4

61 9 1
                                    

Daru sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu dan aku mulai melanjutkan kegiatanku. Aku membawa laptopku masuk kedalam kamar dengan secangkir teh hijau ditangan kiriku. Setelah menutup pintu kamar dan menyalakan AC, kurebahkan tubuhku diatas kasur, kemudian membuka laptop dan melanjutkan menulis.

Sampai dimana tadi, ya?

___

Aku tak hanya memiliki Daru, ada Ghia yang selalu menjadi tempatku menumpahkan semua cerita. Aku sudah berteman dengannya semenjak SMP, kebetulan kami satu sekolah sampai sekarang. Dulu Ghia murid pindahan dari Medan, ia memilih duduk disebelahku saat pertama masuk kelas, dan akhirnya kami menjadi teman hingga sekarang.

Menurutku, Ghia adalah jomblo paling sabar yang berada didekatku. Setiap Daru menghampiriku, pasti ia akan selalu ada disebelahku, kecuali saat Daru menghampiriku dirumah.

Ghia anak yang pintar, juara umum disekolah. Makhluk paling banyak bicara jika itu mengenai lingkungan. Ghia adalah mantan duta lingkungan, setiap kali aku silap sedikit menjatuhkan sampah, ia tak segan-segan menceramahiku seperti Ibu yang cerewet jika aku tidak mencuci piring setelah makan.

Sebenarnya ia sendiri yang memilih untuk tidak memiliki hubungan spesial dengan lelaki manapun. Sudah banyak lelaki yang ia tolak cintanya, membuatku kasihan pada mereka. Jika ditanya, ia akan menjawab, "ngapain pacaran, capek gue ngeladenin chatnya tiap malam. Mending gue nonton drakor, kan lumayan segerin mata."

Mungkin nanti, ia juga punya kisah indah mengenai cinta.

___

Sudah hampir satu jam aku berkutat dengan laptopku, mengabaikan beberapa dering yang menandakan ada pesan masuk. Setelah mengecas laptop dimeja belajarku, kembali kurebahkan tubuh di kasur dan mulai membuka pesan yang masuk. Beberapa dari Daru dan sisanya dari grup kelasku.

Daru: Ra.

Daru: Bsk aku mau nemenin mama ke butik.

Daru: Ngapain ya biar gk bosan?

Daru: Bls napa cuy.

Aku tertawa membaca pesannya, aku tahu itu hanyalah bualannya agar mempunyai topik untuk mengobrol denganku. Lalu kubalas pesannya.

Sora: Stalk mantan, seru.

Baru saja aku ingin mengirimnya pesan lagi, namun di geraiku nenunjukkan bahwa ia sedang online.

Daru: Ntar merajuk lagi doiku, nggak bls chat aku.

Sora: Orang pertanyaanmu gak bermutu bngt.

Sora: Aku mau tidur, ketemu bsk. Gd nite.

Aku yakin sekarang ia pasti sangat kesal karena kutinggal tidur begitu, namun harus bagaimana lagi? Aku sudah mengantuk, apalagi setelah berhadapan dengan laptop membuat mataku terasa berat sekarang. Setelah memeriksa ponselku untuk terakhir sebelum tidur, yang kudapati hanyanya gambar emotion kecup yang membuatku tersenyum lalu masuk kealam mimpi.

___


Pagi ini Daru tidak mengantarku, ia akan menemani mamanya ke butik. Makanya sekarang aku sudah duduk didalam mobil bersama ayah. Ayah ikut bersenandung mengikuti lagu yang diputar, lagu pada zamannya dan aku tidak tahu judulnya.

"Oh iya, Ra. Kamu udah milih jurusan untuk kuliahmu?" Ayah tiba-tiba bertanya.

Pertanyaan yang sama dengan dua hari yang lalu, kadang membuatku pusing sendiri. Bagaimana ya? Bukannya aku tidak tahu tujuanku setelah lulus nanti apa, aku hanya masih merasa banyak cita-cita yang kuinginkan. Aku ingin menjadi dokter, ingin juga menjadi seniman, namun aku paling senang dengan menulis. Ketiganya membuatku bingung harus melanjutkan kemana.

"Sora belum tau, Yah. Sora ingin jadi dokter, tapi sukanya nulis. Jadi bingung." Jawabku mengeluh.

Aku heran dengan sistem pendidikan di negeriku ini. mengapa anak didiknya tidak dikerahkan ke dalam bidang yang sesuai kemampuannya saja? Mengapa siswa harus memahami semua mata pelajaran yang ditentukan? Harusnya siswa dididik sesuai kemampuannya saja. Kalau sudah begini, banyak siwa-siswa yang ingin melanjutkan kuliah bingung untuk mengambil bidangnya, sepertiku sekarang.

"Kalau kita bekerja nanti sesuai dengan hobi kita, memang menyenangkan. Tapi, kita harus tau, apa hobi kita itu bisa benar-benar menanggung masa depan kita nanti? Apa yang kita dapatkan dari hobi kita bisa menghidupi kita?"

Beginilah komentar orang awam. Bukankah kita akan mendapat hasil yang sangat memuaskan kalau kita cinta pekerjaan kita? Bukankan cinta itu datang karena kita senangi? Pastinya pekerjaan yang berdasar hobi sangat disenangi, 'kan? Jadi tidak semua pekerjaan yang sesuai hobi tidak mampu menghidupi kita, dan menurutku tidak semua penghasilan harus dibawah tangan pemerintahan, seperti ayahku.

"Iya, nanti Sora pikirkan mau kemana."

Akhirnya, aku hanya bisa mengalah. Aku sangat tidak suka jika berdebat, maka aku hanya mampu memendam pendapatku. Membiarkan lawan bicara bebas mengeluarkan pendapat. Baik sekali, bukan?

Ayah memberhentikan mobilnya didepan halte, tidak jauh dari gerbang sekolahku. Sebelum aku keluar, ayah berkata satu hal,

"pikirkan baik-baik, Ra. Lulus nanti, Singapura menunggumu."

"Ayah?" aku tidak sempat memberi bantahan sekarang, bel masuk sudah berbunyi membuatku langsung turun dari mobil.

___

raguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang