Bab 3 (I think so)

8.4K 364 6
                                    


Pada hakikatnya manusia memang sering berharap, padahal jelas-jelas dia tau harapan adalah sebuah kata yang paling sakit saat kenyataan itu tak sesuai keinginan kita.

______________

"Emang kenapa, Len?... Ehmm maksudnya Pak Galen" Galen memutar kursinya pelan. Lalu kembali menatap Airin dengan serius.

"Vi, tolong bersihkan jas saya. Tadi ada orang yang nubruk dan menjatuhkan Es jeruk diJas mahal saya." ucapan Galen membuat Rahma merasa hawa panas. Terlebih lagi menyangkut bagaimana Es jeruk itu bisa sampai di Jas Bos-nya. Dan Galen sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Rahma.

"Oh oke, " Vivi membawa Jas yang tadi di suruh Galen lalu Membawanya keluar. Airin juga jadi ikut ikutan keluar, mengikuti Mbak Vivi.

"Hey, kamu. Ngapain kamu keluar?" ujar Galen tiba-tiba.

Airin mengerjapkan mata dua kali. Dengan tangan yang memegang knop kunci. Ia mundur dua langkah dan berbalik, disana Galen sedang menatapnya tajam.

"Iya... Pak? " Airin melemparkan senyum hangat.

"Kamu punya hutang sama saya. Jas saya kotor gara gara kamu, tadinya saya mau meeting penting."

Nyali Airin menciut. "Be-berapa saya harus ganti rugi, Pak? " suaranya tergagap.

"Gaji kamu seminggu juga tidak akan cukup! "

"Saya kan memang tidak digaji, Pak" seru Airin kemudian.

Satu detik, suasana menjadi hening. Mereka mulai mencerna, apa yang sebenarnya mereka bicarakan?

Galen buru buru memerintahkan Airin untuk keluar. "Cepat keluar dan siapkan berkas berkas untuk nanti sore. "

Airin keluar dengan wajah cemberut. Satu bulan ia akan bersama Boss sepertinya itu? Tak ada yang lebih baik apa? Gerutunya pelan. Setelah itu apa? Galen Gervaise seseorang yang dermawan dan rendah hati. Berbanding terbalik sekali, gusti.

Mbak Vivi menyambut Airin dengan antusias. Mbak Vivi juga memperkenalkan rekan rekan kerja yang lain.

"Dia ini, namanya Teh Fitri. Nah kalo cowok yang udah bapak-bapak itu Mas bono. Dia baru nikah minggu kemarin sih." ucapnya di sela sela tawa. "Lalu ada Dino, dia masih jomblo dan satu lagi yang seusia sama kamu namanya Putri tapi dia lagi sakit dia dibagian Internal. Oh ada satu lagi, Elga. Tapi dia lagi gak ada gak tau kemana tuh anak" Mbak Vivi berdecak kesal akhirnya. Airin terkekeh.

Mereka semua tersenyum ke arah Airin. Dan kembali menyapa Airin. Airin berpikir mereka sangat terbuka dan tidak canggung canggung lagi. Airin hanya sesekali berkata dan menjawab jika ada pertanyaan. Sisanya ia hanya tersenyum, menanggapi ocehan semua orang. Kali ini mereka sedang berada dikantin dibawah gedung. Mereka sedang jam istirahat.

"Mbak.. " Airin memanggil Mbak Vivi.

"Kenapa Rin?"

"Apa, Gak ada tempat selain sekretaris Mbak? Em... Maksudnya gini, jujur saat pertemuan pertama aku kayaknya gak akan kuat deh kalo sama Pak Galen" Mbak Vivi berfikir sejenak.

Semua orang disana langsung hening menatap Vivi dan Airin.

"Untuk sekarang aja. Mbak mohon sama kamu, cuman satu minggu ini aja deh. Kita lagi butuh sekretaris banget. Kalo kamu kepake, nanti setelah kamu lulus kamu bisa diterima lagi dikantor ini. " ujar Vivi.

"Gajinya lumayan, Loh Rin. Ya walaupun, Galen gak pernah baik. Dia ketus, tapi seengganya dia emang hatinya tulus kok. Kalau kamu udah tahu dia. Mbak mohon sama kamu ya" Mbak Vivi menatap Airin dengan tatapan memohon.

He Is Arrogant Boss (Geus Pindah Baca Yok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang