Delapan

201 28 0
                                    

Pagi ini berjalan buruk bagi Ji Ha. Ha Rin menolak sapaannya dan melengos begitu saja meninggalkan tangannya yang melambai kosong diudara.

Lebih buruknya lagi Kim Taehyung, disaat yang bersamaan dengan tawa yang paling Ji Ha ingin kubur. Pria itu sedang menertawakannya karena telah diabaikan oleh sang sahabat.

Tangan besar itu dengan cepat menarik tangan Ji Ha yang masih kosong diudara mengajaknya untuk berhigh five "kasihan aku lihat tanganmu terabaikan seperti jomblo"

"Jangan menyentuhku!" Ji Ha menarik tangannya

"Min Yoongi mengantarmu dengan selamat kan kemarin?" Taehyung mengekor Ji Ha yang hendak masuk ruang ujian.

"Kak Yoongi memang bermulut pedas. Tapi dia bukan seorang pecundang sepertimu"

"Woah. Lagi - lagi kau melukai harga diriku" Taehyung meringis. "Aku rindu kau yang begitu manis dan penurut padaku"

Ji Ha terkekeh begitu hambar "rindu kau bilang? Tapi maaf dia sudah mati" kakinya melangkah menyisakan jarak satu jengkal dari Taehyung "dan kau yang membunuhnya"

Kalimat terakhir menghantam telak hingga menimbulkan nyeri di dalam diri Taehyung. Rasanya bahkan lebih nyeri saat dirinya tak mau mengakui kebenaran perselingkuhan Minyoung pujaan hatinya--di masa lalu. Lebih nyeri dari melihat Minyoung bercumbu ria dengan pria lain didepannya.

Tapi semuanya harus kembali pada tujuan awal. Tujuan dia mulai meracau hidup Ji Ha. Dirinya tak boleh terusik dengan perasaan semacam itu. Tidak boleh!

"Kau curang kak! Ah aku kan tidak pandai olahraga" Ji Ha tidak bisa menerima kekalahannya atas Taehyung dari permainan bola basket. Taehyung tinggi, atlet basket-- sudahlah dirinya memang kalah telak.

"Baiklah-baiklah. Sekarang pilih permainan yang kau kuasai"

Ji Ha berpikir sembari mengulum bibirnya "itu--" telunjuknya membeku diudara saat ia menunjuk sebuah photoboot bermaksud mengajak Taehyung untuk berfoto. Namun tanpa disangka dari sana keluar Minyoung. Tidak seorang diri. Melainkan dengan seorang pria, dia Sungwoon kapten tim sepak bola Castle High School. Ditambah lagi tangan Minyoung merangkul mesra tangan milik Sungwoon.

"Kak.." Ji Ha melihat Taehyung yang sedang berpura - pura mengikat tali sepatunya. Dirinya tahu Taehyung sempat melihat keduanya.

"Bagaimana? mau main yang mana?" Selesai dengan sepatunya Taehyung bangkit bersamaan dengan Minyoung dan Sungwoon yang sudah pergi meninggalkan area permainan.

"Pulang saja yuk kak. Eh tidak - tidak kita ke kedai es krim langgananku. Karena aku kalah, aku akan mentraktirmu" Ji Ha berusaha tersenyum mencoba membantu Taehyung mencari pengalihan dari guncangan dahsyat dihatinya. Dari matanya nampak kekecewaan tapi senyum kotak yang masih bisa menghias wajah tampannya ia artikan bahwa Taehyung berusaha menyangkal hal yang baru saja ia lihat.

Ji Ha memilih mendudukan dirinya di taman belakang, sembari menunggu bel untuk ujian kedua hari ini. Otaknya kesulitan mentransfer materi yang diulas ulang dari catatan kecilnya. Pikirannya terganggu oleh Ha Rin yang benar - benar menghindarinya.

Bukan berarti Ji Ha tak menghargai Ha Rin dengan tak menceritakan tentang Taehyung. Dia hanya belum siap membuka luka lama. Omong kosong jika dirinya merasa tak perlu teman. Nyatanya Ha Rin dengan mudahnya menempati tempat yang kosong itu. Meski posisi Min Ji selamanya akan menjadi sahabat tersayang Ji Ha.

"Tidak usah sok menikmati kesendirian. Kau pasti kesepian kan karena teman barumu mengacuhkanmu" sahut si pria brengsek-- panggilan dari Ji Ha yang menjadi alasan Ha Rin menjauhinya.

Taehyung meletakkan susu melon dan roti keju dipangkuan Ji Ha.

Si gadis mengernyit bingung "disampingmu masih ada tempat kalau mau menyimpan barang, kau pikir--"

"Makan" sahut Taehyung singkat.

Ji Ha mendecih, kerasukan setan apa pria disampingnya ini. "Kau pikir aku tidak bisa membelinya sendiri?"

Taehyung geram sendiri, sedikit menyesal karena menjadi dalang lenyapnya sosok Ji Ha yang penurut. Tangannya kini sudah bergerak membuka bungkus roti keju dan menjejalkannya ke mulut Ji Ha "kau akan butuh energi untuk menghadapiku" kemudian membuka botol susu melon dan menyerahkannya pada Ji Ha.

Tak punya pilihan lain ia menerima botol susu dari tangan Taehyung karena pemuda itu menjejalkan rotinya dengan ukuran besar membuatnya sulit menelan.

"Pergi sana. Bukannya kau jijik dekat - dekat denganku?!" ungkap Ji Ha setelah berhasil menelan rotinya. Dia takut sesuatu sudut didalam sana kembali hidup saat menerima perlakuan baik dari Taehyung.

"Siapa bilang?" Terdengar begitu santai ditelinga Ji Ha.

"Kau yang bilang"

"Oh ya?" Sumpah wajah sok tak berdosa milik Taehyung membuat Ji Ha geram.

"Brengsek! Kau bilang sangat amat muak padaku, kau bilang aku hanyalah seorang gadis yang sok polos menjatuhkan kekasih tercintamu hanya untuk mendapatkanmu, kau bilang aku..aku--" sialan ingatan kesakitannya terpampang nyata dihadapannya.

Ji Ha memilih bangkit saat air matanya tanpa permisi meluncur dikedua belah pipinya. Ia menghiraukan botol susunya yang tumpah ke tanah. Dirinya hanya ingin segera pergi dari hadapan pria yang berhasil mematahkan hatinya.

Taehyung membeku melihat pancaran kesakitan dari mata Ji Ha. Dia seakan ciut dengan tujuan awalnya. Mampukah dia? Setelah menyakiti Ji Ha sedalam itu?

Dia bergerak berdiri mengejar Ji Ha yang setengah berlari. Tangannya menarik pergelangan tangan Ji Ha, menahan gadis itu pergi lebih jauh.

"Breng--" tak ada lagi yang mampu Ji Ha ucapkan saat labiumnya dibungkam oleh bibir tebal milik Taehyung.

Ciuman itu telah membuat debaran maha dahsyat di hati mereka dan 3 hati harus patah saat melihatnya.

Exam SeatmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang