Prolog

3.7K 149 7
                                    

"Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa."

Kalimat terakhir dalam nasihat Pakdhe Sujiwo Tedjo itulah yang tepat untuk menggambarkan kondisi hatiku saat ini.

Dalam urusan menikah—selama tiga puluh tahun hidupku—aku belum pernah merencanakannya. Lebih-lebih tentang cinta.

Aku percaya tentang cinta, karena Allah pun Maha Cinta. Namun aku lebih sering mengabaikan perkara itu, karena masih lebih tertarik—atau bisa dikatakan terobsesi, pada dunia pendidikan. Bahkan ibuku sudah puluhan kali menyodorkan foto gadis. Bagaimana tanggapanku? Belum tertarik.

Akan tetapi ... Nayaka. Gadis itu memutar duniaku dalam waktu sekejap.

Aku bukan orang yang percaya dengan teori "Love At The First Sight" atau cinta pada pandangan pertama. Namun, senyum tulus dan mata berbinarnya di awal pertemuan kami, membuat jantungku serasa akan melompat dari tempatnya.

Bukan! Nayaka bukan gadis yang sangat cantik. Sama sekali bukan! Bahkan ia tergolong gadis biasa yang tidak memiliki banyak keistimewaan dari segi fisik.

Ok! Itu tidak masalah, yang menjadi masalah adalah; usia. Astaghfirullah. Aku ingin mengutuk diriku sendiri. Nayaka ... gadis yang membuat jantungku berulah. Ia ... usianya bahkan masih dua belas tahun. Jika mengingat jarak usia kami, aku merasa seperti Pedofil gila yang mengincar mangsanya.

Meskipun Sayyidah Aisyah dinikahi Rasulullah SAW saat beliau berusia enam tahun. Tapi Rasulullah itu ma'shum, dan Sayyidah Aisyah pun sangat mulia. Sedangkan aku hanya manusia biasa tanpa keistimewaan apa-apa.

Mungkin beberapa suku di Indonesia, ada yang menikahkan putri mereka di usia yang sangat belia—dengan pria yang usianya tidak muda lagi. Tapi ini sangat tabu bagiku. Karena setahuku, kebanyakan dari mereka yang menikahkan putri belianya, adalah mereka yang hidup di lingkungan pedesaan atau pedalaman—yang tidak memiliki cukup biaya untuk menyambung sekolah. Lalu pada akhirnya memilih menikah sebagai opsi terakhir.

Sedangkan aku? Ya Allah ... Aku hidup di lingkungan perkotaan yang memandang tabu pada pernikahan dengan gadis belia. Apalagi dengan rentang usia yang cukup jauh.

Apa yang kurasakan ini normal? Atau hanya emosi sesaat karena di usia sematang ini, aku belum pernah tertarik pada perempuan? Entahlah ... aku bingung dengan diriku sendiri. Aku sangat beruntung dalam banyak hal. Tapi merasa payah dalam hal perempuan.

***
Bersambung...

Jangan lupa Vote dan Comment ya, biar aku makin semangat nulisnya.

NAYAKA (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang