Bab 46 : Nightmare

391 30 2
                                    

Mereka bilang hidup itu berawal dari mimpi
Tapi baginya, mimpi adalah alasan untuk lebih baik mati
.
.
.

Flashback on

1,5 tahun yang lalu. Hari itu menjadi hari yang sangat penting bagi Lolita. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya ia mendengar pengakuan dari Riyan bahwa pria itu mencintainya. Dan dengan cincin di jari manisnya menjadi bukti bahwa mereka benar-benar telah menikah.

Meski lokasi pertukaran cincin tak secantik yang biasanya ada di sinetron atau drama-drama Korea. Ya, mereka melakukannya ketika menjalani kencan pertama mereka dengan makan bakso di pinggir jalan Udayana. Meski begitu, bagi Loli, tak ada moment yang bisa menggantikan moment itu. Baginya, itu lebih dari sekadar indah.

Tuk.

Kepalanya membentur pelan jendela mobil. Padahal perjalanan menuju rumah mereka tinggal 5 menit lagi. Riyan sengaja memelankan laju mobilnya agar tak memberikan getaran keras yang bisa membangunkan Loli.

Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di halaman dan bersiap memarkir mobilnya di bagasi. Adriyan memandang Lolita dengan penuh kasih sayang. Sesekali tersenyum, tak percaya bahwa kini semua telah berakhir.

"You did well," katanya menyurat senyum yang menambah ketampanannya hingga berkali-kali lipat.

Adriyan segera membawa Loli ke kamarnya agar gadis itu bisa berisitirahat dengan benar. Ia melepas tubuh mungil itu di atas matras dengan sangat pelan. Ia mengecup kening kekasihnya sebelum benar-benar beranjak pergi.

Dering telepon mengganggu aktivitas Adriyan yang tengah menyusun berkas-berkas di mejanya. Ia meraih ponsel di atas meja samping tempat tidur dan mendapati nomor yang tak dikenal. Bahkan si penelepon menggunakan private number.

Setelah mendapatkan dua panggilan secara beruntun, pria itu pergi meninggalkan kamarnya dan sesosok gadis yang masih terlelap dalam tidurnya.

Tak berselang lama, Lolita terbangun karena suara hentakan kaki yang cukup asing bagi indera pendengarannya. 6 bulan tinggal bersama Adriyan dan bi Mona membuat gadis itu menghapal dengan baik pola langkah kaki dari keduanya. Tapi kali ini... Terasa berbeda baginya.

Pintu kamarnya terbuka cukup kasar. Lolita dihinggapi rasa takut yang luar biasa. Ia bahkan bisa mendengar deru napasnya memburu.

"Tidur, ya?"

Deg.

Suara ini...
Nggak mungkin...
Ini kan...
Kok bisa?
Bukannya waktu itu dia udah di rumah sakit jiwa..?
Nggak, gue pasti mimpi.
Ayo tidur lagi.
Sapa tau pas gue bangun, ini makhluk udah nggak ada.
Lagian Riyan dimana si?

"Dia nyenyak banget. Kan gue jadi ngga tega buat bangunin dia," ujarnya pada seseorang melalui telepon.

Nih Curug Beringin ngomong sama siapa?

"Haha apalagi kalo bukan ngebantai istri lo?"

Set dah.
Dikira nyawa orang SDA yang dapat diperbaharui apa?
Tapi dia ga pernah main-main.
Yarob, gue mendadak inget Acha.

"Lolita Agustin. Lo kira lo bisa begoin gue? Gue tau lo bangun. Tapi, sepertinya gue tunda dulu ajal lo untuk sementara. Sepertinya suami gue mulai bisa diajak kompromi."

Suaranya berhenti. Yang terdengar hanyalah suara napas berat. Sementara Loli tengah berusaha mengingat-ingat hapalannya.

Kali-kali aja gue bisa syahid, kan? Muroja'ah pas lagi dibantai habis-habisan.

Nikah Lagi, yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang