"Dar, kenapa harus kamu sih?" Ulangku lagi, kali ini bisa langsung melihat wajahnya.
"Nggak enak kalau ditolak."
"Bukan itu yang aku tanya."
"Woi, masuk gak? Ngapain berjemur situ?" Suara serak namun kencang membuatku menoleh kebelakang. Dipintu depan berdiri seorang Ghia dengan piyama Doraemonnya sambil memegang mug berwarna pink. Ah, bocah.
Aku berjalan mendekatinya, disusul Daru dibelakang. Aku menatap Ghia tajam, mengintimidasi.
"Apaan lo? Sakit gue, beneran." Balasnya sambil mendelik, seolah tahu pikiranku.
"Ganti baju dong Ghi, gak malu lo ada Daru?" Tanyaku berlalu masuk kedalam, berjalan ke ruang keluarganya, kulihat diatas meja sudah ada tiga gelas kosong dan sebotol es sirup orange.
"Baju gue sopan, celana panjang, lengan panjang. Masa iya gue harus pake dress?"
"By the way nanti Arki juga kesini." Ujarku memberinya informasi. Ghia hanya mangut-mangut sambil meminum minumannya.
"Makanya gue naruh tiga," katanya sambil menunjuk gelas diatas meja. "Daru gak masuk?"
Iya juga ya? Kemana laki-laki itu? Dia tidak salah pintu 'kan? Baru saja hendak mencarinya diluar, Daru masuk. Tidak sendiri, ia bersama Arki yang membawa sekantong apel ditangannya. Eh? Aku lupa membawa buah tangan.
"Sakit apa lo? Nggak menular 'kan?" Daru duduk disebelahku lalu menaruh kantong plastik yang tertulis salah satu nama toko kue . Ya ampun aku tidak sadar juga kalau Daru sudah menyiapkan kue itu.
"Bangke lo! Kalau nular, lo duluan gue datengin."
"Duduk, Ki." Ujar Daru pada Arki yang masih berdiri di sebelah Ghia, sedang aku dan Daru sudah duduk lesehan diatas karpet berbulu merah yang ada di ruang keluarga Ghia.
Arki duduk disebelahku setelah memberikan sekantong apel itu pada Ghia yang mengucapkan terima kasihnya. Ghia juga ikut duduk diseberang meja lalu menuangkan minuman kedalam gelas.
"Oh iya, gue juga bawain tugas tadi buat lo." Arki mengeluarkan dua bukunya untuk Ghia. Aku terkikik geli melihat wajah masam Ghia menerima buku itu. Ternyata Arki membawa banyak buah tangan.
"Kok lo baik banget sih? Maunya 'kan lo pura-pura jahat gitu, biar saingan lo dikelas berkurang." Sekarang aku yang memutar mata malas. Dua makhluk di depanku ini para pengejar nilai sempurna.
Kami menghabiskan waktu hingga asar dan Daru sudah mengajak pulang, mau sholat katanya. Ah Daru.. calon imam-able banget 'kan?
"Oh ya, Ra. Untuk tugas kimia, kita cari barang besok ya? Gue cuma luang besok."
Aku yang ingin memakai helm yang disodorkan Daru, lantas melihat Arki yang berdiri dibelakangku. Aku bahkan tidak tahu bahwa satu kelompok dengannya untuk pembuatan produk kimia.
"Yang lain gimana?" Aku berbalik menghadapnya.
"Yang lain gak ikut, gak perlu rame soalnya buat beli bahan."
Aku melihat Ghia yang berdiri didepan pintu, di belakang Arki, mengangkat bahu seolah tidak tahu. Gimana sih ini? kenapa jadi mendadak begini? Batal dong ketemu Kak Tsabi. Arki sialan.
"Ya udah deh." Pasrahku akhirnya.
"Pulang sekolah ya, Ra."
Aku mengangguk, lalu pamit padanya. Memasang helmku dan duduk diboncengan Daru. Setelah Daru pamit pada Ghia juga Arki, kami keluar dari perkarangan rumah Ghia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ragu
Teen FictionDia pernah patah. Perpisahan dengan sang mantan meninggalkan luka pada dirinya. Luka pertama yang pernah ia rasakan ketika mengenal kata jatuh hati. *** Aku adalah penawar, katanya. Enam tahun berteman, aku adalah orang yang selalu hadir saat tawa m...