****
Beberapa menit yang lalu Darel masih asik berkelana di alam mimpinya. Namun, beberapa detik kemudian tidurnya harus terusik karena hembusan nafas seseorang. Dengan setengah sadar lelaki itu membuka matanya dan langsung terkejut saat melihat Delon nyengir seperti tak punya dosa di depannya.
"Selamat pagi, Dek."
Dengan setengah sadar Darel menendang kakaknya hingga membuat sang kakak jatuh terjungkal di atas kerasnya lantai.
"Adoh! Ganasnya adikku ini, jadi makin gemes," ucap Delon dengan sedikit ringisan keluar dari mulutnya.
Darel berdecak dan kembali membungkus tubuhnya dengan selimut tebal miliknya. "Ganggu!"
Delon terkekeh seraya bangkit dan langsung melompat keatas kasur adiknya. Dalam hitungan detik tubuh lelaki itu sudah menindih tubuh adiknya.
"Kaakk! Minggir, ah." Anak itu terus meronta-ronta agar tubuh sang kakak segera menjauh.
"Kak Delon!" teriaknya sambil berusaha meloloskan diri.
"Heh, berani, ya? Nantang ternyata." Delon semakin gencar menggoda adiknya. Hingga Delon merasa ada yang aneh. Tubuh Darel yang tadinya sibuk meronta kesana-kemari seketika melemas dengan napas naik turun tidak teratur.
Delon panik sekarang. Dan lelaki itu bingung harus berbuat apa. Padahal dia sudah sering di hadapkan dengan situasi seperti ini.
"Rel, nggak lucu ya," katanya takut. Sedangkan Darel masih diam menutup mata dengan napas tak beraturan.
"Rel, Darel gue bilang nggak lucu."
"Gue itung sampe tiga, kalau lo masih ngerjain gue kaya gini, gue tinggal nih."
"Oke. Satu, dua, tiga." Masih sama, Darel masih menahan sakit dan dengan bodohnya Delon berpikir jika adiknya sedang mengerjai dirinya.
Dengan segera Delon langsung mencari obat Darel di laci-laci meja. Tak ada, dia tidak menemukannya.
"Mana obat lo?" tanya Delon panik.
Darel melirik ke arah meja belajarnya, dengan segera Delon bergegas menuju meja belajar Darel mengobrak abrik tempat tersebut hingga ia menemukan apa yang ia cari. Dengan telaten Delon membantu adiknya meminum obat tersebut.
Darel memejamkan matanya. Tubuhnya lemas, tenaganya benar-benar terkuras. Lelaki itu menumpukan seluruh tubuhnya pada dekapan Delon.
"Maaf," lirih Delon sambil mengecup singkat kepala adiknya. Sebagai jawaban Darel hanya bisa mengangguk.
"Gue kira lo bercanda, Bocah."
"Kakak kurang ajar, mana ada sakit dibuat bercandaan."
Delon hanya terkekeh menanggapinya.***
Lagi-lagi Darel harus menunggu. Bukan menunggu Delon melainkan menunggu jemputan dari ayahnya. Entahlah tiba-tiba saja tadi ayahnya mengirim pesan bahwa dia yang akan menjemputnya.
Sekolah sudah hampir sepi dan ayahnya belum juga datang. Lelaki itu berdecak dengan wajah tertekuk sebal.
Dari sisi lain seorang lelaki yang seumuran dengan kakaknya tersenyum miring. Sudah lama dia menunggu momen ini. Setelah membenarkan sedikit baju seragamnya yang berantakan lelaki itu keluar dari tempatnya bersembunyi.
Lelaki itu tersenyum ketika jaraknya dengan Darel semakin dekat. Hingga saat ia berada di dekat Darel lelaki itu sengaja menjatuhkan dompet miliknya.
Darel yang melihat kejadian itu langsung mengambil barang tersebut. "Eh, Kak, dompetnya jatuh."
Merasa terpanggil Rafa berhenti, lelaki itu tersenyum kecil dan membalikkan tubuhnya.
"Ini dompetnya jatuh, Kak," ucap Darel sambil menyodorkan dompet milik Rafa.
Rafa menggeledah tas dan juga saku celananya benar saja dompetnya tidak ada di sana. "Ya ampun makasih banget," ucap Rafa seraya memperhatikan penampilan Darel.
"Btw, kita satu sekolah ya? Tapi gue nggak pernah liat lo sebelumnya, anak baru, ya?" tanya Rafa basa-basi.
Darel menggeleng. Anak itu merasa sedikit tidak nyaman dengan lelaki ini. "Bukan kok," jawab Darel sekenanya.
"Oh ya, kenalin gue Rafa. Lo?" kata Rafa dengan ramah. Lelaki itu menyodorkan tangannya ke hadapan Darel.
Awalnya Darel nampak ragu. Namun, tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Rafa? Rafa ‘kan teman kakaknya yang waktu itu di telepon.
"Oh, Kak Rafa? Aku Darel, adiknya Kak Delon," jawab Darel menjabat tangan Rafa.
"Wah, kebetulan. Udah sore gini kok lo belum balik?"
"Iya, nunggu Ayah jemput."
"Oh," Rafa mengangguk paham. "Mau gue temenin?"
"Eh, nggak usah," tolak Darel dengan halus.
Namun, Rafa tak mengindahkan perkataan Darel. Lelaki itu tetap bersikeras duduk di samping Darel menunggu sampai Ayah anak itu menjemputnya.
"Enak ya, punya kakak kayak Delon?" tanya Rafa tiba-tiba.
Darel mengangguk. "Kak Delon baik."
"Gue juga punya kakak, tapi ... dulu." Tatapan mata Rafa yang tadinya lembut berganti dengan tatapan tajam yang syarat akan amarah dan dendam.
"Dulu?" tanya Darel yang mulai tertarik.
"Ya, sebelum Kakak gue meninggal."
Darel melihatnya dengan jelas, perubahan raut wajah Rafa dan cara bicara lelaki itu, menurut Darel terlihat sangat menyeramkan.
Suara klakson mobil menghentikan aksi Rafa yang akan kembali membuka mulutnya. Sialan, desisnya dalam hati.
"Aku duluan ya, Kak."
"Yoi, semoga besok kita bisa ketemu lagi ya."
"Dan emang wajib ketemu lagi, Darel," lanjut Rafa saat Darel sudah pergi menjauh.
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
INBLITHE ✔
Teen Fiction[DITERBITKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Aku ingin disayang tanpa tapi dan dipedulikan tanpa nanti.