Empat.

164 38 0
                                    

Ketika pergumulan babak dua itu mulai mereda, tiba-tiba ponsel Yan bergetar lama tanda sebuah panggilan masuk. Setelah mengeceknya, senyuman merekah di bibirnya menampakkan lesung pipi di kedua sisi wajah. Yan pun bangkit dari kasur dan menggeser tombol hijau di ponselnya. Dalam hati Lana menebak siapa yang tengah menghubungi Yan kala itu.

"Ya Mala?" Bingo! Lana tersenyum sekilas mendapati tebakannya tepat sasaran. Baginya, Yan sangat mudah dibaca. Seperti sekarang ini, senyum bodoh tak henti-hentinya menghiasi wajahnya yang tengah berdiri mengahadap ke luar jendela dengan ponsel di telinganya. Artinya Yan sedang benar-benar kasmaran dengan orang yang ada di seberang sambungan telepon.

Ah, perasaan ini lagi.

Dahi Lana mengerut menyadari perasaan macam apa yang tengah berkelebat di benaknya. Kali ini ia merasa iri. Iri melihat Yan yang tampak bahagia tapi bukan karena dirinya. Di saat seperti ini pikirannya selalu berkabut, seakan ada yang mengisikan pikiran-pikiran lain terhadapnya. Ia tidak ingat sejak kapan perasaan aneh ini menghinggapi dirinya, tapi yang jelas ini hanya terjadi ketika ia berada di dekat Yan.

Terakhir kali ketika Lana membiarkan perasaan itu mengambil alihnya, mereka terlibat adu mulut. Kejadian itu terjadi sudah setahun yang lalu, tapi rasanya baru kemarin mereka berbaikan. Sejak saat itu, Lana mulai agak waspada dengan apa yang ia rasakan.

🦊🦊🦊

Kala itu, merupakan tahun pertama Yan di SMA Aksara. Lana senang sekali saat Yan akhirnya memilih SMA Aksara. Ia sempat berpikir Yan akan memilih SMA lain karena Lana sempat menemukan banyak brosur sekolah lain di kamarnya. Jika memang demikian, Lana mungkin akan sedikit merasa kehilangan orang yang biasa diurusnya.

Mulanya, Yan yang pada dasarnya pemalu cukup kikuk di hari-hari pertamanya. Seperti yang lalu-lalu, Lana akan menemani Yan jika seperti itu. Ia akan dengan senang hati membantu mengenalkan lingkungan sekolah bahkan mencarikannya teman. Dengan reputasi Lana yang sudah terbangun sedemikian rupa, Yan bukan hanya mendapat teman baru tapi juga turut menjadi buah bibir di SMA Aksara. Identitas anak tahun pertama yang tiba-tiba lekat sekali dengan seorang Kelana Raya yang terkenal akan rumor miringnya jelas merupakan bahan hangat untuk dibicarakan.

Ketika mereka tengah terlihat berdua entah di kantin, perpustakaan atau dimanapun, lantas bisik-bisik akan terdengar di sekitar mereka. Sendiri saja Lana sudah mencolok, apalagi bersama teman baru yang lebih tinggi darinya itu. Atas kedekatan keduanya yang menimbulkan banyak tanya, terbentuknya rumor baru yang melibatkan mereka berdua jelas tidak terhindarkan.

Tapi SMA sedikit berbeda daripada masa-masa sekolah mereka sebelumnya. Lana lebih sibuk timbang tahun-tahun sebelumnya. Kadang ia disibukkan oleh lingkaran pertemanannya sendiri atau kegiatan lainnya seperti persiapan lomba dan lain hal sehingga tidak bisa selalu menemani adik kelasnya itu.

Di saat-saat Lana tidak ada di sampingnya, Yan mencoba untuk keluar dari zona nyamannya. Ia mencoba untuk lebih berani bersosialisasi. Entah karena faktor apa, Yan tidak merasa melakukan banyak usaha untuk bersosialisasi, tapi semua orang seakan ingin berteman dengannya. Bahkan sebenarnya, di hari pertama masuk pun sudah banyak yang mendekatinya untuk mengajaknya berkenalan. Tapi di hari-hari selanjutnya ia masih merasa canggung dan tidak mempercayai apa yang tengah terjadi padanya, jadi ia memilih untuk diam. Semuanya adalah pertama kalinya bagi Yan kala itu.

Dalam waktu singkat, Yan berubah jadi seseorang yang berbeda atas bantuan lingkungan barunya. Ia jadi lebih terbuka dan mudah bersosialisasi. Lingkar pertemanannya meningkat drastis, bahkan bisa dibilang ia banyak dikenal murid seantero SMA Aksara. Sekembalinya Lana dari kesibukannya, ia langsung merasakan perbedaan itu.

"Kurasa aku mencium bau kepopuleran, bau siapa ini?" ujar Lana ketika mereka tengah menghabiskan waktu makan siang di kantin. Yan hanya tersenyum miring merespon si kakak kelas.

"Kayanya bakal ada yang lupa kulitnya deh habis ini," gurau Lana sambil menyeruput mie ayamnya yang dibalas dengan tinju ringan oleh Yan di bahu. Telinganya berubah merah tanda ia tidak nyaman.

Yan samasekali tidak menyangka kata populer akan diasosiasikan dengannya. Ia bukanlah anak yang terbiasa menjadi pusat perhatian banyak orang seperti yang mungkin terjadi sekarang ini. Biasanya Lana lah yang berurusan dengan perihal kepopuleran itu--bahkan sekarang masih. Walaupun ia heran akan banyaknya rumor miring yang ia dengar tentang Lana, tapi jelas dia ada di daftar papan atas anak-anak populer SMA Aksara.

Hari demi hari, kepopuleran Yan makin tidak dipungkiri. Tidak hanya di kalangan murid, banyak guru yang juga menjadikannya sebagai anak emas. Berbeda dengan Lana, rumor yang beredar tentang Yan hanyalah tentang hal-hal baik saja seperti kesopanannya, keluguannya dan segala hal positif lainnya membuatnya mendapatkan predikat malaikat SMA Aksara--dan Lana adalah si iblis kalau kalian ingin tau.

Lana turut senang atas perubahan positif pada kepribadian Yan. Ia rasanya bisa saja menitikkan air mata haru seakan ia telah berhasil membesarkan anak dengan baik. Pada awalnya itu yang ia rasakan hingga ia menyadari emosi lain yang menyelip di hatinya.

Innocently Evil || Side Story [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang