Riuh suara percakapan murid terdengar di sana-sini, beberapa tengah membicarakan menu yang hendak dinikmati atau hanya sedang bercengkerama dengan teman dari kelas lain. Meja kantin selau hampir penuh di jam makan siang seperti ini, di antaranya duduklah dua anak laki-laki yang begitu mencolok. Diam-diam murid SMA Aksara merindukan interaksi antara mereka berdua yang kadang terlalu menggemaskan untuk dilewatkan. Meski demikian, beberapa masih sempat berbisik mencibir tapi jelas lebih banyak yang heboh akan keberadaan mereka berdua.
"Kelana, kan udah kubilang kalau makan mie ayam jangan anarkis! Kuahnya kemana-mana ini!" tukas Yan ketika Lana menyeruput mie ayam di depannya tanpa pandang bulu. Kuahnya terciprat kemana-mana dari pipi Yan hingga kerah seragam Lana.
Dengan gemas Yan mengambil tisu dan mengusap pipinya. Si pelaku perbuatan anarkis hanya mendongakkan kepalanya mengode Yan untuk turut membersihkan kerahnya. Yan memutar bola matanya sebelum akhirnya mengusap percikan kuah di kerah Lana yang meninggalkan bekas bintik kekuningan. Hanya sebatas interaksi seperti itu saja sudah membuat beberapa siswi yang menontonnya gaduh. Lana selalu menyeringai geli ketika melihat para siswi seakan gelimpungan dengan sedikit saja interaksi di antara mereka. Hingga kadang Lana penasaran akan apa yang ada di kepala para siswi tersebut.
Mereka berdua kembali sibuk dengan makanan masing-masing ketika Lana menyadari seseorang tengah menghampiri tempat duduk mereka. Senyum Lana merekah tanpa bisa disembunyikan, senang mendapati siapa yang datang. Spontan ia menyapa, "Hei Naya, tumben sekali?"
Naya tersenyum seklias padanya dan balas menyapa, "Halo Kak, hai Yan," Lana bisa melihat betapa canggungnya ia mencoba menyapa mereka berdua seperti ini.
Oh, Lana hampir melupakan Yan yang kini menatapnya dengan heran. Saat itu Lana sadar tengah kelepasan. Seingat Lana, ia belum pernah memberitahu bahwa Lana mengenal teman sekelas Yan itu. Terakhir kali ketika Yan membahas mengenai Naya pun ia bersikap seakan mungkin ada Naya lain di SMA Aksara. Lana mencoba memutar otak untuk menyiapkan respon macam apa yang bisa ia lontarkan untuk menutupi kesalahannya ini.
Naya menempatkan diri di hadapan mereka setelah meminta izin untuk bergabung. Kecemasan terbaca jelas dalam gelagat Naya hingga keheningan yang canggung tercipta di antara mereka.
"Kira-kira siapa yang mau ditemui Naya hari ini, aku atau Yan?" celetuk Lana menyelamatkan suasana yang dibalas dengusan Yan.
"Buat apa Naya mencarimu?" Yan memandang skeptis kakak kelasnya itu membuat Lana memasang wajah sok tersakiti.
"Wah kamu nggak tau aku ini anggota most wanted di klub membaca? Kami berdua anggota di sana tau," akhirnya Lana membuka kartu pertama miliknya. Dengan bangga ia melipat tangan di dada yang disambut kekehan Yan.
"Kenapa bangga banget sih nggak pernah ikut kegiatan klub?" tangan Lana sudah terangkat, siap mendaratkan jitakan di kepala si adik kelas yang tengil ini kalau saja tidak disela Naya.
"Yan, aku butuh ngomong sama kamu," ujarnya masih dengan kegelisahan yang sama membuat Lana dan Yan mengehentikan bercandanya.
Mendengarnya, Lana jadi tertular kegelisahan Naya. Naya butuh berbicara secara pribadi dengan Yan entah tentang apa. Ia tidak menahu hubungan macam apa yang dimiliki mereka berdua sebagai teman sekelas, tapi pasti ada sesuatu jika seperti ini. Meskipun Yan dan Mala sudah jadian sejak beberapa waktu lalu, siapa tau kini Naya memendam perasaan pada Yan dan sedang berusaha mengungkapkannya. Ya Tuhan, Lana benci benar dengan otaknya yang suka sekali membuat asumsi tak berdasar.
Setelah merasa keberadaannya tidak diperlukan, ia pun merespon, "Oke, karena aku nggak mau jadi obat nyamuk, jadi pergilah kalian ke tempat yang kalian butuhkan. Aku bakal di sini menghabiskan mie ayamku. Sendirian, tanpa teman," Lana mengembuskan napas beratanya sambil mengaduk lesu mie ayam di depannya.
Yan tak kuasa memutar bola matanya, jengah melihat perilaku dramatis kakak kelasnya itu. Akhirnya ia mengiyakan ajakan Naya dan beranjak pergi dari meja kantin. Untuk terakhir kalinya, Yan menengok ke arah sahabatnya yang hanya mengibaskan tangannya acuh.
Lana merasa gelisah setelah kepergian mereka berdua. Pikiran-pikiran aneh beterbangan di otaknya. Apa yang membuat Naya segelisah itu? Mereka ada hubungan apa? Apa yang hendak Naya katakan?
Selama ini Yan tidak menceritakan banyak hal tentang Naya. Terakhir kali Yan menceritakan mengenai kerja kelompoknya dengan Naya yang dengan sukses membuat Lana mendiamkan Yan seharian penuh, lalu sudah. Nama Naya tidak pernah lagi keluar dari mulut Yan.
Lana mengacak rambutnya dengan kesal, mencoba menghilangkan pikiran negatifnya dan mencoba menghabiskan mie ayamnya yang sudah mulai mengembang. Baru sesuap ia masukkan ke mulutnya, Yan sudah kembali menghempaskan diri di kursi depannya. Ekspresinya tidak terbaca, tampak seperti gelisah tapi juga penuh rasa penasaran. Lagipula cepat sekali perginya, tidak ada sepuluh menit sudah kembali. Daripada penasaran, akhirnya Lana memutuskan untuk menanyainya saja.
"Oho, apa ada yang habis ditembak cewek lagi?" ujung bibir Lana berkedut ketika menanyakannya, susah payah mempertahankan senyum palsu yang sedang dipamerkan.
Yan hanya mendengus, "Mana ada ceritanya Naya nembak aku?"
"Terus?" pancing Lana.
"Nggak tau, kan sudah kubilang dia itu aneh. Udahlah, aku nggak mau bahas dia," pungkasnya.
Mereka diselamatkan oleh bel tanda berakhirnya jam makan siang. Jika tidak, Lana sudah siap menghujani Yan dengan berbagai protes dan pertanyaan yang mungkin akan kembali membuat mereka cek cok. Begitu rencananya, tapi Lana hanya mampu mengernyit menyadari suara di benaknya yang membisikkan agar ia membiarkan Yan melakukan apa yang ia mau, bahkan terlintas pikiran untuk mengikhlaskan Naya untuk Yan jika itu yang diinginkan.
Emosi rancu itu kembali merusuh di benaknya. Lana jelas menolak keras bisikan itu, tapi kadang dirinya tanpa sadar melakukan apa yang diperintahkan si suara. Satu-satunya cara yang ia tahu bisa mengurangi kerancuan perilakunya adalah menjaga jarak dengan Yan. Dia seratus persen dirinya ketika jauh dari Yan, yang membuatnya makin bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocently Evil || Side Story [FIN]
Genç KurguAn Innocently Evil's side story. Berhubung ini side story, jadi disarankan untuk membaca dulu Innocently Evil, terimakasih 🌚 And somehow this book is basically my selfish way to release my inner YeonBin, so I apologize in advance 😌 Start: 10/01/20...