O2.4 : eksistensi sebuah kegoisan

1.4K 340 21
                                    

O2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

O2.4 : eksistensi sebuah keegoisan.

"knock-knock, pak polisi?"

dio terkekeh, tubuhnya yang memang tengah duduk dikursi meja belajarnya yang membelakangi posisi pintu masuk kamarnya lantas menoleh kebelakang. Melihat sang bunda yang tengah berdiri diambang pintu dengan segelas cokelat panas ditangannya.

"apasih bun? Emang aku masih TK yang password masuk kamarnya begitu?" kata dio sedikit sewot, tapi kekehannya ga hilang dari bibirnya.

Bundanya tertawa seraya berjalan mendekat kearah dio, lalu mendudukan dirinya dipinggiran kasur, yang bersebelahan dengan tempat dio duduk, "ya, kamu kan forever baby menurut bunda. ga boleh protes." ucap sang bunda seraya meletakan gelas berisi coklat panas itu dimeja belajar dio.

"so, how was your day?" tanya bunda, seraya meraih tangan dio yang tengah memegang sebuah pensil, ia letakan pensil itu diatas meja, lalu menggenggam sepenuhnya tangan anak bungsunya itu.

Dio menatap genggaman tangan bunda pada tangannya, lantas tersenyum, "fine today." ucap dio singkat.

"ga bohong, kan? ada banyak definisi fine didunia ini. Kamu tahu, kan?" tanya bundanya lagi memastikan.

Dio terkekeh, lalu mengarahkan tangan bundanya yang berada digenggamannya, dilepas, hanya untuk diletakan didadanya. Membiarkan sang bunda merasakan detak jantungnya yang normal.

"bunda yang paling tahu, kalau aku bohong, aku bakalan cemas. Dan detak jantungku jadi bermasalah. Bunda rasakan sendiri sekarang. Aku ga bohong bunda." ucap dio,

tangan cila yang bebas bergerak mengelus surai legam milik dio, "yo." panggil cila, dio tersenyum lembut.

"iya, bunda?"

"kamu tahu bunda sayang banget sama kamu. Kalo ada apa-apa sama kamu, bunda akan merasa sebegitu bersalahnya sama kamu. Bunda bakal kecewa sama diri bunda sendiri. Kamu tahu itu, kan?" ucap cila lirih.

dio mengangguk, "dio seratus persen tahu, bunda. dio janji ga akan buat bunda kecewa sama diri bunda sendiri." ucap dio pelan, lembut terkesan lirih.

setidaknya, untuk saat ini, dio belum mau mengecewakan bunda karna keegoisan dio sendiri. Maafin dio, bunda.










































Hanandi menyesap teh hangat yang dibuat sang istri untuknya. Kini ia tengah mendudukan dirinya diteras rumah, bermaksud menunggu gama, putra sulungnya pulang. Beberapa kali melirik kearah jam tangannya, yang sudah menunjukan pukul sembilan malam.

"mas?"

Hanandi menoleh kebelakang, kemudian tersenyum begitu mendapati istrinya yang datang menghampirinya. Hanandi menepuk tempat kosong disebelahnya. "sini, temenin mas nunggu gama pulang." ucap hanandi.

Cila terkekeh, "mentang-mentang baru pertama kali pulang duluan daripada anak-anak, waktunya jadi dimanfaatin banget buat nyambut anak-nya. Seneng deh aku." ucap cila, seraya memeluk pinggang sang suami dari samping yang langsung dibalas dengan hanandi pelukam hangat disekitar bahunya.

Hanandi mengecup kening sang istri lembut, "iya dong. Aku biasanya jaga malam mulu. Balik paling cepet juga jam satu malem. Itu juga harus pergi lagi ke rumah sakit jam empat pagi, ga sempet liat anak-anak atau sarapan bareng. Jadi kalo punya waktu, ya harus dipakai sebaik mungkin." jelas hanandi.

Cila semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang suaminya. "hehe iya-iya. Makin seneng aku dengernya."

"jadi, gimana dio?" tanya hanandi.

Cila terdiam, seraya memainkan jari jemari suaminya, nafasnya perlahan lirih, Jantungnya mendadak berdetak lebih cepat. Cila gelisah, "dio masih jadi bom waktu yang sampai kapanpun sulit untuk bisa aku pahami."

"setiap kali aku berhadapan sama dio, aku merasa gagal. Aku merasa, ilmu yg aku pelajari, semuanya mental gitu aja." ucap cila, hampir terisak.

Hanandi mengeratkan pelukannya, "kamu ga boleh ngomong begitu. Kamu harus tahu satu hal, biar pun kamu gagal dalam segala hal, kamu tetap berhasil dalam satu hal. Menjadi seorang ibu untuk anakmu. kamu sudah berhasil, karna kalau engga, dio ga mungkin bertahan sampai sekarang kan? selalu ada orang kuat, dibalik sosok yang kuat. Dibalik dio yang kuat melawan jantungnya sendiri, ada kamu yang selalu berusaha ada untuk dia. Ini semua, soal waktu aja. Sabar, satu persatu ya?" ucap hanandi menenangkan seraya mengusap lenbut pucuk kepala sang istri.

"baik aku dan kamu sama sama tahu, kalo ga cuma kamu yang takut kehilangan lagi. Aku pun sama. Kalo kita ga sama sama sabar, bakal kayak apa akhirnya nanti?"



























dodo gelisah, berulang kali mencoret hasil lukisannya sendiri karna pikirannya yang penuh dengan keadaan sang ayah.

dodo menggigit kuku jarinya, berulang kali menatap kearah pintu kamar asramanya khawatir. Hatinya terus berbisik, apa harus jenguk ayah?

"argh!!!" pekik dodo frustasi, kembali mencoret asal lukisannya. Namun kemudian dodo tersadar, begitu melihat hasil lukisannya.

Pada awalnya, dodo melukis seorang bayi yang masih berada dalam rahim sang ibu. Dengan latar gelap, bayi itu tetap tumbuh dengan senyum dibibirnya. Namun semua itu mendadak hancur saat dodo menggoreskan asal cat merah menyilang besar ditengah rahimnya.

atau mungkin, ini disengaja?

gelisahnya seolah menyadarkan, bahwa kondisinya saat ini sama seperti keadaan bayi dalam rahim yang dilukisnya.

Tak diinginkan, kelam.

"apa harus jenguk ayah, ya?" gumam dodo lagi, seraya menyentuh kanvas yang tadinya ia hendak buang karna dirasa gagal. Namun kini ia urungkan.

dodo mengigigit bibir bawahnya, ia beranjak berdiri seraya membawa lukisan itu keluar dari kamar asramanya. Ia berjalan gontai, menuju ruangan tempat dimana pada akhirnya ia bisa memutuskan.

Menuju ruang wali kelas untuk meminta izin, izin untuk menghubungi bundanya.

"coba dulu, deh." gumam dodo, tanpa berpikir lebih jauh akan kesiapan dirinya menghadapi titik balik kehidupannya

to be continued.

A/N

so, dichapter ini aku banyak ngasih kode tentang kejadian besar yang bakal terjadi dibuku ini. Pertama, adalah foto pembuka dichapter ini.

Foto itu bertuliskan, i tried to commit suicide 5 timmes. Siapa? dari keluarga refat? Atau justru keluarga evan?

cila adalah seorang psikolog anak, jika dia tahu apa yang terjadi diantara kedua putranya, akan sehancur apa hatinya?

Pertanyaan terakhir, disini dodo berusaha meruntuhkan eksistensi keegoisan dari dalam dirinya. Tapi apakah saatnya tepat?

Ayo, utarakan pendapat kalian disini. Pendapat kaliam bagus-bagus, aku sering dapet ide dari komentar kalian yg emang bagus bagus banget.

so, masih adakah yang mau baca dan berdiskusi dicerita ini? 😭

we're in this together. | pds2-pdxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang