Semuanya sudah menjadi keputusanku
Aku memilih untuk mundurKalo ditanya apa yang sedang manusia lakukan saat semua pilihan ada. Tapi ia memilih yang paling sulit. Tak banyak kata, akhirnya Airin bisa bernafas lega. Ia kembali ke Bandung setelah menelfon bahwa Rifani dan mamahnya harus pulang ke Bandung.
Ini memang pilihannya yang paling sulit. Memaksakan hatinya untuk berhenti. Siapa yang bisa melakukannya dalam waktu yang begitu singkat? Airin menerima beberapa telfon. Mereka menanyakan keberadaaan Airin yang menghilang. Tapi ia bilang ia sudah pulang ke rumahnya. Karena sangat merindukan sang mamah. Hanya itu alasan yang cukup baik untuk saat ini.
Airin memasak sesuatu untuk hari ini. Ia membutuhkan satu aktifitas yang membuatnya bisa melupakan semua masalahnya. Mamah tersenyum saat melihat Airin sedang membereskan masakannya.
"Fani lagi galau tuh. Sejak pulang dari jakarta jadi keliatan murung gitu. Waktu diajak pulang juga Fani keukeh engga mau pulang."
Airin juga sebenarnya masih mau diJakarta mah tapi kini alasannya sudah tidak ada."Biasa Fani. Biarin lah, nanti kalo dia udah kerja lagi. Pasti bakal langsung lupa. Semuanya pasti bakal jadi semula lagi Mah."
Meskipun aku engga yakin sama hatiku sendiri.
"Yaudah makan yuk, aku ajak Fani dulu. Terus sama Bapak,"
Airin menuju teras rumah. Fani sedang melamunkan sesuatu dilihat dari gerak-geriknya. Tangannya terus membersihkan motor sedangkan matanya menatap kosong.
Airin duduk disebelah Rifani. Mereka masih hening Rifani masih melamun, sedangkan Airin masih bergelut dengan pikirannya.
"Aku engga mau pulah Teh,"
Airin menoleh, melihat wajah Fani yang cemberut dan terus menekuk wajahnya.
"Emangnya ada apa sih di Jakarta? Yang engga ada dibandung?"
"Banyak teh. Pokoknya Fani mau kesana lagi, Fani masih kerja Teh. Fani belum ngasih tau Bos Fani kalau Fani pulang."
Airin menaikkan alisnya. Ia tak tahu kalo Fani selama ini bekerja di Jakarta. Maklum ia sibuk bergelut dengan masalahnya. Apalagi soal hati, katanya bisnis yang tak pernah selesai.
"Maafin teteh ya, mungkin kalau saat ini kamu masih belum bisa pergi. Tapi teteh bakal berusaha supaya mamah ngizinin kamu balik lagi ke Jakarta."
Fani menghadap Airin kakaknya."Serius teh?"
Airin tersenyum lalu menganggukan kepalanya. Membuat Fani mengulum senyum bahagia, lihatlah ia langsung berloncatan dan tanpa sadar selang yang sedang ia pegang mengeluarkan air sampai membasahi mereka.
Mereka tertawa bersama. Airin sejenak melupakan sakit hatinya, saudara kembar memang selalu mengerti perasaan tersendiri-sendiri. Pantas saja Airin sering gelisah, dibalik masalahnya yang pelik. Ternyata saudaranya sedang galau.
Mereka masih cekikikan. Tawa tak pernah lepas dari saudara kembar itu. Sampai masuk rumah, sang mamah melotot melihat baju Airin maupun Rifani basah kuyup.
"Kan kayak anak kecil aja kalian. Baru juga ditinggal berduaan, cepet ganti baju. Terus langsung makan, nanti masuk angin." Airin hanya melihat Rifani yang cekikikan mendengar ceramah sang mamah.
Bapak juga ikutan keluar. Ia duduk dikursi kebesarannya, dan langsung menyalakan TV."Mereka kan jarang main Mah, biasa. Biarin aja sesuka mereka asalkan tidak tertinggal norma-norma."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Arrogant Boss (Geus Pindah Baca Yok)
Romansa[Follow akunnya dulu sebelum baca ya, biar berkah:)] Kalau pengen baca full ada di Dream dengan judul yang sama ya. Jangan lupa juga buat tambahin hati disana. Karena cerita disini sudah dihapus secara acak ya manteman. ------------ Kisah mahasiswa...