Tujuhbelas.

104 25 0
                                    

"Jangan ngeliat lama-lama, entar naksir. Eh, kan kamu emang naksir-" tanpa membiarkan Yan menyelesaikan kalimatnya, sendok es krim Lana sudah mendarat dengan kencang di kening Yan menimbulkan suara gemeletak renyah.

"Aduh! Sakit sial!" erang Yan sambil mengusap keningnya, sementara Lana hanya menertawai adik kelasnya dengan puas.

Berbicara menyoal efek yang diberikan atas keberadaan si entitas pada Lana, ia jadi bertanya pada diri sendiri. Ini pertama kali ia bertemu dan berbicara secara pantas lagi dengan Yan, jadi ia belum merasakan efek ritual yang dijalani Yan terakhir kali. Ia menelengkan kepala, menelaah dengan pasti perbedaan apa yang ia rasakan terhadap Yan. Berhubung karena mereka hanya berdua, Lana tidak bisa benar-benar memastikan perbedaannya. Emosinya tidak dirasa rancu dan ia tak merasa ada yang membisikkan sesuatu di benaknya, kepalanya pun terasa hening. Lana belum tahu pasti bagaimana menjelaskannya, tapi Yan memang terasa sedikit berbeda.

"Langsung tanya aja Lan, kamu pikir diliatin sambil melotot gitu sama orang nggak bikin rikuh apa?" Yan menghentikan kegiatannya dan mengalihkan perhatiannya pada Lana. Seketika ia menggeleng ketika mendapati bucket es krim Lana sudah kosong dan ada cukup noda es krim belepotan di bibirnya.

Yan bangkit dari duduknya mengambil sekotak tisu dan melemparkannya pada Lana.

"Kebiasaan banget makan belepotan di sana sini," Lana pun segera menarik satu tisu dan mengusap bibirnya sambil terkekeh.

"Jadi kamu mau nanya apa?" tanya Yan setelah kembali duduk.

"Aku juga nggak tahu, kepo aja gimana keadaanmu sehabis ritual pengusiran demit itu," jawab Lana akhirnya. Yan tampak berpikir, menelaah perbedaan dirinya setelah melalui malam itu.

"Entah kenapa aku ngerasa kaya ada sesuatu yang hilang, tapi nggak bisa jelasin apa. Udah sih, cuma gitu aja. Belum ada sesuatu yang berubah dengan signifikan," jelasnya sambil mengingat-ingat hari yang telah dilalui.

"Kamu sendiri gimana? Masih naksir aku nggak?" Yan lantas tertawa atas pertanyaannya sendiri sementara Lana sudah merengut kembali.

"Aku tahu kamu bakal bahas ini sampai lama, bahkan mungkin sampai kita kakek-kakek," Lana memutar bola matanya dengan jengah.

Usai cek cok tidak penting, kegiatan belajar mengajar dilanjutkan dengan Lana yang ogah-ogahan mengajar sambil rebahan. Hari-hari Yan merecoki rumah Lana berlanjut selama satu minggu penuh sampai hari ujian tiba. Lana baru bisa bernapas lega hanya sehari sebelum ujian karena Yan sengaja tidak belajar di hari itu, katanya agar otaknya sedikit beristirahat setelah dipaksa bekerja seminggu penuh. Lana selalu mendengus mendengar alasan adik kelasnya itu yang hanya memedulikan otaknya timbang sahabatnya yang sudah sangat direpoti.

🦊🦊🦊

Hari baru saja dimualai, tapi lalu lalang manusia dengan segala kegiatan sudah mulai memadati tempat itu, dari mulai yang sibuk mengecek paspor hingga hanya duduk di ruang tunggu termenung memikirkan sesuatu. Di antara manusia dengan berbagai ekspresi dari bahagia karena hendak memulai liburan atau wajah kaku para pekerja yang akan memulai perjalanan bisnis, ada Lana dan Ibunya yang baru keluar dari exit gate menuju luggage scurity check.

Lana dan ibunya baru kembali dari Kanada, menghabiskan sepuluh hari libur semester mengunjungi alamamater ibunya. Waktu Lana sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi tinggal satu semester lagi, jadilah ibunya mengajak untuk mengunjungi salah satu perguruan tinggi dimana beliau mendapatkan gelar Ph.D-nya, manatahu anaknya itu tertarik melanjutkan di sana pula.

Sebuah panggilan masuk ke ponsel Lana beberapa saat setelah dimatikan mode terbangnya. Lana mengangkat sebelah alis melihat nama yang tertera di ponselnya. Ia pamit pada ibunya yang sedang menunggu koper yang sedang melewati scurity check untuk menerima panggilan itu.

