14. Permintaan Maaf

123 3 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Keadaan sekolah juga sudah agak sepi, kecuali lapangan basket yang masih agak ramai karena sedang ada latihan.

Ryssa bosan, seharian ia hanya berada di ranjang UKS. Tanpa mengikuti pelajaran, dan ia berpikir bahwa nilainya pasti akan turun.

Ia mengambil nafas panjang, lalu menghembuskannya. Ia ingin pulang. Tak masalah jika harus berjalan kaki sejauh 6 km menuju rumahnya.

Dan, ah ia masih meletakkan tasnya di dalam kelas. Ia hendak turun dari brankar dan menuju ke kelasnya. Namun ia urungkan karena di lapangan basket yang terletak persis di depan UKS, ia melihat Lusy, Nasya, dan Zahra yang sibuk menonton para cogan sekolah mereka yang sedang berlatih basket.

Bisa saja ia pulang melewati pintu belakang sekolah yang terletak di sebelah kiri UKS. Namun bagaimana dengan tas dan hpnya? Tidak! Ia tidak mungkin meninggalkan tas dan hpnya di ruang kelas yang hanya bisa diakses jika ia melewati lapangan basket.

Sial banget sih aku, tuturnya dalam hati.

Akhirnya ia memutuskan untuk berbaring dan menatap langit-langit UKS sambil menunggu kepergian Lusy a.k.a dari lapangan basket.

"Ryssa."

Sang empu namapun menoleh ke asal suara.

"Mm, Kakak ngapain di sini?" Ryssa bertanya dengan polosnya.

Sementara Alvero dengan seragam basketnya hanya terkekeh dan melangkahkan kakinya menuju ranjang UKS.

"Lo lupa sama chat gue kemarin?" Ryssa lalu menepuk dahinya pelan. "Oh, iya. Ryssa lupa. Tapi kan Kakak latihan basket." Ucapnya seraya memperhatikan Alvero lekat-lekat.

"Gue bisa ijin, kok."

"Nggak! Kakak harus tetep latihan! Ryssa bisa naik ojol kok sampe rumahnya."

"Lo habis sakit, Ryssa. Nggak baik kalo lo pergi sendirian."

Ryssa dibuat diam akan perkataan Vero tadi. Di luar juga masih ada Lusy and the geng. Dan jujur, ia masih takut.

Ia masih duduk menghadap jendela, menunggu keajaiban yang bisa menolongnya dari Lusy dan kawan-kawan. Sampai akhirnya ia melihat seseorang yang baru saja keluar dari ruang OSIS.

"Kak Arka!" Arka pun menoleh ke sumber suara. Begitupun dengan Nikolas dan Fajar yang baru saja selesai rapat OSIS. Tentu saja dengan mengesampingkan Zahra, waketos mereka.

"Kalian duluan aja, gue ada urusan." Ucapnya lalu mendatangi Ryssa yang kini sudah berdiri di depan pintu UKS bersama Vero.

Kini, Arka sudah berdiri di depan Ryssa dan Vero, dengan menggendong tasnya di bahu sebelah kanan. Lantas ia menaikkan salah satu alisnya kepada Vero, seolah menanyakan kenapa ia dipanggil.

"Hmmm, Ryssa mau nebeng ke Kak--"

"Nggak!" Potong Vero cepat.

"Lo pulang sama gue. Dan gue nggak nerima penolakan." Sambungnya dengan penuh penekanan.

"Eh, lo nggak bisa seenaknya maksain kehendak lo ke Ryssa ya, Ver. Dia berhak nentuin dia bakal pulang sama siapa." Tutur Arka yang darahnya mulai mendidih.

"Nggak usah nunjuk-nunjuk lo, bangke!" Kata Vero sambil menurunkan jari Arka yang menunjuk dirinya.

Perdebatan mereka disaksikan oleh tiga orang gadis di pinggir lapangan basket. Tunggu. Gadis? Oh, siapa yang tau mereka gadis atau tidak.

"Lo inget kan omongan gue ke lo semalem?" Tanya Vero kepada Ryssa yang hanya dibalas anggukan olehnya.

"Sekarang lo tentuin, lo mau pulang sama gue, atau Arka."

My ArkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang