Tara mengurung dirinya di kamar ia menangis dan memeluk kakinya, Xavier dan Elizabeth berusaha membuka pintu kamar Tara akhirnya Xavier meminta beberapa anak buahnya untuk mendobrak pintu kamar Tara.
Saat terbuka Xavier langsung berlari menghampiri Tara yang duduk di pojok ruangan, ia memeluk adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak melakukannya Xavier, bibi Eliza aku tidak melakukannya. Percayalah padaku!" tubuh Tara bergetar ia menangis di pelukan Xavier.
"Tenanglah Tara Bibi akan mengurus semuanya!"
"Tidak bibi, biarkan aku saja lebih baik bibi di sini temani Tara! Siapa yang kau habisi Tara?"
"Aku tidak menghabisi Nico!! Dia bunuh diri percayalah Xavier aku tidak menghabisinya!"
"Bibi aku pergi dulu!"
"Hati-hati Xavier!"
"Kalau ada apa-apa hubungi aku bi!"
Xavier bergegas pergi meninggalkan rumah untuk membereskan masalah Tara, ia tidak akan membiarkan adiknya itu celaka ia akan melindunginya karena hanya Tara yang ia miliki sekarang.
Elizabeth membawa Tara ke atas ranjang miliknya lalu mengambil obat milik Tara di dalam nakas, ia memberikan obat itu kepada Tara.
"Istirahatlah aku akan membuatkan bubur kesukaanmu!"
Elizabeth keluar dan menuju dapur ia akan membuatkan bubur untuk Tara, handphone Tara berdering panggilan dari Nova anak buahnya.
"Hallo Nova ada apa?"
"......"
"Bagus, lakukan saja sampai tiba nanti saatnya aku akan memberikan kejutan besar pada mereka!"
"......"
"Iya, urus saja jika ada yang harus aku tanda tangan bawa padaku!"
"......"
Sambungannya terputus, Tara pergi menuju ruangan rahasia miliknya ruangan itu gelap gulita. Ia menyalakan lampunya foto-foto dari pembunuh orang tuanya terpampang jelas di dinding ruangan itu.
Foto Hars dan Nico di beri tanda silang berwarna merah, tandanya mereka sudah tuntas tinggal yang lain.
"Hars dan Nico sudah aku bunuh, dan korban selanjutnya adalah Kau Glen!"
.
.
.
.
Ia turun dari dalam mobil dan segera masuk kedalam rumah itu, begitu mudah masuk kedalam rumah besar itu karena tidak ada pengamanan ataupun maid.Xavier menemukan tubuh seorang wanita terduduk di kursi tanpa kepala, ia meminta anak buahnya untuk mengurus jasad itu sedangkan ia akan mencari jasad Nico yang entah ada dimana.
Ia mencoba mencari kesetiap sudut rumah, lalu naik ke lantai 2 ia mengecek setiap ruangan dan menemukan jasad Nico di kamar besar milik anaknya.
"Cepat bawa!"
Pinta Xavier pada anak buahnya, mereka membawanya dan Xavier akan membersihkan jejak di kamar itu.
Ia mengganti spreinya lalu memasukan sprei yang terdapat noda darah, membersihkan jejak darah di lantai dan tentu saja barang-barang yang tidak sengaja Tara sentuh.
Setelah itu ia turun menuju lantai pertama dan mendapati anak buahnya yang sibuk mengurus jasad itu.
"Apa yang akan kau lakukan tuan?"
"Bawa mereka ke kamar milik mereka!"
Mereka menuruti perintah dari Xavier, kedua jasad itu di bawa ke kamar milik Nico dan istrinya.
Setelah itu Xavier mengeluarkan dua buah pisau dari tas yang ia bawa dengan menggunakan sarung tangan, ia menempelkan gagang pisau itu di tangan kedua jasad. Anak buahnya bingung dengan apa yang dilakukan Xavier.
"Kenapa kau menempelkan pisau itu di genggaman mereka tuan?"
"Aku hanya ingin ini terlihat seperti saling membunuh, aku tidak ingin adikku celaka. Kita harus pergi dari sini sebelum ada yang datang!"
Mereka pun pergi dari rumah Nico dengan nafas lega, sekarang Tara akan aman dan tidak akan di curigai.
.
.
.
.
Sudah waktunya makan malam, sekarang Tara sudah duduk di kursi miliknya Elizabeth mengambilkan bubur untuk Tara. Sedangkan Xavier mengambil ayam goreng tepung dan nasi merah.Tara menyerahkan map merah pada Xavier, Xavier menaikan alisnya sebelah bingung dengan maksud Tara memberikan map merah padanya.
"Apa ini?"
"Sebelum aku menghabisi Nico dan istrinya aku meminta Nico untuk menanda tangani surat ini, aku ingin semua aset miliknya jatuh ke tanganku karena itu semua adalah hakku dan kau Xavier!"
Xavier membaca isinya dan benar saja terdapat tanda tangab Nico dan Tara di lembar terakhir.
"Simpan surat itu dan minta Oscar mengurusnya, beri tau Nova jika lusa ia harus datang ke perusahaan milik Nico sebagai Bella!"
Ia melahap bubur buatan Elizabeth dengan sangat lahap, mungkin karena kelelahan dan lapar ia seperti itu.
"Setelah makan minum obatmu Tara!"
.
.
.
.
Dengan wajah gembira Alex masuk kedalam rumah besar milik orang tuanya, namun di rumah sangat sepi dan begitu berantakan banyak pecahan vas di lantai."Ayah? Ibu? Aku pulang!!"
Ia mecari kedua orang tuanya di sudut rumah namun tidak menenukannya, ia pun memutuskan untuk mencari mereka kedalam kamar milik orang tuanya.
Ia membuka pintu dengan pelan, hal pertama yang ia lihat adalah bercak darah di lantai lalu menemukan jasad Ayahnya dengan posisi tertelungkup dan pisau menacap di pinggangnya hingga menembus bagian perut dan berlumuran darah. Ia menengok kearah ranjang dan menemukan jasad ibunya dengan leher terputus dan berlumuran darah.
"Ayahhhhh!!!!! Ibuuu!!"
Apa yang terjadi pada kedua orang tuanya? Kenapa mereka bisa seperti ini? Siapa yang melakukannya? Hanya itu yang ada dalam benaknya, ia tidak percaya dengan yang ia lihat saat ini betapa kejamnya yang membunuh orang tuanya.
Alex pun memutuskan untuk menghubungi pihak polisi dan kawan-kawannya, sekarang ia tidak memiliki siapa-siapa lagi ia hanya sebatang kara.
Ia duduk memandangi kedua jasad orang yang sangat ia sayangi.
****
Kini rumah Alex di penuhi para polisi, Sahabat Alex juga datang untuk berbela sungkawa bersama orang tua masing-masing. Josh memeluk sahabatnya itu ia berusaha memberikan kekuatan untuk Alex yang harus mengalami hal yang sama dengan dirinya."Kau harus kuat Alex, aku tau apa yang kau rasakan karena aku dan clarissa merasakannya juga!"
"Terima kasih, sekarang aku tidak memiliki siapa-siapa lagi selain diri kalian!"
"Kau yang sabar Alex, karena kami adalah keluargamu jika ada masalah datang pada kami!" ucap Ayah Demon sambil menepuk bahu Alex.
"Terima kasih paman! Aku tidak tau akan seperti apa jika aku tidak bertemu kalian!"
"Kami dan ayahmu adalah sahabat baik sejak dulu sama seperti kalian!"
Saat sedang berbincang beberapa anggota polisi datang menghampiri mereka, Alex tidak sabar dengan hasil outopsi dan identidikasi yang akan polisi itu sampaikan pada mereka.
"Bagaimana hasilnya pak? Apa mereka di bunuh?"
Polisi itu menggelengkan kepalanya.
"Mereka tidak di bunuh, justru mereka saling membunuh satu sama lain karena aku menemukan sidik jari kedua orang tuamu di pisau ini. Seperti ibumu menusuk ayahmu lebih dulu dan ayahmu membalasnya dengan memenggal kepala ibumu! Hanya itu yang bisa aku simpulkan sekarang karena aku tidak menemukan bukti apapun lagi"
Alex menggebrak meja, tidak mungkin mereka saling membunuh karena yang ia tau kedua orang tuanya saling mencintai satu sama lain. Jika benar terjadi keributan antar mereka pasti ada di rekaman Cctv.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE COLD-BLOODED KILLER BEAUTY
No FicciónSebelum baca budayakan Follow authornya dulu ok❤❤❤ No deskripsi, jadi langsung baca aja ok. Semoga kalian suka jangan lupa Like, coment and vote juga biar semangat nulisnya. Makasih #yourmajesty #penulisamatiran