Acara sudah selesai mereka kembali kerumah mereka untuk istirahat, acara pertunangan tadi sangatlah melelahkan.
"Kalian istirahatlah, aku tau acara ini sangat melelahkan"
Mereka pergi ke kamar masing-masing, Tara juga masuk kedalam kamar namun bukan untuk istirahat tapi ia malah masuk kedalam ruang privasinya.
Ia menyalakan lampunya, foto-foto korbannya terpampang jelas di dinding dengan anak panah yang menempel.
Tara menunjuk sebuah foto.
"Sekarang giliranmu"
Ia keluar dari dalam ruangan pribadinya dengan menenteng sebuah pisau berukuran sedang.
.
.
.
.
"Ayah sebaiknya Ayah tidur ini sudah larut malam" titah sang putri sambil menyodorkan roti panggang dan teh hangat."Ayah belum mengantuk, Apa Anjas sudah pulang?"
"Mungkin sebentar lagi Ayah!"
Brummm.... Terdengar suara deru mesin mobil memasuki halaman rumah, sontak saja gadis itu langsung berlari untuk membuka kan pintu.
Ketika sampai ia langsung membuka pintunya, namun bukan sang Kakak yang berdiri di hadapannya namun seorang wanita bergaun merah yang menjuntai ke lantai dan ia menggunakan topeng.
"Siapa kau? Ada apa kau datang kemari?"
Bukannya menjawab ia malah menghunuskan pisaunya di leher gadis itu hingga darah segar mengalir, brukk.. Tubuhnya langsung jatuh ke lantai darah mengalir di lantai.
Setelah itu ia masuk dengan menyeret gaun panjangnya dan pisau yang berlumuran darah di tangannya, bercak darah berjatuhan di lantai hingga meninggalkan jejak. Ia melangkahkan kakinya naik ke lantai dua rumah tersebut.
****
Bumm...tiba-tiba lampu rumah padam, ia sedikit terkejut karena tidak biasanya lampu rumah mati. Ia memutuskan untuk keluar dan mengeceknya.Baru saja ia membuka pintu, bughh... Tengkuknya di pukul oleh seseorang menggunakan balok hingga membuatnya pusing dan jatuh pingsan. Tubuhnya di seret menuju sebuah ruangan.
****
Matanya terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah ruangan yang berdebu seperti gudang."Apa kabar paman?"
Seseorang menyapa dirinya, ia mencari asal suara itu namun ternyata orang tersebut berdiri di balik kegelapan.
"Siapa kau? Bagaimana aku bisa ada disini?"
"Shutsss.... Tenang dulu paman aku akan beri tau bagaimana kau bisa ada disini? Jadi tadi aku yang membawamu kemari karena kau tadi pingsan"
"Pingsan?"
bughh... Tengkuknya di pukul oleh seseorang menggunakan balok hingga membuatnya pusing dan jatuh pingsan. Tubuhnya di seret menuju sebuah ruangan.
Ia baru ingat jika tadi ada seseorang yang memukul tengkuknya.
"Iya paman pingsan"
"Lalu kenapa kau membawaku kemari? Bukan ke kamarku?"
"Untuk apa aku membawa paman ke kamar? Apa paman ingin aku habisi di kamar?"
"Apa maksudmu?"
"Hahahaha....hahahaha"
Suara tawa seseorang itu berhasil membuatnya beegidik ngeri, tuk...tuk.. Orang itu berjalan kearahnya sekarang ia dapat melihat jika orang yang membawanya adalah seorang wanita namun kenapa ia menggunakan topeng?
"Aku akan menghabisimu Bram, sudah cukup lama aku menanti saat-saat seperti ini. Yang pertama Hars, Nico, Malik, Chalista, Farel dan kekasihnya, Lalu Rama dan sekarang waktumu"
"Sssiapa kau?"
Ia membuka topeng yang ada di wajahnya dan memperlihatkan wajah cantiknya, alangkah terkejutnya Bram saat tau siapa wanita itu.
"Tara?"
"Iya aku Tara, anak dari Vincent dan Bellatrix orang yang kalian bunuh dengan keji. Kalian sudah membuat aku terpaksa menjadi anak yatim piatu selama ini"
Bram lebih terkejut saat tau jika Tara anak dari mendiang Vincent dan Bellatrix, dan dia juga yang membunuh para sahabatnya dengan keji.
"Paman terkejut bukan? Aku suka melihat reaksi kalian saat tau aku Tara anak dari Vincent dan Bellatrix. Aku sangat suka tapi aku jauh lebih suka jika darah pendosa sepertimu mengalir deras dari leher ini"
Tara melukai leher Bram dengan pisaunya hingga menimbulkan luka kecil yang terasa sangat perih dan menyakitkan.
"Sakit bukan paman? Ini tidak ada apa-apanya dengan apa yang aku rasakan selama ini. Hidup tanpa kasih sayang orang tua itu jauh lebih menyakitkan paman, apa paman tau aku hidup sederhana bersama Elizabeth pengasuhku dan terpisah dari Xavier selama 13 tahun karena ulah kalian semua!"
"Aku minta maaf Tara, tolong lepaskan aku Tara"
Mata Tara menatap tajam Bram seakan akan sudah siap melenyapkannya dari bumi ini.
"Maaf? Apa? Maaf? Semudah itukah meminta maaf setelah sekian lama kejadian itu berlalu dan kau meminta maaf sekarang. Dulu kau kemana? Harusnya dulu aku meminta maaf bukan sekarang, karena menurutku semua itu percuma saja sebaiknya kau tanda tangan saja berkas ini"
Tara melemparkan berkas itu pada Bram, map biru itu di buka oleh Bram dan di baca matanya terbelalak saat tau isi dari surat itu.
"Kau gila? Mana mungkin aku memberikan semua hartaku pada gadis gila sepertimu?"
Brakkk... Tara menggebrak meja yang berada di sampingnya dengan sangat keras.
"Katakan sekali lagi padaku kau bilang apa barusan?"
"Aaa-aku hhhanya!!"
"Cepattt!!!"
"Kkk-kau.."
"Aku gadis gila? Ya aku gila aku memang gila! Sekarang tanda tangan berkas itu setelah itu aku akan membebaskanmu"
Dengan tangan gemetar Bram menanda tangani berkas yang di bawa Tara, setelah selesai Tara menepati janjinya ia melepaskan Bram bukan Tara namanya jika melepaskan mangsanya begitu saja ia mengarahkan pistolnya pada Bram yang mencoba membuka pintu dan dorrr.... Ia melepaskan tembakan dan tepat mengenai dada kirinya.
Tubuh Bram tersungkur ke lantai dengan berlumuran darah, ia masih sadar dan dapat melihat senyuman jahat Tara.
"Aku tidak akan membiarkan orang baik sepertimu pergi begitu saja, tenanglah kau hidup di alam barumu"
Tara menyeret tubuh Bram hingga meninggalkan jejak darah di lantai.
****
Anjas baru saja datang dari acara tunangan Xavier dan Ariana, tin...tinnn... Ia berulang kali membunyikan klakson mobilnya namun penjaga tidak membukakan pintu rumah. Dengan terpaksa ia membuka pintu gerbang sendiri.Sebuah mobil hitam terparkir di halaman rumah yang jelas itu bukan mobil milik Ayahnya apalagi adiknya.
"Mobil siapa ini? Apa ada tamu?"
Ia berjalan masuk namun ia menemukan bercak darah di lantai, dinding dan kaca pos pejaga. Karena penasaran ia mencoba melihatnya, alangkah terkejutnya ia saat tau kedua pejaga rumahnya tewas secara mengenaskan yang satu dalam kondisi terikat di kursi dengan keadaan leher hampir putus, sedangkan yang satunya tergeletak di lantai dengan sebuah pisau menacap di kepalanya.
"Apa yang terjadi? Bagaimana bisa seperti ini?"
Brukkk.... Ia mendengar suara benda jatuh diatas mobilnya, Anjas berlari untuk memeriksanya. Ia jauh lebih terkejut saat tau bahwa yang jatuh adalah Ayahnya.
"Ayah.. Bangun Ayah... Ayah"
Tangan sang Ayah menujuk kearah jendela, disana berdiri seorang wanita bergaun merah dan menggunakan topeng untuk menutupi identitasnya.
Wanita itu pergi Anjas hendak mengejar namun terhenti ketika melihat jasad adiknya terbujur kaku di lantai dengan luka di leher.
"Leah!!! LEAHHHHH!!!!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE COLD-BLOODED KILLER BEAUTY
Non-FictionSebelum baca budayakan Follow authornya dulu ok❤❤❤ No deskripsi, jadi langsung baca aja ok. Semoga kalian suka jangan lupa Like, coment and vote juga biar semangat nulisnya. Makasih #yourmajesty #penulisamatiran