"Kak Retha kangen banget ya sampai telepon Lana jam segini?" sapa Lana tanpa basa basi, sementara Retha di seberang sana hanya memutar bola matanya.

Ini masih pukul enam di pagi hari, sungguh waktu yang aneh untuk menghubungi seseorang, pikir Lana. Tapi Retha punya alasannya sendiri memilih waktu itu, karena takutnya ia lupa jika menunda nanti. Ia masih harus pergi bekerja setelah ini.

Sejujurnya Retha sendiri terkejut ketika sambungan teleponnya diterima Lana dengan keadaan sadar--kalau didengar dari jelasnya suara Lana pagi itu, karena sebenarnya ia pikir sahabat adiknya itu masih dibuai alam mimpi. Retha tidak mengetahui bahwa Lana baru saja kembali dari liburannya di Kanada.

"Iya Lana, kangen banget," Lana mengerjap mendengar respon Retha yang di luar dugaannya, "Tapi kayanya ada yang lebih kangen nih," sambung Retha sambil mengulum senyum yang tidak akan diketahui Lana.

"Hah?" Lana makin dibuat bingung atas jawaban si pemanggil.

"Ckckck, ditutup mulutnya Lan nanti lalat masuk," buru-buru Lana mengatupkan bibirnya yang memang tengah terbuka heran sambil mendengar kekehan di seberang sambungan.

"Udah ah bercandanya."

Oh bercanda? Lana mengembuskan napas yang entah kenapa tertahan sejak tadi. Ia sudah kelewat percaya diri berpikir kakak sahabatnya itu akhirnya meresponnya sebagai seorang lelaki, tapi ternyata hanya bercanda. Tidak, ia tidak sakit hati, cuma sedikit kaget saja.

"Lana lagi sibuk nggak? Kalo nggak mampir ke rumah ya?"

"Sekangen itu Kak?" sudut bibir Lana sedikit terangkat, kembali ke mode flirty saat menanyakannya.

Retha terkekeh sebagai balasan, "Iya, Yan yang kangen tuh. Dia udah tiga hari nggak keluar kamar. Keluar cuma buat makan, dikit lagi. Aneh banget deh pokoknya," curhat Retha akhirnya.

Mendengarnya, Lana terdiam sejenak. Ia memang sudah sekitar tiga hari tidak dapat kabar dari Yan selama di Kanada. Kadang mereka masih berbalas pesan mengobrolkan hal-hal tidak penting, tapi chat room nya dengan Yan belakangan memang lengang sekali. Tadinya Lana tidak terpikirkan sesuatu yang aneh terjadi pada adik kelasnya itu, tapi mendengar kabar langsung dari Retha saat ini membuat otaknya tiba-tiba dipenuhi rasa penasaran.

"Oke deh Kak, nanti Lana mampir. Udah dulu ya," panggilan diakhiri dan Lana kembali ke tempat ibunya yang sudah mendapatkan dua kopernya.

"Siapa Lan?" tanya ibunya.

"Kak Retha, suruh mampir ke rumah. Katanya Yan lagi aneh," jelas Lana pada ibunya, "nanti habis nganter Bunda, Lana langsung ke Yan ya?"

"Kamu nggak jet lag?" ibunya menampakkan wajah khawatir akan putranya yang telah melakukan perjalanan udara selama 24 jam lebih.

"Tenang Bun, Lana udah tidur banyak di pesawat tadi. Kalau jet lag yah Lana tidur di Yan deh, yuk," balas Lana sambil tersenyum menenangkan ibunya.

Akhirnya ibunya hanya menghela napas maklum dan mereka pun berjalan beriringan menuju parkiran mobil. Setelah mendapati Mini Cooper kuning milik ibunya, Lana berlari kecil mendahului ibunya sambil memencet remote yang membunyikan bunyi bip khas dari mobil. Dengan sigap Lana membuka bagasi mobil dan memasukkan dua koper mereka sementara ibunya masuk mobil dan menempati kursi penumpang di depan.

"Siap kembali ke rumah, nyonya?" celetuk Lana ketika menempati kursi kemudinya, berlagak bak supir keluarga.

"Tolong bawanya jangan ugal ya Pak, kepala saya pusing nih," balas ibunya sambil mengerutkan pangkal hidungnya,  ikut dalam drama mini anaknya itu. Mereka berakhir terkekeh geli ketika Lana mulai menjalankan mobilnya keluar dari parkiran bandara.

Innocently Evil || Side Story [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang