5

63 10 1
                                    

Jogging pagi tak pernah absen setiap hari minggu untuk aku dan Daru. Sudah menjadi kebiasaanya menungguku diteras rumah untuk mengajakku jogging. Seperti sekarang, ia sudah duduk dikursi teras sambil mengikat tali sepatunya, sedangkan aku masih duduk dikursi sebelahnya dengan wajah baru bangun tidur. Malas sekali untuk berlari hari ini. Aku sudah merayunya untuk tidak jogging minggu ini, aku bilang lebih baik kita jalan-jalan saja di alun-alun kota. Tapi katanya, selesai jogging ia akan membawaku kesana. Intinya, jogging tidak boleh terlupakan.

"Sora.."

Mendengarnya memanggil namaku seperti menahan kesal membuatku beranjak dari dudukku. Aku berganti pakaian menjadi pakaian olahraga. Jogger selutut dan kaos yang kebesaran berwarna biru menjadi outfitku minggu ini. Aku mengucir asal rambutku, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci mukaku.

Aku langsung menghampiri Daru yang sejak tadi menungguku, tampak ia sedang bicara bersama ayah. Sudah bisa kutebak pembahasan yang sedang mereka bicarakan, tidak lain tentang memancing ikan atau bermain gitar. Ayahku dan Daru memang sehobi, maka tak jarang mereka sering memancing ikan bersama atau duduk di halaman belakang untuk bermain gitar. Eh, aku jadi tidak yakin mereka membicarakan hobi mereka. Bagaimana kalau mereka membahas ide ayahku yang ingin melemparku ke singapura? Tapi mereka saling tertawa, ada hal lucu kah? Berarti bukan masalah kuliahku kali ini, tidak mungkin mereka akan membahas masalah itu dengan tidak serius seperti ini.

"Udah siap."

Ucapku saat berdiri disamping kursi Daru. Lalu ia pamit pada ayahku dan kami berjalan kaki menuju taman komplek rumahku yang biasanya ramai setiap minggu. Aku mengikutinya melakukan pemanasan sebelum jogging, katanya agar nanti terhindar dari cedera saat berlari. Aku iyakan saja apa yang ia katakan, karena aku percaya apapun katanya adalah cara ia mengajarkanku peduli untuk diri sendiri.

Daru mulai berlari kecil, ia meninggalkanku yang masih santai berjalan. Lagipula aku sedang malas berlari, jadi kubiarkan ia berlari sendiri. Daru semakin jauh dari langkahku, dia benar-benar tak berperasaan meninggalkanku dijalanan begini.

Akhirnya aku sampai ditaman, disini sudah ramai dengan anak kecil yang berlari-larian saling mengejar, ada juga yang sedang berlari kecil seperti yang Daru lakukan. Tapi sudah disini, aku tidak menemukan Daru. Apa Daru belum sampai? Tapi tidak mungkin, ia pasti sudah sampai dari tadi.

"Aduh."

Kudengar seseorang meringis dibelakangku, aku berbalik dan melihat seorang gadis berkacamata hitam dan kayu ditangannya terjatuh disamping kursi taman. Jika aku boleh menebak sepertinya ia buta dan tidak sengaja menabrak kursi tersebut. Aku membantunya bangun, dan ia mengucapkan terima kasih.

"Kamu mau kemana? Biar saya antarkan." Tanyaku.

"Bantu aku mencari tempat duduk, aku lagi nunggu kakakku."

Aku membawanya duduk diatas kursi taman yang tadi ia tabrak. Ku perhatikan wajahnya lekat-lekat, seperti tidak asing. Pikiranku berkelana, mencoba mengingat-ingat wajahnya. Namun tiba-tiba ponselku berdering, Daru meneleponku.

"Ra, kamu dimana sih?"

Terdengar suaranya sedang kesal, ia berdecak.

"Aku di kursi taman didepan pohon jambu."

"Tunggu aku disitu."

Ia memutuskan panggilannya, setelah memasukkan ponsel ke saku celanaku, gadis disebelahku bertanya namaku dan ia mengulurkan tangannya.

"Terima kasih Sora."

Aku mengangguk. Maaf, aku lupa bahwa dia tak bisa melihatku, maka ku jawab sama-sama. Lalu aku menanyakan namanya, sejak tadi ia belum memberi tahu namanya. Baru saja aku bertanya, Daru datang menepuk pundakku dari belakang yang membuatku kaget nyaris berteriak.

raguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang