Chapter 5

4.9K 347 10
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hari ini sekolah dibubarkan lebih cepat karena ada persiapan untuk ujian akhir semester. Darel langsung mencari kakaknya di lantai tiga. Ia bisa melihat Delon yang sedang berbicara dengan seseorang—ah, itu kan Rafa. Dengan cepat, Darel menghampiri keduanya.

"Kak," panggil Darel.

Delon menoleh cepat. "Darel? Kok lo di sini? Ngapain?"

"Oh, aku mau pulang bareng Kakak lah. Makanya aku samperin Kakak ke sini," balas Darel. "Hai, Kak Rafa," sapa Darel ramah.

Rafa tersenyum kepada Darel. Bahkan Rafa tak pernah senyum kepada siapa pun. "Hai, akhirnya kita ketemu lagi."

Delon menyela, "Ayo pulang."

"Eh, kalian mau pulang? Kok buru-buru, sih?"

"Kak Rafa emang mau ngapain?" tanya Darel. "Mau ngobrol lagi?"

Rafa mengangguk. "Iya, gue pengen ngobrol sebentar sama lo."

Darel menoleh pada Delon. "Bentar ya, Kak? Kakak duluan aja."

"Nggak, Darel. Langsung pulang," tolak Delon.

"Ish, Kakak mah. Sebentar doang—"

"Delon!"

Seseorang datang memanggil Delon. "Kenapa, Will?" tanya Delon kepada Willy, teman satu organisasinya.

"Dicariin pelatih tuh, cepetan, udah ditungguin di ruangan. Sekarang."

"Oh, okay. Lo duluan aja."

"Sekarang, Delon," tegas Willy.

"Rel, lo duluan aja ke mobil. Jangan ke mana-mana, di mobil aja. Okay?"

Darel hanya mengangguk, enggan menanggapi lebih perkataan Delon.

"Are you listen me, Darel?"

"Ya, I hear."

Setelah itu Delon pergi bersama Willy. Sekarang Darel kesal, lagi-lagi ia ditinggal.

"Rel, mau ikut gue?" tawar Rafa.

"Ke mana?"

***

"Wah, ini tempat paling asik di sekolah. Aku baru tau ada tempat sehening ini," ucap Darel senang.

"Lo kurang jalan-jalan di sekolah selama setengah tahun ini," komentar Rafa.

Sekarang, mereka berdua tengah duduk di rooftop. Rafa mengajak Darel ke sini, dan ternyata Darel belum tahu kalau ada rooftop di sini.

Darel menatap ke bawah, di sana ada jalanan yang tak cukup padat. Kemudian Darel berbaring sehingga ia bisa melihat luasnya langit biru yang sangat cerah. Rafa ikut berbaring di sebelah Darel, dengan kedua lengan sebagai bantalan.

"Kak, kalo aku jatuh ke bawah sana, gimana?" tanya Darel aneh.

Rafa terkekeh. "Ya mati lah. Kenapa nanya begitu?"

"Kadang aku capek hidup, pengen mati aja," lirih Darel.

Oh, Rafa sangat beruntung. Bahkan, Darel sendiri yang ingin mengakhiri hidupnya. Dengan senang hati Rafa akan membantu Darel.

"Capek kenapa?"

"Aku ... nggak dianggap sama Ayah," balas Darel dengan suara lirih.

Rafa tersenyum miris. "Masalah lo nggak seberapa."

Darel menoleh dengan tatapan heran. "Maksudnya? Kak Rafa juga ada masalah, ya?"

Rafa mengangguk. "Kakak gue, meninggal."

Pupil mata Darel sedikit membesar karena kaget. "K-kenapa?"

"Tragis, dibunuh adik kelasnya. Setahun yang lalu."

Darel semakin terkejut. "Siapa yang bunuh? Kok jahat banget sih?"

"Iya, orang itu jahat banget. Bahkan dia nggak mau tanggung jawab setelahnya. Jahat, kan?"

Darel mengangguk cepat. "Terus sekarang orangnya nggak dipenjara?"

Rafa menggeleng. "Polisi nggak nemuin bukti. Tapi gue yakin, kalo dia pembunuhnya."

Tangan Darel terulur mengusap punggung Rafa. Anak itu tahu, pasti Rafa sedang sedih sekarang. Membongkar masalah lama itu menyakitkan.

"Kak Rafa jangan sedih lagi, ya? Kak Rafa berdoa aja, supaya Kakaknya Kak Rafa tenang di alam sana. Nanti aku bantuin doa deh," ucap Darel diakhiri dengan senyum lebar.

Rafa terkekeh, lalu mengacak surai Darel. "Dari dulu gue pengen punya adik. Pasti asik kalo punya adik, apalagi kaya lo."

"Ya udah, anggap aja aku ini adiknya Kak Rafa," balas Darel santai.

"Hmm, iya iya. Terserah lo," pasrah Rafa.

"Oh iya. Delon—"

"Darel!"

Tiba-tiba, Delon datang bersama Willy dengan wajah khawatirnya. Oh, ada apa ini? Delon menarik tangan Darel kasar, membawanya menjauh dari Rafa. "Udah gue bilang, tunggu di mobil. Why you don't listen to me?"

"Aku cuma ngobrol sama Kak Rafa, salah?" elak Darel.

"Will, tolong ajak Darel ke bawah," ucap Delon, kemudian ia dan Rafa berjalan agak menjauh dari sana.

"Ayo, Rel."

"Aku mau bareng Kak Delon aja," Darel menolak.

Willy membuang napas. "Ayolah, nanti Delon marah, mau?"

"Aku kan gak ngapa-ngapain, kenapa Kak Delon marah?" tanya Darel heran.

"Karena lo nggak nurut," balas Willy cepat.

"Kenapa sih aku harus nurut sama kalian?" Darel berlari menuruni anak tangga, menghilang dengan cepat.

"Darel!" panggil Willy. "Ah, sial."

***

Tutt ... tutt ... tutt ....

"Halo? Bunda?"

"Iya, Sayang? Kenapa?"

"Darel udah sampe rumah belum?"

"Darel? Nggak ada, dia belum pulang. Di sekolah nggak ada?"

Delon menggeleng walau ia tahu Bundanya tak akan melihatnya. "Nggak ada, Bun."

"Kamu pulang dulu aja ya, nanti kita cari sama sama."

"Iya, Bun."

Setelah sambungan telepon dimatikan, Delon menyalakan mesin mobilnya, dan melesat membelah padatnya jalan kota.

Lo di mana? batin Delon

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INBLITHE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang