16

21 2 0
                                    

Kak Tsabi: Gmn Ra? Seru ngedate?

Eh? Kak Tsabi mergokin aku dan Arki, ya?

Kak Tsabi: Bagus kagak pilihan gue?

Kak Tsabi: Astaga, gue bayangin kalian, jiwa jomblo gue meronta2.

Apanya? Aku tidak mengerti.

Kak Tsabi: Adk gue manis nggak sih?

Daru?

Kak Tsabi: Tau gk lo, Ra?

Kak Tsabi: Si Daru sampe rela beliin kuaci tngah malem demi minta gue pilihin bunganya.

Bunga apa? Daru tidak memberiku bunga apapun.

Kak Tsabi: Ya Allah, Ra. Sumpah gue iri dengki ama lo, Ra.

Kak Tsabi: Btw, lo dmna nih? Kalo masih bareng Daru jgn bilang gue bocorin rahasianya ya.

Kak Tsabi: Hahah.. sumpah itu anak malu parah.

Kak Tsabi: Yauda deh gue gk ganggu lagi, selamat berbaikan.

Kak Tsabi: ☺️

Sial. Lo bodoh, Ra. Ini bukan tentang Kak Tsabi yang ditembak cowok atau para cowok ganteng korea haluannya. Tapi ini tentang Daru yang sialnya membuat hariku panas dingin.

Jelas-jelas Daru sudah menyiapkan acara jalannya bersamaku. Mood-ku hancur sudah, memaki diri sendiri yang terlalu bodoh memahami kadatangan Daru tadi pagi dengan pakaian yang rapi. Bahkan ia rela meminta bantuan Kak Tsabi memberiku bunga yang bahkan aku tidak tahu dimana.

"Mau mampir dimana lagi, Ra?" Aku menoleh pada Arki, "Pulang."

"Lo kenapa? Kok nangis?"

Aku lantas memegang mataku, basah. Bahkan aku tidak sadar sudah menangis, bawaan sensitif hormon PMS serta suasana yang buruk memperindah dramaku hari ini.

"Lo sakit, Ra?" Arki bertanya lagi.

"Pulang, Ki." Suaraku lirih tanpa intonasi.

"Oke, bentar lagi sampai kok."

Aku keluar dari mobil Arki, setelah mengucapkan terima kasih, aku langsung menutup pintu mobilnya tanpa menawarkannya mampir dahulu. Dengan lesu, aku membuka pagar, mataku langsung tertuju ke teras rumah.

Disana sebuah buket bunga tergeletak hampir layu diatas meja. Aku berjalan cepat, lalu mengambil bunganya, ada catatan kecil yang terselip diantara bunga lily ini.

Still love!

Sial, pipiku basah lagi.

Kapan bunga ini disini? Bahkan saat sebelum keluar bersama Arki tadi, aku tidak menemukan apapun diatas meja teras rumah. Atau aku yang tidak terlalu perhatian?

Kuhapus cepat air mataku, lalu membuka pintu rumah. Ibu adalah orang yang pertama kali kucari.

"Bunga dari siapa, Bu?"

Ibu yang tengah menonton, menoleh "Bunga apa? Kamu dapet dimana, Ra? Nggak ada yang ngirim bunga dari tadi."

"Di teras."

"Ibu belum keluar seharian, gak tau deh. Layu begitu, kasian banget." Ibu memegang bunganya yang memang hampir layu.

"Sora naik dulu, Bu." Aku langsung menuju kamarku.

raguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang