<penghancur>

67 3 2
                                    

"Siapa suruh lo bareng sama gue, turun!". Bentak Bintang ketika melihat Sabit akan duduk di bangku mobil sebelahnya.

"O-oke". Ia pun bergegas untuk mencari angkutan umum, persetan akan terlambat atau tidak karena jam menunjukkan pukul enam lewat lima puluh lima menit.

Bintang pun langsung melajukan mobilnya tanpa memperdulikan Sabit nanti bagaimana, karena Bintang sudah ada janji bersama kekasihnya.

Tuhan tidak suka kah ia sampai seperti itu
jika bersama ku?

Sabit pun memutuskan berjalan kaki terlebih dahulu karena jika ingin menaiki angkutan umum ia harus berjalan sampai ke depan komplek.

Tiba-tiba suara motor yang di perlambat lajunya berada di sampingnya membuat ia menoleh.

"Lo bakal terlambat". Ucap seseorang itu.

"Naik!". Suruhnya.

"Em makasi Gar, gue bisa naik angkutan umum". Tolak halus Sabit.

Gara Saputra, tetangga sekaligus teman kecil Sabit ketika rumah Gara masih berdekatan dengan Sabit namun ketika pindah di komplek sekarang merekapun jarang bermain.

"Bentar lagi masuk Bit". Gemas Gara karena temannya ini keras kepala.

"Ga Gar, makasi". Tolak lagi Sabit.

"Sepuluh menit lagi gerbang bakal di tutup oncom".

"Eh ga-".

"Lo tuh ga usah keras kepala bisa ga si? mikirin kepentingan lo dulu baru orang lain". Potong Gara.

Sabit menghela nafas pasrah "oke gue mau".

Sesampainya di sekolah, gerbang pun akan ditutup tetapi untung saja Sabit dan Gara telah sampai.

Dan tepat di samping nya ia melihat Bintang keluar dari mobil bersama Mentari yang juga menatapnya dengan datar.

"Bit, yu". Ajak Gara di jawab anggukan kepala oleh Sabit, lalu merekapun memasuki kelas masing-masing.

....

"Bit, gue mau tanya sama lo". Ucapan Diba yang terdengar serius membuat ia penasaran pasalnya sejak kapan sahabatnya bisa serius.

"Nanya aja gapapa, btw ga usah serius-serius amat kali".

"Apa lo ikhlas ngejalanin pernikahan ini sama suami lo?".

"Ko lo ngomong gitu si? Jelas gue ikhlas lah Dib".

Terdengar dengusan kesal dari Sahabatnya, "gue bingung sama lo, lo orang nya bisa bikin orang ketawa, tapi selain itu juga lo sabar banget Bit".

"Gue selalu ada buat lo, gue kagum sama lo, lo harus inget ucapan gue kalo lo lagi susah lagi sedih atau butuh sandaran gue selalu ada buat lo". Sabit pun langsung memeluk Diba, ia pun merasa bersyukur memiliki sahabat seperti Diba yang sudah tau seluk beluknya dan selalu membantunya di kala ia butuh seseorang.

"Udah ah ko jadi melow-melow gini si, oh iya kenapa lo tanya soal ini sama gue?". Heran Sabit.

"Abisnya gue tadi liat..".

"Mentari, kamu ga usah nangis, liat aku hey".

"Look at me". Mentari pun mendongak dengan mata berair untuk melihat mata teduh Bintang yang memandangnya.

"Kamu denger ya, aku sama Sabit itu cuma satu rumah dan kita saling asing. Aku ga pernah anggep dia Istri aku cuma anggep dia orang penghancur kehidupan aku, dan aku cuma anggep kamu yang istimewa bagi aku".

"Ucapan kamu apa bisa aku pegang?".

"Bisa sayang". Bintang pun memeluk tubuh kekasihnya yang ia sangat sayang ini, apapun rintangannya ia akan memilih kekasihnya.

"Terus istri kamu?".

"Aku bisa ninggalin dia kapan aja, tinggal ke pengadilan terus kita cerai". Ucapnya enteng.

"Segampang itu kah?".

"Ya gampang lah yang".

"Udah yu ke kelas, udah mau masuk". Bintang pun meraih tangan Mentari dan berjalan menuju kelas Mentari.

"..Nah gitu ceritanya".

"Apa gue penghancur hidup Bintang?". Tanya Sabit lirih.

"Eh, eh kata siapa. Engga ko Bit". Diba mengelus lengan Sabit untuk menenangkan Sabit.

"Bit dengerin gue, lo bukan penghancur buat Bintang. Tapi dari sini lo harus ngerubah Bintang lebih baik lagi".

"Gimana cara nya Ba?, dia aja bicara sama gue gitu mana berani gue".

"Justru it-". Belum menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba guru yang mengajar di kelasnya sudah datang.





Hola!
Jangan lupa vote dan komen!
Happy reading:)

HurtedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang