<lebih baik>

75 2 1
                                    

Sesuai perintah Bu Fitri, kini Sabit setelah istirahat ia menuju taman belakang untuk menyirami tanaman.

Ketika ia ingin menyalakan keran air, terdengar suara tawa laki-laki dan perempuan. Karena ia penasaran ia pun segera mencari sumber suara itu.

Dilihat nya seorang laki-laki sedang berpelukan bersama perempuan, yang sepertinya dua orang itu terlihat sangat bahagia terlihat keduanya tersenyum cerah.

"Ternyata pacar kamu lebih-lebih baik dari gue". Sabit tersenyum kecut, ia pun langsung meninggalkan tempat itu. Dan kembali menyelesaikan hukumannya.

"Kenapa gue harus secepat ini ada rasa sama lo?". Tanya Sabit kepada dirinya dengan suara lirih.

Setelah memastikan semua tanaman sudah tersiram, ia pun segera kembali menuju kelasnya.

"Eh Bit, hari ini ada perlombaan silat loh".

"Dimana?".

"Ini di sekolah SMA Rajawali". Dibamenunjuk layar ponselnya yang menunjukkan informasinya.

"Masa sih gue ikut lomba lagi, seminggu yang lalu kan udah".

"Ye emang ngape? Gapapa ini si".

"Heh ompong!, gue tuh bulan ini udah tiga kali jadi perwakilan masa iya gue terus". Kesal Sabit.

"Ompong-ompong, gue mah punya nya gingsul ye!". Ucap Diba tak terima.

"Mana coba".

"Nii". Diba menunjukkan giginya yang terdapat gingsul.

"Itumah bukan gingsul, itu mah gigi monyet". Ledek Sabit.

"Sialan lo!".

"Eh ini di suruh kerjain tugas Ppkn". Ujar Diba sambil mengasi Sabit sebuah kertas yang terdapat puluhan soal-soal.

"Yang begini nih bikin gue ga demen his". Cibir Sabit.

"Makan tu silat, silat dan silat". Sindir Diba.

"Kalo gue ga mandang udah gue lempar lo".

"Hah lempar kemana?, kalo ke hati dia sih gapapa".

"Bucin cue deh, gue mau lempar lo ke segitiga bermuda". Perkataan Sabit membuat Diba membelalakkan mata.

"Ga lucu bercanda lo, udah ah kerjain tinggal cari gugel".

....

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Siswa-siswi sedikit demi sedikit telah berpulang ke rumahnya masing-masing.

Sabit juga Diba sedang memberes-bereskan alat tulis mereka, di tengah-tengah kegiatan ponsel Sabit berbunyi membuat sang empu langsung mengangkatnya.

"Ke parkiran sekarang".

"Iya". Lalu sambungan Telpon terputus sepihak.

"Gue duluan ya Dib, bye". Pamit Sabit.

"Iya bye". Sahut Diba.

Sabit langsung cepat-cepat berlari menuju parkiran mengingat jarak kelasnya menuju parkiran akan memakan waktu.

"Maaf agak telat dikit". Ucap Sabit dengan nafas tak teratur.

"Bintang, kita kemana?". Tanya Sabit.

"Fithing baju di suruh mamah gue". Jawab Bintang dengan suara datar.

Lalu mobil pun melaju meninggalkan pekarangan sekolahnya dan menuju tempat fithing baju nya.

"Eh tang, eh aku panggil apa ya". Sabit memulai topik pembicaraan karena sejak tadi suasana di mobil hanya keheningan yang terjadi.

"Bintang".

"Iya deh iya, aku mau tanya kamu ketua basket apa futsal?". Tanya Sabit.

"Bukan urusan lo".

Sabit pun memakluminya karena ia bukan tipikal orang yang gampang memasukan perkataan orang lain ke hatinya.
Sabit pun terkekeh "Iya maap deh".

Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai ke tempat fithing baju nya karena jarak nya yang begitu dekat dengan sekolahnya.

"Mba mau coba baju atas nama Ibu Rosi". Ucap Bintang kepada sang pelayan butik.

"Oh iya mas sebentar, mas sama mba nya tunggu di dekat ruang ganti ya". Pelayan itu pun beranjak pergi.

"Ini Mba, coba di pakai dan jika kesempitan atau kebesaran bilang ya Mba".

"Eh iya sebentar saya coba dulu".

Sabit pun telah memakai gaun nya yang akan di pakai untuk pernikahannya, ia menatap pantulan dirinya di cermin.

Gaun biru ini begitu pas di tubuhnya, juga tak terlalu terbuka dan sangat sederhana namun juga terkesan menarik dan indah.

Ia pun segera keluar dari ruangan ganti ini, begitu diluar ia di kejutkan dengan Bintang yang memakai tuxedo berwarna biru yang sama dengan gaunnya yang membuat kadar ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

Tak hanya Sabit yang terkejut, Bintang pun sama tetapi ia bisa mengontrol mimik wajahnya. Ia mengakui jika Sabit sangat cantik memakai gaunnya.

Setelah selesai fithing baju, merekapun sekarang menuju arah pulang ke rumah Sabit.

Di tengah perjalanan, ponsel milik Bintang berbunyi. Bintang yang mendengarnya pun langsung menepikan mobilnya dan mengangkat Telpon nya.

"Halo".

"..."

"Aku lagi arah pulang".

"..."

"Bisa ko, kebetulan lagi sendiri".

Sabit memilih hanya menyimak saja dengan pandangan menuju ke samping yang menunjukkan kendaraan berlalu lalang.

"..."

"Oke, tunggu ya". Setelah di rasa Sabit jika Bintang sudah mengakhiri telponnya, ia menole sekilas ke arah Bintang.

"Lo turun, bisa naik taksi kan?".

"Hah?". Sabit masih tak mengerti apa yang di ucapkan oleh Bintang.

"Lo sekarang turun di sini, terus cari taksi buat pulang ke rumah lo. Gue ga bisa antar karena ada urusan".




Jangan lupa vote dan komen!

HurtedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang