O1.5 : berkurang satu kenangan

1.5K 402 38
                                    

O1.5 : berkurang satu kenangan.

adelyna sendirian dirumah. Setelah putra sulungnya mengantarnya pulang, ansel langsung bergegas ke kantor menyusul sang papa yang sudah mulai rewel kewalahan.

Adelyna memasuki rumah, seketika hening menyelimuti benaknya. Pandangannya mengedar keseisi rumah, lantai satu, lagi, ia rasakan hening yang begitu terasa kali ini. Langkahnya bergerak menaiki tangga, menuju sebuah pintu kamar yang selama ini selalu ia cek barang dua jam sekali hanya untuk memastikan kalau yang empunya kamar tertidur dengan nyaman.

putra bungsunya, dodo.

Adelyna tersenyum ketika semerbak wangi cat air menyelimuti indera penciumannya. Masih begitu terasa kehadiran dodo disini baginya. Namun, ia tak melihat anak itu disana.

Adelyna melangkah masuk, tangannya bergerak menjalar menyentuh dinding kamar dodo yang banyak menyisakan bekas sobekan kecil. Masih adelyna ingat kalau tadinya seisi dinding kamar dodo penuh dengan tempelan kertas yang sudah terlukiskan hasil karyanya.

tanpa sadar adelyna menangis.

"maafin bunda, ya, do."



























Evan cho memasuki rumah seraya melonggarkan dasinya yang terasa mencekik lehernya. Pandangannya tertuju pada sang istri yang tengah duduk lesehan dekat meja kecil yang berada didekat sofa ruang tv. Ia lihat istrinya itu tengah menulis ditemani sebuah kalender didepannya.

"kamu ngapain, sayang?" tanya evan, berdiri menyamping, menyender pada tembok ruang tengah, seraya melipat tangan didepan dada, "aku pulang sampai ga sadar begitu. Serius banget."

Adelyna menoleh kebelakang sebentar, lalu kembali fokus pada pekerjaannya, "aku lagi buat jadwal kunjungan kita ke sekolah dodo nanti. Barusan aku udah minta jadwal kamu dikantor sama ansel. Aku atur jadwal, sebisa mungkin bisa ngebuat kamu ikut jenguk dodo disana."

Alis mata evan terangkat sebelah, kekehan kecil keluar dari bibirnya, "harus banget apa aku ikut jenguk anak itu? Anak itu juga dikasih uang sama aku buat ngelakuin apa yg dia suka juga udah seneng. Kalo aku ikut, yang ada aku ribut terus sama dia." ucap evan dengan nada main-main,

adelyna menghela nafas, "ya kamu juga suka banget ngeladenin omelannya dodo. Asal kamu tau, dodo ngeliat kamu hadir didepan dia aja juga udah cukup senang. Dia hanya ga tau aja cara nunjukinnya ke kamu gimana. Seharusnya kamu paham." kata adelyna tanpa menatap kearah sang suami.

"kamu lagi mancing buat ribut sekarang? maksud kamu ngomong begitu mau ngasih tau kalo dodo jadi anak pembangkang itu gara gara aku yang terlalu mengekang?" tanya evan, sekarang berjalan mendekat kearah sang istri.

Adelyna sekali lagi menghela nafas, "dodo ga pernah membangkang, kamu aja yang terlalu banyak kasih batasan. Sama kayak kamu yang nuntut banyak hal ke ansel."

Evan berdecak, "terserah kamu, lah. Emang kamu yang paling hebat kalo soal masalah psikologis anak. Aku sampai kagum." katanya, meledek. "oh iya, kamu ga usah repot ngatur jadwal kunjungan, aku bosnya. Aku bisa mendadak ganti jadwal." kata evan lagi,

"so its mean, kalo kamu mau jenguk dodo, jenguk aja. Ga usah ngajak-ngajak aku." kata evan sekali lagi, meninggalkan adelyna yang menghela nafas sekali lagi.





























Adelyna tersentak dari tidurnya, keringat membasahi tubuhnya. Ia melirik kearah belakang dimana ia langsung disuguhi oleh wajah evan, sang suami, yang tertidur pulas sambil memeluknya dari belakang. Adelyna melirik kearah jam dinding, jam dua pagi ternyata.

Adelyna bangkit pelan-pelan, turun dari kasur, keluar kamar untuk mengambil minum didapur. Setelahnya, ia menaiki tangga, menuju lantai dua. Membuka satu kamar. Ketika pintunya terbuka sedikit, dirinya teringat. Terhenti seluruh gerakannya diambang pintu.

Adelyna lupa, penghuni kamar ini baru saja tinggalkan rumah.

Adelyna menghela nafas, lalu memasuki kamar itu. Kamar putra bungsunya, dodo. Ia mendudukan dirinya dikasur tempat dodo tidur selama ini.

Dan adelyna menangis.

anak anak serupa kenangan. Yang akan dan selalu tumbuh didalam hidup setiap insan. kenangan adalah anugrah, meski kelam, kau bisa belajar bangkit darinya. Meski bahagia, kau bisa belajar bersyukur karenanya. Meski pergi, bisa kau rasakan sedih akibatnya. Jika bertahan, bisa kau rasakan deru sorainya. persis, serupa anak-anak.

"bun?"

Adelyna mendongak begitu mengenali suara dari sosok yang ia kenal, "loh, ansel belum tidur?"

"ansel ga bisa tidur. Bunda kok disini?"

"bunda kangen dodo. banyak yang mau bunda omongin sama dodo. Tapi bunda ga pernah sempat atau mendadak kelu kalau didepan dodo. Ansel, bunda salah dalam banyak hal, ya, sama dodo?"









to be continued.

A/N
Kenapa sih evan bisa bereaksi berlebihan hanya karna adelyna berkata seperti itu?

oh iya, banyak yang menyangka kalau dodo mau ansel ngomong maaf ke dia, tapi nyatanya, bukan ansel lah yang dodo ingin dengar kalimat maafnya.

tapi, kalian tau sendiri kan siapa?

sejauh ini, bagaimana ceritanya?

we're in this together. | pds2-pdxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang