Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Hari ini Yuda pulang sangat larut. Ia merasa jengkel dengan Dinda yang terus saja menyalahkan dirinya akan kambuhnya Darel beberapa waktu lalu. Bukan salahnya, kan? Darel saja yang lemah. Dan, di sinilah Yuda sekarang. Di dalam kamar Darel, dengan kilatan amarah yang terpancar dari kedua netranya. Yuda merasa Darel adalah penyebab ia bertengkar dengan istrinya. Karena anak itu, Delon berani membantahnya. Karena anak itu, Dinda mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya ia ucapkan.
"Aku menyesal menikah sama kamu, Mas." Kata-kata itu terus saja mengusik pikiran Yuda.
Dalam satu sisi, ia merasa tak berguna karena telah mengecewakan Dinda. Tapi di sisi lain, ia juga merasa kesal dengan anak tirinya. Semua karena Darel.
Yuda pun tak tahu ada apa dengan dirinya. Kenapa ia sangat membenci anaknya? Padahal anak itu tak pernah melawannya barang sedikitpun. Darel itu sangat penurut, tidak seperti Delon yang lebih sering membangkang dan melawannya.
Tangannya terkepal kuat kala melihat manik sang anak tertutup dengan deru napas teratur. Yuda berjalan mendekat, membangunkan Darel secara paksa. Darel tersentak kala tangannya ditarik dengan kasar oleh Yuda. Sensasi pusing langsung mendera kepalanya karena kaget dan bangun secara tiba-tiba.
Darel melihat mata ayahnya yang berkilat marah. "A-ayah," cicitnya lirih dan takut.
Sejenak, Yuda sempat tertegun saat merasakan panas pada tangan Darel. Yuda menggeleng pelan sorot matanya kembali menajam. Dihempaskannya tubuh Darel dengan kasar.
Darel meringis saat tubuhnya membentur lantai. Anak itu menelan ludahnya dengan susah payah, dalam hati ia berdoa pada Tuhan semoga Ayahnya tidak akan berlaku yang tidak-tidak. Namun, sayangnya semua itu hanyalah angan. Dalam hitungan detik, tangan besar Yuda mencengkram erat rahangnya. Mata Darel sudah berkaca-kaca, bahkan tubuhnya sedikit bergetar karena ketakutan.
"Dasar pembawa sial! Gara-gara kamu anak saya sekarang menjadi pembangkang. Gara-gara kamu saya disalah-salahkan oleh istri saya."
Darel memejam, anak itu tak berani menatap Yuda yang terlihat seperti singa kelaparan. Bahkan cengkramannya pun tak main-main.
"Maaf, Yah."
Yuda melepaskan cengkeramannya, mendekatkan telinganya ke bibir Darel.
"Apa? Tadi kamu ngomong apa?" tanya Yuda dengan sengit.
"Ma-af," ulang Darel dengan pelan. Yuda mengangguk kemudian berdiri. Dilepasnya ikat pinggang yang melingkar di perutnya. Darel yang melihat itu langsung memberingsut mundur. Dengan seringainya, Yuda maju mendekat.
"Ayah, jangan," ucap Darel memohon.
"Apa? Ayah nggak dengar."
"Ayah ...."
Seakan tuli Yuda tak mengindahkan kata-kata anaknya.
"Balik badan." Dengan pasrah Darel hanya bisa menurut titah dari ayah. Sedetik kemudian rasa perih dan panas menjalar di punggungnya. Rasanya sangat sakit, sebisa mungkin Darel menahan erangan yang keluar dari mulutnya. Anak itu menggigit bibir dalamnya untuk melampiaskan rasa sakit yang ada. Satu kali, tubuh Darel menggeliat merasakan sakit dari cambukan sang ayah.