"Dinda."
Dinda yang sedang memotong sayuran langsung menoleh saat sang kepala rumah tangga memangilnya.
"Iya, Mas?"
Yuda menghampiri Dinda, berdiri di sebelahnya. Dinda melanjutkan aksi memotongnya. "Ada apa?" tanya Dinda lagi.
"Rean nggak akan ganggu kita lagi."
Dinda menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia tersenyum sendu sambil menatap Yuda. "Makasih, Mas.""Sama-sama. Rean udah dibawa ke luar kota, dan tetap dijaga di sana. Dia nggak akan ke sini lagi."
"Darel udah tau?"
Yuda mengangguk, walau Dinda tak dapat melihatnya karena wanita paruh baya itu kembali memotong sayuran. "Aku udah kasih tau, tapi kayaknya salah, ya, kalau aku kasih tau dia?"
"Seharusnya nggak salah. Darel berhak tau, kan?"
Yuda mengangguk.
"Emang kenapa?"
"Darel nggak bilang apa-apa. Dia cuma senyum terus pergi."
Dinda menghela napas. "Pasti Darel sedih."
Yuda mengernyit. "Seharusnya dia senang."
"Darel sayang sama Mas Rean, Mas. Walaupun udah disakiti berkali-kali, Darel tetap sayang sama dia."
"Tapi Darel takut, kan, kalau ketemu Rean?"
"Darel masih sedikit trauma aja."
Yuda menghela napas. Dinda berpisah dengan Rean dan menikah dengannya agar Darel bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Namun, Yuda malah memberikan luka yang sama di hati anak itu. Lagi-lagi, rasa bersalah menyergap relung hatinya.
Yuda berjanji, ia akan membahagiakan Darel. Ia akan memberikan apa yang selama ini belum didapatkannya. Darel berhak bahagia.***
Sejak pulang sekolah tadi, Delon tidak menemukan keberadaan Darel di mana-mana. Pasti anak itu sedang di kamar.
Delon pikir, Darel akan keluar saat makan malam. Nyatanya tidak. Darel tetap menjadi saat dibujuk untuk makan malam di bawah. Akhirnya, Dindalah yang membawakan makanan ke kamar Darel.
Delon menanyakan kepada Yuda mengapa Darel menjadi murung seperti ini. Yuda menghentikan gerakan tangannya. Menaruh sendok di piring, sepertinya sudah tidak nafsu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
INBLITHE ✔
Novela Juvenil[DITERBITKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Aku ingin disayang tanpa tapi dan dipedulikan tanpa nanti.