun dari mobil Bintang dan segera menyetop taksi untuk pulang ke rumahnya.

Dilihatnya mobil Bintang melaju cepat di depannya, ia sedikit penasaran akhirnya ia memerintahkan supir taksi untuk mengikuti mobil Bintang.

Ia terus mengikuti mobil Bintang sampai mobilnya terhenti di sebuah cafe. Sabit pun segera membayar taksi lalu turun menuju cafe yang di masuki Bintang.

Ia mengedarkan pandangannya lalu matanya berhenti di satu titik dimana ada Bintang bersama dengan seorang perempuan yang di rangkulnya.

Sabit menghela nafas pelan, entah kenapa ia merasakan nyeri di dadanya. Toh ini sudah resikonya jika kita menyukai seseorang namun seseorang itu tidak memiliki perasaan apapun terhadap kita.

"Ini mungkin makanan sehari-hari". Gumamnya lalu ia pun meninggalkan kafe tersebut dan memilih untuk pulang ke rumah nya.

...

Tuhan, tolong biarkan perasaan ini seperti ini dan jangan kau rubah sedikitpun. Karena aku ingin kembali merasakan detak jantung ku yang berdebar ketika di dekatnya, bukan tergores ketika melihatnya bersamanya

Tuhan, aku ingin melihat senyum hangatnya, tatapan teduh nya, tawa bahagianya, jika bersamaku bukan bersamanya

Sudah lebih dari setengah jam Sabit masih dalam posisinya, ia tengah menatap hujan yang turun amat deras di jendela balkon kamarnya.

Sabit merasakan jika posisinya saat ini tengah berada di tengah-tengah hubungan seseorang, ia sangat merasa bersalah karena telah mengusik kebahagiaan Bintang bersama pasangannya.

"Aish, kenapa harus ada perjodohan ini yang membuat gue punya rasa sama seseorang". Rutuknya.

Ia pun memilih mengambil gitarnya lalu mulai memetiknya perlahan membentuk melodi-melodi yang tenang, mulutnya melantunkan lagu Lebih dari egoku -Mawar De Jongh.

Setelah di pikir-pikir ia baru kali ini menyukai cowo, sejak kelas satu dan dua SMA ia terlalu fokus berlatih bela diri sampai-sampai ia tidak terpikirkan untuk menyukai cowo.

Dan entah mengapa ketika ia pertama kali melihat Bintang ada rasa tersendiri, entah apa itu ia tidak mengerti.

"Sayang, makan malam dulu di bawah Papah sudah menunggu". Suara Diani membuat Sabit sedikit tersentak kaget.

"Iya Mah". Sabit turun menuju lantai bawah di mana Papahnya sudah menunggu.

"Eh Anak Papah, gimana tadi coba bajunya?". Tanya Dion.

"Bagus bajunya Pah".

"Besok kamu ga masuk sekolah ya, harus seharian di rumah. Mamah udah suruh Diba nemenin kamu".

Sabit menghembuskan nafas pasrah. "Iya mah".

Setelah itu makan malam dimulai, hanya keheningan yang melanda juga dentingan sendok juga garpu yang saling bertabrakan.

...

"Halo Ba".

"Ape".

"Besok ke rumah gue, ke supermarket dulu jajan terus nonton film horor".

"Iye, bayarin oke".

"Sialan lu". Sambungan Telpon di putuskan sepihak oleh Sabit, dasar memang sahabatnya ini apa-apa harus di traktir biar gercep.

"Ko gue gabut". Gumamnya.

Akhirnya Sabit memilih untuk menelpon seseorang yang sangat ia rindukan.

"Iya halo?".

"Halo-halo, so banget". Cibir Sabit.

"Orang sombong gini nih".

Terdengar kekehan dari seberang sana.
"Yaela gitu doang ngambek".

"Lagi berjuang ni disini, tunggu aku ya bep". Godanya.

"Apaan kaya begitu his".

"Udahan dulu ya Telpon nya lagi kerjain tugas ni". Sambungan Telpon pun telah di matikan secara sepihak.








Hayoo siapa ya seseorang nya? Ada bep"an tuh adu"
Jangan lupa vote dan komen yaa

HurtedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang