"Aku perkenalkan penemuan terhebatku, Ray. Android pertamaku. Jika nanti aku tidak sempat menyelesaikannya, aku akan serahkan proyek ini padamu," kata seorang pria setengah baya pada anak laki-laki usia SMP di dekatnya.
Anak itu hanya memandang datar, tidak pernah tertarik pada teknologi. Tidak salah lagi, anak itu adalah keponakannya yang barus saja kehilangan seluruh keluarga.
"Ray, jika kau mau, kau bisa tinggal denganku di apartemen," katanya ramah. Anak laki-laki yang dipanggil Ray itu sama sekali tidak merespons. Barangkali dia belum bisa melupakan apa yang sudah Pamannya lakukan.
"Jangan mencoba baik padaku, Paman. Aku tidak butuh! Aku bisa lakukan semuanya sendiri, tanpa Paman!" seru anak itu seraya mengusap air matanya yang mengalir. Dia sudah empat belas tahun, sebentar lagi masuk SMA. Dia tidak ingin terlihat seperti anak kecil.
"Kau yakin?" tanya pria itu ramah. "Bagaimana jika kau tidak tinggal bersamaku. Tapi, aku akan mengunjungimu setiap akhir bulan?" tawarnya.
"Tidak! Setelah semua yang kau lakukan pada Kakek, aku tidak akan pernah menerima bantuanmu!" sergah anak itu lalu pergi begitu saja.
Pria setengah baya itu menghela napas panjang. Anak tadi berbicara tentang masa lalu saat ia menjadi pemberontak di keluarganya. Ketika impiannya ditolak, dia malah pergi. Dan sekarang, keponakannya tidak mau menerima dengan alasan itu.
"Ray, kau tidak apa-apa?" tanya seorang pria bernama Billy pada anak laki-laki itu yang kini bekerja bersamanya. Oh, dia bukan anak lagi, dia sudah tumbuh besar sekarang. "Kau dengar apa kataku, Ray?" tanya pria itu lagi.
Pemuda itu tersentak kaget lalu mengusap setitik air di ujung matanya. "Maaf, aku ... teringat pada Professor," jawabnya dengan jujur. Pria di depannya hanya tersenyum tipis. Teringat jika enam tahun yang lalu dialah yang melakukan hal itu.
Tahun 2050, kota ini telah berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Suhunya cukup stabil setiap harinya, 35°C. Dibandingkan kota-kota lain, udara seperti itu sudah cukup sejuk daripada mereka yang menyentuh suhu 45°C.
Semua itu berkat ide cemerlang dari empat orang siswa SMA yang mengusulkan agar pemerintah kota melakukan penghijauan. Dimana salah satu dari empat orang itu telah menjadi ilmuwan termuda di Central Laboratory.
"Ray, mungkin sekarang sudah saatnya. Kondisinya sudah cukup stabil," kata pria yang menjadi rekan kerjanya itu. "Tapi, bisa kau lakukan sendiri? Aku ada urusan lain di luar," katanya. Ray hanya mengangguk samar.
"Baiklah, semoga berhasil," ucapnya lalu pergi keluar dari ruangan yang berisi berbagai macam peralatan. Namun, yang paling mencolok tentu saja tabung kaca yang diletakkan di tengah-tengah ruangan.
Ray berjalan mendekati tabung kaca itu. Gadis yang masih tertidur di dalamnya membuat ia teringat sesuatu. Gadis ini seperti hendak mengatakan sesuatu sebelum kecelakaan itu. Mungkinkah dia masih ingat apa yang ingin ia katakan pada pemuda yang telah susah payah menahan rasa penasarannya selama enam tahun ini?
"Baiklah, Isabelle. Kuharap ini berhasil," ucapnya seraya menekan beberapa tombol dengan fungsi yang berbeda-beda dan sangat rumit.
Cahaya keperakan muncul dari bagian atas tabung kaca. Beberapa saat kemudian menghilang. Digantikan oleh suara berdesing saat tabung itu terbuka bersamaan dengan terbukanya mata gadis di dalamnya.
Ray mengusap ujung matanya. Perjuangan selama enam tahun telah terbayar. Kelas robotik yang ia ikuti, jurusan sama yang ia masuki saat di universitas melalui jalur beasiswa, waktu siang malam yang ia korbankan, semuanya demi membayar kesalahan pahamannya di masa lalu.
"Hai, Isabelle. Selamat datang kembali," ucapnya ramah. "Tampaknya program auto repair yang diciptakan Professor melakukan tugasnya dengan baik."
Gadis di hadapannya masih terdiam, mencerna data yang belum pernah diperbaharui. Sesaat kemudian mulai mengenali Ray, dari matanya.
"Ray, apa ... itu kau?" tanya gadis yang merupakan android yang berhasil selamat dari keelakaan itu. Ray mengangguk samar seraya tersenyum lebar melihat gadis bernama Isabelle yang berjalan mendekat seolah tak pernah terjadi apa pun padanya.
"Ray!!" teriaknya sembari memeluk erat tubuh Ray hingga hampir terjungkal ke belakang. "Ray, aku merindukanmu!!" Ray kembali menyeka sudut matanya, terharu. Mengusap lembut punggung gadis android itu beberapa kali.
"Sudahlah, Isabelle. Oh ya, hari itu kau ingin mengatkan sesuatu, kan? Apa kau masih ingat?" tanya Ray penasaran. Isabelle tertegun, terdiam beberapa saat.
"Aku sangat penasaran. Katakan saja, Isabelle. Meskipun kau ingin berkata 'kau jelek, Ray!'" ucap Ray melihat Iseballe yang terdiam cukup lama.
Isabelle yang mendengar itu semakin mengeratkan pelukannya. Berbisik dengan lembut.
"Aku sayang padamu, Ray."
*
END
Jangan lupa vote dan comment-nya ya 😊.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Mechanical Heart
Science FictionTahun 2043, kemajuan teknologi berkembang pesat di seluruh penjuru dunia. Menyusul perubahan iklim dunia yang semakin tak dapat dikendalikan hingga menenggelamkan sebagian besar pulau kecil di dunia. Manusia berbondong-bondong menciptakan suatu ino...