Bab 11 : Udah Kebal

486 39 1
                                    

Cekicekicekidot~
.
.
.
.
.
.

Omegatt! Si Tiang mabok, ya? Gimana kalo nanti ada temennya yang lain? Dikata bohong itu pahala kali, yak?

Mereka duduk di meja kantin berhadapan. Sementara Gea duduk bersebelahan dengan Riyan. “Nah, gu-gue mendingan pulang dulu deh, ntar bi Lisa ngamuk gara-gara jomblo di rumah,” pinta Loli penuh alasan. Riyan tahu bahwa Loli mengatakannya hanya karena ia tak ingin berlama-lama di sini.

“Oh, gitu? Kalo gitu mana bekel gue?” tagih Riyan sambil mengulurkan tangannya di depan Loli yang sedang bertengkar dengan pikirannya.

Eh? Dia tau?

“Kok lo tau? Cem dukun beranak aja lo,”

“Tadi bi Lisa nelepon gue katanya lo ke sini bawain gue bekel. Makanya gue tadi keluar buat nyari lo. Eh, lo malah nyempil kayak tokek depan ruangan gue,” tutur Riyan menjelaskan.

Ck. Bi Lisa kok curang, sih? Nggak bilang-bilang kalo skenarionya begini.

“Oh, gitu?” cengir Loli sambil menggaruk tengkuknya yang berpapasan sama nyamuk yang lagi pe-em-es di jalanan.

Ia segera membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sesuatu : lunch box yang dibawanya dari rumah.

“Lo nggak naburin Arsenik, kan?”

“Gue tumpahin sebotol perklorit biar lo bego,” timpal Loli sambil menyiapkan makanan untuk Riyan.

“Bengis amat lo. Kalo gue bego, terus lo makan apa?” sabet Riyan manyun.

Jangan lupa, ada Gea di sampingnya. Gadis biutipul ples itu mengernyitkan alisnya beberapa kali selama memperhatikan tingkah Adriyan dan Loli yang baginya sedikit tidak wajar.

“Ah, bentar, kenapa dia nggak bisa makan kalo lo bego?” celetuk Gea di sela-sela percek-cokan Riyan dan Loli.

Tentu saja keduanya terkejut. Namun, Loli menunjukkan gejala kejang-kejang yang lebih hebat.

Sial. Gue lupa kalo ada si biutipul ples.

“Nah, kan. Belon aja dia telen masakan gue, dia udah bego duluan,” sahut Loli berusaha menutupi celah rahasia mereka. Sementara Riyan hanya terdiam sambil menatap Loli yang sibuk mencari alasan. Ingin sekali rasanya mendaratkan tinju super elegan ke wajah tampan di hadapannya.

Bahkan Gea hanya bergeming.

“Nih, makan,” ujar Loli sambil menyuguhkan lunch box yang sudah dibuka.

“Ini bukan murni masakan lo, kan?” tanya Riyan mengangkat alis semi tebalnya ria.

“Nggak, lah. Tapi kontribusi gue besar di situ,” bangga Loli.

“Apaan?”

“Doa.”

Hampir saja laki-laki yang sebentar lagi berjuluk dokter itu terjungkal dari kursinya.

“Canda, gue bertugas motong sayur kangkung sama bawang Bombay,” tambah Loli.

“Pantasan kerongkongan gue kayak kecekik mesin jait. Kangkungnya kepanjangan, tolo'!” raung Riyan.

“Wahh wahhh kalian makan nggak ngajak-ngajak, ya?” suara dari jarak sekitar lima meter mendekat, ya, itu Yono. “Ge, mana bekel buat gue? Lo mentang-mentang mau dijadiin istri sama Riyan, lo ngga-”

Uhuk uhukk

Riyan terbatuk berkali-kali. Tangan kanannya menjelajahi meja kantin dengan harapan bahwa akan ada tangan yang dengan penuh iba memberinya segelas air. Sementara Loli yang akhirnya tersadar dari mati surinya segera mengambil segelas air demi sahabatnya.

Nikah Lagi, yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang