Chapter 9

954 57 1
                                    

Tidak seperti perkiraan Viktor, hari ini sebulan setelah pembicaraan kami tentang pernikahan Katarina, dan aku sudah menerima surat undangan pernikahan mereka pagi ini. Mereka akan menikah 3 hari lagi dan aku dibuat terkejut karena itu. Jelas sekali kalau umur Katarina masih muda, tapi dia sama sekali tidak ragu ataupun bimbang tentang sebuah pernikahan. Dia mungkin sudah begitu siap dan tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.

Sedangkan aku, memikirkan untuk memiliki hubungan lebih jauh dengan Viktor saja masih ragu, apalagi kalau harus menikah, aku pasti akan berpikir ribuan kali sebelum memutuskannya. Dan ini semua hanya karena ketakutanku memiliki keluarga seperti ayah dan bunda.

Walau aku tahu kalau aku tidak seharusnya merasa seperti ini, karena ‘alasan itu’. Tapi tumbuh besar dengan melihat semua interaksi ayah dan bunda yang begitu dingin, penuh dengan pertengkaran dan kata-kata kasar, membuatku semakin ragu untuk membuka hatiku.

Bagaimana jika keluarga yang kubangun nanti menjadi seperti itu? Bagaimana jika anak-anakku nantinya tidak mendapat kasih sayang yang cukup? Apakah aku bisa bahagia dan mendapatkan keluarga yang damai dan penuh cinta?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang selalu muncul setiap kali aku berpikir untuk berjalan lebih jauh bersama Viktor. Bukan karena aku terlalu egois dengan memikirkan diriku sendiri, aku hanya ketakutan. Dan aku hanya bisa terus berharap Viktor dapat menghilangkan semua keraguanku akan pria dan suatu hubungan.

.
.
.

“Kakak sudah menyiapkan gaun untuk besok?”

“Sudah. Kakak juga sudah menyiapkan setelan jas untukmu dilemari.” Aku menghentikan ketikanku di komputer dan menatap George yang baru saja kembali dari kampus. Dia masih memakai jaket dan ranselnya. “Kau pasti lapar. Ingin makan sesuatu?”

“Aku ingin pasta.”

Aku mengangguk kecil dan menyimpan data yang baru saja kuketik. “Kakak akan memasakkannya. What about seafood? Shrimp? Or scallop?”

“Shrimp, please.”

George mencium pelipisku sebelum berlalu keluar dari kamarku. Aku tersenyum kecil dan segera menuju dapur untuk memasakkan pesanan adik kecilku itu. Dia baru saja memulai lagi kuliahnya kemarin, jadi aku yakin kalau dia sedang sibuk-sibuknya dan aku memaklumi kalau dia kelelahan. Tapi setidaknya aku tahu kalau jadwalnya tidak akan sepadat semester kemarin, itu membuatku lega, tentu saja.

Selama sebulan ini, aku dan George banyak menghabiskan waktu untuk memeriksa renovasi cafe baru. Kami berdua sangat antusias dengan pembukaan cabang pertama ini. Setelah menunggu selama hampir 2 tahun, akhirnya aku bisa sedikit demi sedikit mewujudkan keinginanku yaitu memperluas jaringan cafe.

Ini hanyalah sebuah permulaan, kan? Aku baru saja memulai.

She's just a girl, and she's on fire
Hotter than a fantasy, longer like a highway
She's living in a world, and it's on fire
Feeling the catastrophe, but she knows she can fly away

Oh, she got both feet on the ground
And she's burning it down
Oh, she got her head in the clouds
And she's not backing down

This girl is on fire
This girl is on fire
She's walking on fire
This girl is on fire

(Alicia Keys – Girl on Fire)

Aku hanya terus bersenandung selama memasak. Suasana hatiku sedang baik, jadi tidak akan ada yang bisa merusaknya dan membuatku terbakar amarah.

Kemudian suara pintu kamar mandi membuatku berhenti bernyanyi. George keluar dari sana hanya dengan celana piyama hitamnya. Aku mengangkat satu alisku dan mematikan kompor.

MY ANXIETY ✔ (SUDAH ADA DI EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang