Chapter 3

1.4K 67 0
                                    

Usapan dikepala membuatku terbangun dari tidurku. Aku mengernyit dengan bingung dan mendapati George sedang menatapku lembut. Sepertinya aku tertidur saat menunggunya tadi.

“George.”

“Kakak tidur saja dikamar. Aku baik-baik saja.”

Aku melemaskan otot punggungku yang kaku dan mengangguk. “Baiklah. Kakak akan ke kamar setelah memastikan demammu turun.”

“Demamku sudah turun, kak.”

Aku menyentuh keningnya dan merasakan tubuhnya tidak sepanas pagi ini. Syukurlah demamnya sudah turun. “Kau ingin makan dulu?”

“Tidak, kak. Tidurlah, aku bisa melakukannya sendiri.”

Aku menghembuskan napas pasrah dan mencium keningnya. “Baiklah. Kakak kembali ke kamar dulu. Besok pagi tidak perlu berangkat kuliah kalau masih pusing, okay?”

“Aku mengerti.”

“Mimpi indah, baby boy.”

“Kakak juga.”

Aku merapikan letak selimutnya dan keluar dari kamar George setelah menutup pintu. Karena seharian aku tidak turun ke café, kurasa lebih baik aku memeriksanya sebelum kembali tidur. Walaupun aku tidak membantu, setidaknya aku harus memeriksa keadaan café dan pemasukan hari ini.

Seperti biasa, lampu café masih menyala semua walau para pegawai sudah pulang. Aku dan George yang selalu menutup café.

Setelah memastikan tidak ada pegawaiku disini, aku memeriksa meja kasir. Harus ada yang melakukan pembukuan, jadi disinilah aku. Semua keuntungan dan kerugian yang terjadi, hanya aku yang tahu. Bukan bermaksud apa, tapi walau café mengalami rugi, aku tidak akan mengurangi gaji pegawaiku. Jadi akan lebih baik kalau mereka tidak tahu saat keuangan sedang bermasalah.

“Pemasukan hari ini lebih banyak dari kemarin. Sepertinya café sedang ramai.”

Kukunci pintu café dan mematikan lampunya. Aku membawa uang dan buku keuangan ke atas untuk kusimpan dalam brankas setelah memasukkan datanya ke dalam komputer. Kalau pemasukan selalu naik seperti ini, aku tidak terlalu bingung untuk menutupi kekurangan bulan lalu. Dan George tidak perlu memakai uang jajannya untuk membayar kuliah.

Sepertinya aku bisa sedikit bersantai selama beberapa waktu. Masih ada simpanan tabungan dari sisa penjualan mobilku kemarin. Dan seharusnya pria itu tidak akan menggangguku dalam beberapa bulan, mengingat hutangnya kemarin sangat banyak.

Setelah menutup pintu kamar dibelakangku, aku menyimpan uang dan buku dalam brankas. Kurebahkan tubuhku ke ranjang dan memeriksa handphone yang kutinggal dikamar setelah menemui Viktor.

-Maafkan sikapku tadi.-

It’s fine.

Sebelum sempat kuletakkan handphone, nada dering handphoneku terdengar. Viktor menghubungiku tepat setelah menerima pesanku. Cepat sekali responnya.

“Hallo?”

-Kau belum tidur ternyata.-

“Yup, as you can hear.”

Aku mencari posisi tidur yang nyaman dan menunggu suara Viktor. Bagaimanapun aku mencoba menyangkalnya, Viktor sudah membuatku merasa nyaman padanya.

-Maafkan sikapku tadi pagi. Kau tahu, tidak mudah memaafkan diriku sendiri.-

“Semua orang tahu kau tidak bersalah, Viktor. Kau terlalu keras pada dirimu sendiri.”

Ada suara hembusan napas keras dari mulut Viktor. Aku tidak tahu kalau ada orang sekeras kepala ini. Apa mungkin perasaannya selama 12 tahun itu sudah menumbuhkan rasa bersalah yang terlalu besar? Mungkin kalau adiknya mengetahui hal ini, dia pasti akan memarahi atau mungkin mendiamkan Viktor sampai orang ini sadar.

MY ANXIETY ✔ (SUDAH ADA DI EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang