Tigabelas

177 27 0
                                    

"Kubilang hentikan Kim Taehyung. Argh sial! Kau kerasukan apa sih?!" Teriakannya justru membuat salah satu tulang rusuknya ngilu merasakan nyeri.

"Baiklah, aku berhenti" ucapnya pasrah menurunkan tangan Ji Ha dengan hati - hati, tak ingin menyakiti gadisnya lagi kali ini.

Ji Ha belum menyadari kehadiran Ha Rin sampai gadis itu merapatkan diri ke ranjang dan memeluk Ji Ha pelan "maafkan aku"

"Hei, kau bisa menyakitinya" Taehyung melepas paksa tubuh Ha Rin.

"Kau tidak berkaca?" Sindir Ji Ha pelan. Astaga, Ji Ha yang sakit ternyata sangat menyeramkan.

"It's okay Rin, aku sudah baik - baik saja. Aku minta maaf" sahut Ji Ha.

Ha Rin menggeleng "aku juga salah, tidak menunggu sedikit lebih lama. Maaf"

"Apa kau bilang? Baik - baik saja? Tulang rusukmu patah satu, telapak tanganmu cedera, lihat bibirmu ini. Astaga" Taehyung tak habis pikir bisa - bisanya Ji Ha berkata baik - baik saja. Padahal gadis itu hampir mati.

"Kak Jungkook, bisa kau bawa temanmu ini. Dia membuat kepalaku berdenyut nyeri"

"Tentu saja bisa" dengan senang hati Jungkook menyeret Taehyung keluar dari ruangan.

Sementara disana Jimin sudah kembali "Aku senang kau sudah sadar" sahutnya tersenyum.

"Jadi, kak Jimin kakaknya Min Ji ya? Astaga kenapa aku baru tahu sekarang. Curang sekali dia menyembunyikan kakak malaikatnya" rutuk Ji Ha.

"Dimana kak Jimin saat upacara kematian Min Ji? Aku tak melihatmu"

Jimin hancur, sehancur - hancurnya saat sang adik tak bisa lagi bertahan didunia setelah menjalani kemoterapi yang ketiga. Min Ji sosok adik pertama yang Jimin dambakan bertahun - tahun. Dia sangat senang bisa melindungi adik kecilnya itu. Jimin senang saat bisa memeluk untuk menenangkan adik kecilnya yang tengah menangis.

Tapi sayang, semua kebahagiaannya hanya berlangsung selama 6 bulan saja. Dan gadis itu benar - benar pergi meninggalkan semua orang terkasihnya.

"Jimin. Ayo sarapan" sahut seorang wanita paruh baya membuka kamar putranya.

"Jimin tidak lapar mah" sahutnya. Sudah hari kedua sejak kepergian Min Ji, Jimin mengurung diri didalam kamar. Bagaimanapun dia telah menunggu selama 18 tahun hidupnya untuk bisa merasakan memiliki seorang adik. Apalagi Min Ji adalah sosok yang pantas disayangi

Sang mamah menghela napas berat, duduk disamping ranjang putranya "kau tahu, Min Ji akan sangat sedih melihat kakak tersayangnya seperti ini setelah kepergiannya. Min Ji selalu bilang setiap pergi kemoterapi 'mah, Min Ji ingin sembuh untuk kalian, terutama kak Jimin. Min Ji tidak ingin melihat kak Jimin bersedih kalau harus kehilangan Min Ji. Min Ji sayang kak Jimin meski kita tidak diikat dengan darah. Kak Jimin membuat Min Ji begitu berharga sebagai seorang adik. Mamah jaga kak Jimin ya untuk Min Ji' " air mata sang mamah mengalir begitu saja. Dia selalu bersyukur mendapatkan suaminya yang sekarang, ditambah putrinya yang menggemaskan, dan cerewet. Juga ia bersyukur pernah merasakan memiliki putri seperti Min Ji.

"Maafkan Jimin, mah" Jimin memeluk erat mamahnya yang menangis "Jimin tidak akan seperti ini lagi, Jimin tidak ingin membuat Mi Ji sedih" sambungnya ikut terisak.

"Min Ji pernah bilang akan mengenalkanmu saat hari ulang tahunnya. Menyebalkannya dia malah naik ke langit dua hari sebelum hari ulang tahunnya" Ji Ha terdiam. Disana Ha Rin mengusap lengannya mencoba memberi kekuatan.

Selama ini Ji Ha belum menceritakan perihal Min Ji yang ternyata adalah teman dekat Ji Ha sebelum dirinya datang.

"Ya, aku dapat surat dari Min Ji. Yang salah satu isinya memintaku untuk menemuimu. Aku mencobanya, sifat kalian hampir mirip. Membuatku melihat bayangan Min Ji setiap melihatmu" membuat Jimin urung untuk menemui Ji Ha, hingga kejadian Taehyung membuat Ha Rin basah kuyup. Jiwa seorang kakak dalam dirinya kembali tumbuh.

"Ow, tentu saja aku lebih kalem dari Min Ji, kak!"

"Dulu. Bahkan aku baru tahu dia lebih keras kepala dari Min Ji" Yoongi menggeleng.

Ha Rin mengangguk "Keras kepalanya Ji Ha memang tiada banding"

"Kenapa kalian malah sekongkol untuk memojokanku?" Ji Ha mencebik sebal.

"Kak, apa ayahku diberi kabar tentang keadaanku?" Tanya Ji Ha.

Jimin mengangguk "masih dalam perjalanan dari Singapura. Mungkin pukul 12 malam sampai"

"Ayah pasti khawatir" Ji Ha mendesah, pasalnya sang ayah itu sangat protektif padanya terutama setelah terjadinya perceraian.

"Oiya, ini sudah jam 10 malam. Kenapa kalian disini? Besok masih ujian"

"Kami sudah bawa perlengkapan. Tenang saja" Jimin menunjuk dua ransel di pinggir sofa membuat Ji Ha menangis haru.

"Astaga" Jimin memeluk Ji Ha.

"Bangun dari koma kau tidak menangis. Tapi hanya karena ini kau menangis?" cibir Yoongi.

"Menyebalkan! Aku pikir akan sendirian setelah ini" isak Ji Ha.

Bagi Ji Ha, tidak ada yang lebih menakutkan dari kesendirian. Itulah sebabnya saat dia bangun masih bisa mengumpat karena ada banyak orang disekelilingnya.

Dan, kali ini dia sangat terharu melihat apa yang dilakukan Jimin dan Yoongi untuknya.

Sebab, dia sudah merasakan perihnya berkali - kali ditinggalkan dan berujung pada kesendirian.

Mulai dari Ibunya, kemudian Taehyung, dan terakhir Min Ji.

Kehadiran mereka membuat hatinya sedikit terobati.

"Kapanpun, kau bisa memanggil bangtan saat kau membutuhkan" sahut Yoongi "kau juga" tambahnya menunjuk Ha Rin.

"Dan sekarang, kau panggil Jungkook. Kalian mesti pulang karena sofa disini hanya dua" jelas Yoongi.

Ha Rin hanya menurut dan keluar memanggil Jungkook.

Exam SeatmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang