"Aku ingin memberitahumu sesuatu. Tapi sebelumnya ... berjanjilah padaku, kau akan percaya pada apa pun yang aku katakan dan tidak akan memberitahu siapa pun," ucapku. Kayla mengangguk setuju.
"Sebenarnya ... aku bukanlah manusia," ucapku lirih. Kayla menutup mulutnya tidak percaya. Matanya membelalak. Sudah kuduga reaksinya pasti seperti ini.
"J-jika ka-kau bukan manusia ... la-lu kau ini apa? A-alien?" tanyanya sedikit tergagap. Aku menggeleng lemah, mencoba tersenyum tipis. Meyakinkan jika aku tidak berbahaya — meskipun bukan manusia.
"Aku adalah sebuah robot android. Itulah sebabnya ... aku tidak bernapas, tidak perlu makan, tidak berkedip setiap beberapa detik, tidak bertambah tinggi, tidak bisa terluka, dan juga ... tidak bisa menangis," paparku. Kayla kembali menutup mulutnya tidak percaya.
"Professor Johanson bukan ayahku. Dia adalah orang yang berhasil menciptakanku, dan juga program yang membuatku bisa merasakan emosi seperti manusia pada umumnya. Tapi, khusus untuk kasus ini ... aku tidak bisa menangis.
"Nama program itu adalah heart. Itulah yang membuatku merasa sakit. Kemarin, aku memang terjun dari balkon. Itu aku lakukan karena aku ingin melenyapkan rasa sakit ini dengan cara menghancurkan heart — yang berarti menghancurkan diriku sendiri," jelasku lagi.
"Sekarang, kau sudah mengerti?" tanyaku. Kayla mengangguk lemah. Ekspresinya masih terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja kupaparkan.
"Berarti, yang kau maksud hari itu sebagai 'proyek besar' adalah program heart itu?" tanya Kayla memastikan. Aku mengangguk lemah. Yang ia maksud pasti sehari setelah Professor mengaktifkan heart.
"Tapi, bagaimana dengan malam saat hujan meteor?" tanya Kayla lagi. "Kau menghentikan aksi bullying yang dilakukan siswa sekolah kita. Bukankah itu karena kau kasihan pada gadis itu?" Aku menggeleng, jelas bukan karena itu.
"Ucapan Ray waktu itulah yang membuat mode penyerang-ku aktif. Professor memprogramku untuk mengaktifkan mode itu secara otomatis ketika mendeteksi adanya penindasan terhadap yang lemah," terangku. Kayla hanya mengangguk paham, tidak bertanya lagi.
"Sekarang ... jika menangis adalah ... satu-satunya cara untuk bebas dari rasa sakit ini ... itu artinya aku tidak akan pernah bisa bebas!" Kayla semakin terisak mendengarnya, lalu mendekap tubuhku seerat mungkin.
"Maaf membuatmu menangis," ucapku. Kayla menggeleng samar. Apa maksudnya ini? Aku tidak bisa menangis tapi justru membuat orang lain merasakan kesedihan, rasa sakit.
"Isabelle, seandainya bisa ... aku ingin menanggung semua kesedihanmu. Tidak masalah jika aku harus merasakan sakit itu. Asalkan ... aku bisa menangis untuk menumpahkan semuanya." Kayla semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku sungguh minta maaf. Maaf karena sudah mendengarkan ceritamu. Membuatmu kembali mengenang semuanya." Aku bisa dengan jelas merasakan air yang mengalir deras di punggungku.
"Sekarang kau mengerti, kan? Kau mengerti mengapa aku melakukan semuanya, mengapa aku terjun dari balkon?" tanyaku. Kayla kembali mengangguk.
Mengapa ... aku harus terlahir seperti ini. Terlahir demi merasakan sakit. Mengapa aku tidak menjadi prototype yang tidak memiliki heart?
Mengapa aku harus memiliki heart? Apa tujuannya mengembangkan program itu? Jika hanya untuk membuatku merasakan sakit ... untuk apa ia menghabiskan waktunya siang malam untuk melakukan berbagai penelitian demi program itu.
Kata Professor, aku ini spesial. Spesial darimana? Apa yang sudah kulakukan untuknya. Justru, akulah yang membuatnya mati-matian mengerjakan berbagai hal. Akulah yang membuatnya berpikir keras hingga lupa akan keluarganya sendiri. Akulah yang justru ... membunuhnya.
Mengapa dia tidak memprogramku untuk membantu pekerjaannya, membantu umat manusia? Mengapa aku tidak ia jadikan seperti kedua puluh prototype itu yang sengaja diprogram untuk bekerja?
Yang aku lakukan hanyalah memperhatikannya mengerjakan berbagai proyek yang jelas lebih penting baginya. Aku bukan asistennya seperti dalam film fiksi ilmiah.
Aku ... hanyalah beban baginya.
Sebenarnya, apa tujuan dari semua ini? Apa tujuannya bekerja demi aku yang hanya akan menjadi beban? Apa tujuannya menyuruhku bersekolah seperti yang lain, bukannya membantu di laboratorium? Apa tujuannya mengembangkan heart?
Apa tujuan aku dilahirkan?
"Isabelle, kau dengar apa kataku?" tanya Kayla seraya melambaikan tangannya di depan mataku. "Aku baru tahu jika robot juga bisa melamun." Aku tahu, niatnya ingin bercanda untuk mencairkan suasana. Tapi tetap saja, ini tak akan pernah berubah.
"Isabelle, aku ingin membantumu. Tapi tidak tahu harus bagaimana? Nilaiku dalam pelajaran robotik pas-pasan. Aku bukan Sean yang selalu mendapat nilai A+ dalam pelajaran itu," ucapnya dengan penuh rasa bersalah.
"Aku tidak ingin kau ... terjun dari balkon lagi ... karena hal itu. Pasti ada cara lain," katanya. Aku tetap diam. Jelas aku sudah lama memikirkan cara selain menghancurkan diriku sendiri. Tapi aku tak pernah menemukannya.
"Tolonglah, Isabelle. Professor pasti akan sangat sedih jika mengetahui penemuan terhebatnya memilih untuk bunuh diri hanya karena tidak mengerti tentang program yang seharusnya membantu."
Kurasa, Kayla benar. Heart seharusnya membantu. Bukannya membuatku merasakan sakit seperti ini. Mungkin benar, sebaiknya aku mencari tahu lebih banyak tentang program ini sebelum menghancurkannya.
"Isabelle?" Kayla kembali melambaikan tangannya di depan mataku. Membuat sistemku kembali fokus ke dunia nyata. "Kumohon jangan lakukan itu lagi, oke?" Aku tetap tidak merespons. Membuat raut wajah Kayla kembali terlihat muram.
"Walaupun kau bukan manusia ... kau tetap temanku. Lagipula menurutku ... kau masih jauh lebih baik daripada mereka yang manusia tapi tidak punya empati," ucapnya. Aku masih saja terdiam. Tapi setidaknya, rasa sakit itu sedikit berkurang, meskipun masih lebih banyak yang tersisa.
"Kayla, boleh aku bertanya?" tanyaku. Kayla mengangguk kemudian menatapku penuh antusiasme.
"Menurutmu ... apa tujuan Professor menciptakan aku?"
*
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Mechanical Heart
Science FictionTahun 2043, kemajuan teknologi berkembang pesat di seluruh penjuru dunia. Menyusul perubahan iklim dunia yang semakin tak dapat dikendalikan hingga menenggelamkan sebagian besar pulau kecil di dunia. Manusia berbondong-bondong menciptakan suatu ino...