9 - Incident

108 22 0
                                    

Central Laboratory

"Hai, Isabelle. Kau sudah pergi liburan kemana saja?" tanya Billy ramah seperti biasa. Aku tersenyum, menjawab dengan jujur jika aku hanya pergi ke hutan kota.

"Baiklah, ayo kita ke ruangan. Professor sudah lama menunggumu," ajaknya. Aku mengangguk setuju lalu mengikuti langkah laki-laki itu. Aku sudah tidak sabar lagi.

Ruangan Professor dipenuhi tabung-tabung kaca berisi prototype yang masih sangat baru dan belum sempurna lulus masa percobaan. Beberapa di antaranya belum memiliki anggota tubuh yang lengkap. Aku memperhatikannya satu-persatu. Android, apa ini yang dimaksud Professor sebagai 'proyek besar'?

"Oh, Isabelle. Kau sudah sampai. Itu adalah salah satu prototype yang sudah siap bekerja," jelas Professor sambil membuka tabung kaca yang tepat berada di depanku.

"Dia sama persis denganmu. Ah, bukan. Maksudku, dia juga memiliki program auto repair sepertimu," terangnya lagi. Tadinya kupikir dia ingin mengaktifkannya, ternyata tidak.

"Bagaimana dengan heart? Apa mereka juga memilikinya?" tanyaku penasaran. Anehnya, Billy justru tertawa kecil sebagai respons. "Ada apa?"

"Tidak, Isabelle. Hanya kau yang memiliki heart. Kau itu istimewa, dan Professor tidak ingin kau menyerang prototype lain karena mereka mendapat perhatian lebih dari beliau," papar laki-laki berusia dua puluhan tahun itu. Entahlah, dia sedang bercanda atau apa, yang pasti itu menyebalkan.

"Mana mungkin aku sejahat itu!" seruku lalu berusaha mengejarnya. Billy yang menyadari hal itu segera berlari menghindar tanpa pikir panjang.

"Whoa, maafkan aku, Isabelle. Aku lupa jika kau bisa marah," ucapnya. Professor hanya bisa terkekeh melihat kami yang sudah seperti kucing dan tikus. Sebenarnya, aku juga tidak marah. Hanya ingin tahu bagaimana perasaan Kayla saat kejar-kejaran dengan Sean di dalam kelas.

"Baik, baik, sudah cukup, Isabelle. Aku menyerah. Kita damai saja, oke?" ucapnya sambil berusaha bertahan pada posisinya dengan cara berpegangan pada dinding ruangan. Napasnya tersengal setelah berlarian seperti mengelilingi lapangan sepak bola. "Nanti aku belikan pancake jika kita bisa damai."

"Baiklah, kita berdamai tanpa syarat saja. Aku ini robot, tidak perlu makan," balasku. Billy tampa sedikit terkejut kemudian menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terlihat gatal.

Professor hanya bisa geleng-geleng melihat ekspresi asistennya. "Kupikir heart bisa membuatmu sama persis dengan manusia," kata Billy.

"Billy, aku ini hanya ilmuwan. Secanggih apa pun teknologi yang aku kembangkan, tidak akan pernah bisa menyamai ciptaan Tuhan," jawab Professor serius. Pandangannya berubah sayu, menatap lurus ke arah lantai.

Hening. Yang tersisa hanyalah suara desing mesin yang bekerja di dalam ruangan lain.

"Baiklah, kita jangan membuang waktu lagi. Langsung saja, aku ingin menjelaskan proyek ini," ucap Professor. Membuat kamu berdua langsung diam dan mendengarkan dengan saksama.

"Sejak kesuksesanku dalam bidang robotik pada tahun 2043, aku mengembangkan beberapa prototype ini, untuk menutupi pekerjaanku yang lebih penting dari pemberitaan media. Aku tidak ingin siapa pun mengetahui pekerjaan itu, kecuali kalian tentu saja," terangnya sambil menutup kembali tabung kaca yang tadi dibukanya.

Pekerjaan yang lebih penting? Kecuali kami? Apa maksudnya? Seingatku, Professor tidak pernah menunjukkan apa pun sebelum ini padaku.

"Tahun 2020 merupakan awal yang bagus bagi dunia robotik. Beberapa tempat umum seperti bandara mulai menggunakan tenaga robot untuk melakukan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan manusia. Kalian pasti sudah mengetahui hal itu.

[END] Mechanical HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang