Bab 48 : Skenario Gila

379 26 1
                                    

Setiap waktu adalah rindu
Rindu yang bertumbuh dalam bilik kalbu
Bayangnya tak pernah lelah merayu
Menyiksa jiwa dan raga yang ingin bertemu
Senandung rindu berirama pilu
Menyebut namamu di setiap waktu mengadu

.
.
.

Flashback on

Merah. Warna yang panas. Kini benar-benar terasa membara di hadapannya. Suara jeritan dari korban-korban yang terus dievakuasi. Merusak inderanya begitu parah. Kedua matanya memanas. Ia ingin melompat di antara kobaran api yang semakin mengamuk. Namun, kini, ia tengah berusaha menyelamatkan satu nyawa yang bergantung pada suara yang akan sampai pada pendengar di ujung telepon.

"Cepat, katakan!"

"Lo tau gue nggak pernah main-main. Itu hanya sebagian kecil yang bisa gue lakuin."

"..." Adriyan hanya terus fokus mendengarkan.

"Gue mau lo reset semuanya."

"Apa maksud lo?"

"Gue tau lo nggak sebego itu buat nanya maksud gue."

Tuk.

Lagi-lagi telepon ditutup secara sepihak. Pemuda itu berlari menuju tempat ia parkir mobilnya dan dengan kecepatan tinggi melaju menuju tempat ia meninggalkan Loli.

Sesampainya di rumah, tak butuh waktu lima detik, ia sudah bisa melihat gadis itu meringkuk di sudut matras. Ia bisa mendengar suara isak pilu serta napas yang dihela begitu berat.

Laki-laki itu, Adriyan, mendekap istrinya begitu erat. Berusaha memberikan rasa aman meski mungkin itu sudah percuma. Ia bisa merasakan rasa takut itu seolah mengalir padanya. Kalut yang teramat besar. Padahal insiden penculikan dirinya terjadi belum lama ini.

"Sudah, sudah tak apa-apa," katanya menenangkan. Perlahan isak itu tak lagi terdengar. Lelap pun menghampiri Loli, namun tidak dengan Adriyan. Ia tetap terjaga.

Semalaman Riyan tak bisa memejamkan kedua matanya. Ia memikirkan apa yang bisa ia lakukan dengan permintaan Gea yang tidak masuk akal.

Reset?
Lo kira ini syuting film Transformers?

Setelah ini... Gue cuma harus lindungin dia, kan?

Tapi mungkin besok gue harus tinggal di rumah utama untuk sementara.

Ia menggumam dalam batinnya. Sesekali melihat gadis mungil yang seolah bersembunyi dalam peluknya. Ia tersenyum sembari menelan getir yang tak ingin ia tunjukkan pada siapapun. Termasuk Lolita.

Sebelumnya ia telah memberitahu Dewi tentang lokasi kemunculan Gea dan kabarnya mereka sedang melakukan penyelidikan.

.
.
.

Adzan subuh berkumandang, membangunkan Loli dari tidurnya yang terlampau nyenyak. Ya, terlampau nyenyak. Hingga ia tak menyadari kondisinya sekarang.

Apaan ni?
Perasaan gue nggak biasa make bantal guling kalo gue tidur.
Sumpah demi Alloh... I-ini... Apaan?

"Huwaahh!!" Teriak Loli saat level kesadarannya mencapai 95%. Entah bagaimana caranya, kini ia sudah berdiri di salah satu pojok ruangan dan menatap Riyan dengan tatapan waspada.

"Ah, udah bangun?" Tanya Riyan dengan santai tanpa memikirkan kesehatan mental Loli yang baru saja merasa sakit.

"Lo... Lo ngapain di sono?"

"Lo nggak inget semalam, ya?"

"Se-semalam? Em-emangnya kita ngapain?" Semburat merah di wajah Loli sambil memeriksa keadaan dirinya.

Nikah Lagi, yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang