Bab 49 : Mupon Aja Wae

397 32 1
                                    

Perihal rasa yang terlanjur cinta
Ada tawa, juga luka
Aku dan kamu yang bukan lagi kita

Perihal kenangan yang hanya untukku
Tercipta hanya untuk menyakitiku

.
.
.
.
.

Masih di Bumi.

"Assalamualaikum, Guys. Pakabur?" Lina datang dengan membawa senyuman bahkan sejak 100 meter jarak antara mereka.

"Kabar, O'on! Kabur-kabur. Emang buronan?!" Sergah Rea.

Entah mengapa wajah sahabatnya yang satu itu tampak berbinar-binar. "Haha, Guys gue mau ngasi kabar bagos. Eh tapi... Mana si Mita?"

"Palingan lagi ngurusin suami orang," celetuk Rea yang seketika disikut oleh Lina.

Mendengar kalimat nestapa dari Rea, Loli yang tampak setengah mati seolah bangkit dari kubur panjangnya.

"Hah? Suami orang?" Teriak Loli setengah sadar.

Suami orang?
Sian beud dah lu King.
Gue harus dukung dia mupon!

Sekalian buat dukung diri gue sendiri.
Ahay...

"Haha, nggak kok. Gue tadi sa--"

"Kesian banget si Ceking," potong Loli merasa iba seiba-ibanya. "Gue harus peluk dia ntar kalo udah nyampe."

"Dengan segala kemerindingan yang   gue rasain, Gue ngerasa terpanggil," sahut seseorang 10 meter dari samping kanan Loli. "Assalamualaikum," ucapnya.

"Wa'alaikumussalam. King, sini gue peyuk."

"Najes," sahutnya ketus.

"Nggak papa, gue ngerti perasaan lo. Kok kita senasib sih King?" Loli menyeka air matanya yang tak pernah ada.

"Hah? Kok sama?" Rea dan Lina serempak menghancurkan sepasang telinga yang menggantung cantik di kepala Loli.

Eh?
Sama?
Apa barusan gue ngaku kalo gue cemburu sama pasangan dedemit Riyan end Gea?

"Oh nggak kok. Hahaha. Betewe King, Lo kapan nikah? Di grup barokah kita ini udah ada dua yang non jomblo."

"Tiga!" Seka Lina sebelum Mita menjawab.

Kok tiga sih? Emang si Mita udah laku di pasaran?

"Oke, berhubung kita ngomongin jomblo jombloan, gue mau ngumumin berita penting sekaligus berita patah hati sedunia. Gue udah mohon maap sama Jaehyung Oppa karena akhirnya gue-"

"Iya gue tau, Beruk! Makanya gue bilang udah ada dua yang non jomblo di sini," sabet Loli kesal.

"Eh? Lo kok tau si? Dukun apa titisan Nyi Bolong?"

"Sodara jauh kembar identiknya Jeni blekjek," sahut Loli makin sebal.

"Gila si, akhirnya sahabat gue laku di pasar Senen," celetuk Rea dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Betewe Mon maap nih, lo sarjana Matematika, kan? Ngapa lo bilang tiga? Orang si Ceking masih senasib sependeritaan kayak gue."

Betewe ngapa gue ngegas, yak?
Allahuakbar...

"Maap, Ges. Gue nggak tau kerasukan apaan."

"Entah apa yang merasukimu."

"Kuntilanak gondokan yang bergelantungan di pohon depan rumah gue."

"Nggak papa, nggak papa, gue ngga ngerti perasaan jomblowati kek lo. Gue udah lupa rasanya ngejomblo," timpal Rea menghunus pedang beracun Loli.

"Tombak mana tombak? Udah dikerot belom?"

Dikerot,
Emang pensil Duwa Be?

"Betewe gue pasti datang kok, Lin. Selamat ya, marketing kelean sukses pol! Terharu gue. Hiks..."

"Hahaha. Gue yakin, lo bakal dapet happy ending, Lol," ucap Lina yang entah bagaimana ceritanya air mata bergelimang di wajahnya.

"Kenapa lu? Berasa lo lagi ngomong sama calon mayat aja." Loli cemas setengah mati.

"Gue nggak bisa liat lo terus menerus begini, Lol. Kalo gue ketemu orang itu, gue nggak bakal cuma jambak, gue cincang abis-abisan terus gue kasi tulangnya ke guguk depan komplek, terus dagingnya gue lempar ke Empang buaya pak Erteh," isaknya.

Ni bocah...
Ngapa dia begono, yak?
Tapi kenapa rasanya ati gue...

Serrr...

Setetes air mata mengalir menembus pori-pori kulit gadis termungil di antara mereka.

Mita menggenggam erat rerumputan di bawah kendali telapak tangannya hingga mereka rontok dalam sekejap.

"Haha, udah udah. Napa pada mewek si lu? Mendingan kita happy aja." Loli mengubah suasana sebelum setoran mingguan dimulai.

"Kalo gitu gue traktir deh. Berhubung disini gue yang lagi bahagiah."

"Heh, lo mau setor hapalan ato mau pesta makan?" Tegur Loli.

"Yauding deh, abis ini aja ya?"

"Oke."

.
.
.

Waktu berlalu dengan cepat. Rea dan Lina tengah mengembara mencari sesuap nasi untuk dimakan berempat. Menyisakan Mita dan Loli yang tengah meratapi nasib marketing mereka yang belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan.

"King, bukan apa-apa nih ya. Cuman penasaran aja. Katanya lo lagi ngurusin suami orang. Itu... Maksudnya... Lo gimana?"

Akhirnya pertanyaan itu meluncur juga setelah beberapa abad Loli mengumpulkan amunisi yang cukup untuk melakukan peluncuran kosa kata.

"Suami orang, ya?" Mita menghentikan aktifitas rongga mulutnya sejenak. "Gue cuma bantu doang kok. Dia sayang banget sama temen gue tapi dia nggak punya kesempatan buat deketin."

"Mon maap gue instruksi, eh interupsi. Emang lo punya teman?"

"Dih, emang kita apaan?" Mita meninju pelipis Loli dengan ujung jari telunjuknya.

"Sahabat," sahut Loli tersenyum lebar. "Ciyeeee lo ngerasa terhura ya gue gombalin?" Canda Loli meledek sahabatnya.

"Bodoamat dah," timpal Mita menyerah. "Lo apa kabar? Ngapa bilang kita senasib? Lo ngurusin suami orang juga?"

"Haha. Apa, ya? Gue juga nggak tau sel sel otak gue pada kabur kemana. Tapi, apa ya... Bodoamat dah. Gue juga mau mupon."

"Caranya?" Mita menaikkan sebelah alisnya penasaran.

"Lanjutin S2."

"Hah? Kok mupon lo bikin stress? Lo sehat?" Mita mengecek kondisi sahabatnya dengan beberapa kali meletakkan punggung tangannya di kening Loli.

"Pertama. Sehonest-honestnya dari hati gue yang paling deep, cuma pas belajar gue bisa lupain dia. Variabel, koefisien, aksioma, Teorema, dan barang-barang sejenisnya, kalo gue udah berkutat di antara mereka, gue nggak inget Riyan sama sekali."

Et dah.
Kecevlosan.
Mon maap, ini mulut pen gue tampol pake martabak spesial duren sawit.

"Kedua?"

Kok Ceking nggak kaget ya pas gue nyebut Riyan?
Apa di muka gue ada tulisan semacam pengakuan kalo gue emang rada-rada suki sama Riyan?

"Memantaskan diri aja. Haha."

Hambar. Tawar.
Rasanya gue lagi ngetawain nasib gue sendiri yang ngga jelas.

"Gue setuju si sama planning lo buat S2. Tapi gue nggak setuju lo mupon dari Riyan."

"Hah? Napa? Lo mau liat sahabat lo yang mukanya satu standar sama Jeni ini jadi pelakor, hah? Ntar dihujad netijen maha julid, gue ga kuad, abis itu gantung diri di pohon cabe yang puanasnya minta dicekek, gimana?"

"Haha. Sa ae lah. Biar jadi ladang pahala buat istrinya dia, kan hadiahnya dipoligami dapet surga."

"Bengkok lu!"

.
.
.

To be continued~

Nikah Lagi, yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang