O2.6 : tumbuh bersama untuk jadi asing.
"dodo benci ayah evan." ucap dodo sesegukan, masih meringkuk dikursi halte bus dekat sekolah dio. Sementara dio, daritadi hanya duduk diam mendengarkan curahan kekesalan dodo, anak laki-laki yang beda satu tahun dengannya itu sembari mengusap-usap lembut punggungnya.
"gaboleh ngomong begitu, om evan itu tetep ayah kamu, dodo. Sebenci apapun kamu sama beliau, beliau juga pasti bakal jadi tempat terakhir buat kamu melepas segalanya nanti." ucap dio lembut, kini sedikit merapihkan rambut dodo yang berantakan.
"kamu kok bisa sampai kesini? Emangnya tadi kamu darimana?" tanya cardio, begitu hati-hati. Takut kalau dodo tidak mau memberitahunya.
"ayah evan sakit, dodo tadi dari rumah sakit rencana mau jenguk ayah disana. Tapi engga jadi karna dodo dengar semuanya." ucap dodo,
cardio memicing, "dengar apa sampai dodo nekat kesini udah malem begini? Untung aja abang masih disini, coba kalo engga? Kamu mau ngapain? Diculik loh." baik, kini dio mulai mengomel.
Dodo terkekeh disela tangisnya, "mana ada yang mau nyulik dodo? Kan abang dio sendiri yang bilang dulu pas dodo kecil, kalo dodo ini banyak makan ga bakal ada yang mau nyulik." ucap dodo, kini menghapus secara kasar airmatanya.
Cardio tanpa sadar ikut terkekeh, benar juga. Namun ekspresinya kembali normal, menatap serius kearah dodo, "jadi? Kamu.. dengar apa?"
Dodo menatap lekat-lekat cardio, dar matanya, dio bisa menangkap ada gurat kecewa yang begitu besar yang bisa menciptakan luka yang tak kalah besar, "kak dio tahu, kan, sebenci apa ayah evan sama seni?"
Dio menelan ludahnya, seraya mengangguk. "dulu waktu kecil, semua peralatan seni yang dodo punya, itu semua bisa ada ditangan dodo dengan usaha keras. Dodo rela ga jajan, ga makan diluar cuma buat bisa beli peralatan seni lukis dodo sekarang. Cuma karna takut ayah marah kalau dodo minta sama ayah." ucap dodo, mulai membuka suara.
"bang dio inget, kan, dulu ayah ga perbah segan buat matahin canvas atau buang kuas yang dodo punya, karna sangking ga sukanya sama hal berbau seni. Ga pernah dateng ke pagelaran seni waktu dodo smp, ga pernah bangga kalau dodo menang juara lukis walaupun itu tingkat nasional sekalipun." ucap dodo,
"dodo ga pernah tahu alasan ayah seperti itu kenapa? Ayah ga pernah kasih tahu. Yang dodo tahu, ayah benci seni, atau mungkin ayah benci sama dodo, ya?" tanya dodo, kini pandangannya jatuh kepada langit malam yang mulai siap menurunkan air dari atas sana.
Sebentar lagi hujan.
Dio menggeleng, "dodo gaboleh ngomong begitu, setiap hal yang kita alami, setiap hal yang dilakukan seseorang, pasti ada alasannya." ucap dio lembut, berusaha meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
we're in this together. | pds2-pdx
Подростковая литератураsetiap kita, punya cerita. #1 on X1 (10012020) #1 on seungwoo (07032020) #3 on X1 (11012020) ©sinema keluarga || lokal || -savageafme.