Chapter 12

856 57 1
                                    

Georgia’s POV

Aku masih mengusap kepala Viktor saat dia mulai terlelap dalam tidurnya. Priaku ini terlihat sangat kelelahan dan aku tidak suka itu. Selama kami berhubungan, aku sebisa mungkin membiarkannya tidur di sini sehingga dia mendapatkan tidur yang cukup.

“Kakak baik-baik saja? Masih pusing atau mual?”

Perhatianku teralihkan pada George yang baru saja kembali dari kamarnya dengan membawa bantal dan selimut. Aku tersenyum kecil dan menggeleng. “I’m fine, George. Kau tidak ada tugas untuk besok?”

“Tidak. Aku akan menunggu sampai kakak tidur.”

“Kau bisa tidur, George. Kakak akan segera menyusul.”

Dia terlihat tidak setuju, tapi akhirnya membuka ranjang lipat kecil miliknya dan menatanya dilantai. Awalnya mungkin dia mengatakan akan tidur di sofa, tapi aku tidak setuju dengannya, makanya aku menyuruh George untuk memakai ranjang lipat miliknya yang kusimpan digudang.

“Jangan malam-malam, paham? Aku akan tahu kalau kakak sampai melakukannya.”

“Iya, sayang. Kakak akan tidur sebentar lagi.”

Setelah mencium keningku cukup lama, George berbaring dengan nyaman. Aku mengusap dahinya dengan tangan kananku, membuatnya menguap dan berakhir dengan pejaman matanya.

Kali ini aku benar-benar sakit. Setelah semua rasa lelah yang kurasakan belakangan ini, akhirnya tubuhku memutuskan untuk menyerah.

Jujur saja, tadi adalah kali kedua aku merasa sangat ketakutan selama hidupku. Entah apa yang mendorongku untuk menaiki bus umum itu dan membuatku tersesat ditempat terbengkalai seperti tadi. Awalnya aku masih sadar saat bus sudah berjalan selama beberapa menit. Tapi saat tubuhku mulai lelah, aku terlelap begitu saja. Dan saat aku terbangun, supir busnya mengatakan kalau aku harus turun karena dia akan kembali ke terminal.

Tentu saja aku langsung panik seketika. Entah di tempat mana aku diturunkan, yang pasti aku hanya melihat ladang gandum dimana-mana. Sudah sore saat aku menyadari kalau handphoneku mati. Tidak tahu dimana aku berada, tidak ada orang yang berlalu-lalang, dan cuaca yang benar-benar membuat hariku semakin buruk.

Bahkan sampai hujan mulai mengguyur dan aku hanya bisa berlindung disatu-satunya pohon yang ada. No jacket, no umbrella, dan aku benar-benar basah.

Sampai kemudian aku teringat kalau aku masih menyimpan handphone yang kubeli untuk keperluan cafe. Beruntung sekali karena aku tidak langsung meninggalkannya di café seperti biasanya.

Jadi, seperti itulah akhirnya. Mereka berdua berhasil menemukanku, dan aku hanya terserang demam biasa. Dan sepertinya keadaan ini memaksaku untuk benar-benar beristirahat.

.
.
.

Rasa mual itu memaksaku bangun dari tidur. Dengan berusaha keras tidak membangunkan kedua pria itu, aku turun dari ranjang dan beranjak ke kamar mandi di dapur.

Tentu saja semuanya terasa berputar saat aku terjatuh di sebelah kloset. Setelah memuntahkan makan malamku, aku bersandar di dinding dan memijat pelipisku perlahan.

“Shh, kepalaku benar-benar sakit.”

Setelah menunggu beberapa waktu kalau rasa mual datang lagi, aku memaksa tubuhku untuk melangkah ke sofa bed didepan televisi. Sepertinya tubuhku tidak bisa berjalan sejauh itu, jadi akhirnya aku berbaring disofa bed dengan terengah-engah.

Pandanganku menjadi tidak jelas, dan aku memilih untuk kembali tidur.

.
.
.

“Sayang, kenapa kau tidur di sini?”

MY ANXIETY ✔ (SUDAH ADA DI EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang